Pagi yang cerah di suatu pulau bagian utara Jawa, desiran ombak dan suara burung-burung pagi sudah menghiasi dermaga, beberapa nelayan yang baru pulang melaut sedang memilah-milah hasil tangkapan, seorang pemuda yang tegap dan gagah terlihat sibuk dengan perahu cadiknya.
“hoooyyy... Wahai laut, hari ini aku akan mengarungimu, aku akan menjadi penjaga laut Kesultanan, kan ku berantas semua angkara murka yang ingin menjajah tanah Jawa, bersiaplah menerima kekuatan otot dan semangatku, Hahahaha..
”Rangsam berlayar penuh semangat mengarungi lautan, walau hanya berbekal perahu cadik, tidak menurunkan semangatnya menjadi bagian dari pasukan pangeran Unus. Beberapa bulan yang lalu, datang Prajurit Kesultanan ke pulau Bawean, membawa selembar kertas besar yang berisi woro-woro tentang perekrutan pasukan Angkatan laut pangeran Unus Abdurrahman, dalam pesan itu tertulis bahwasanya pangeran akan memberantas kaum kuning yang selama ini sudah meresahkan laut Malaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dimas riyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENYELAMAT MISTERIUS
“Ada apa ini!?, pasukan, lindungi aku!!” Hui panik, ia tau ini perbuatan siapa, rupanya yang ia takutkan datang. “sialan, ia melanggar perjanjian”.
Pasukan membentuk barikade untuk melindungi Hui, dewa mereka, namun pisau terbang dengan mudah melayang ke arah mereka, kepala suku yang melihat rakyatnya tumbang merasa ketakutan, dengan panik ia menyuruh seluruh anggota suku untuk masuk ke lubang persembunyian, semuanya mengikuti kepala suku, tidak terkecuali para pengawal, Hui sangat panik, ia tidak mau mati.
“ hey kalian, tolong aku, lindungi aku!!!” Hui sangat panik, ia bersembunyi dibalik tubuh Anne yang pingsan.
Para Kepala suku menyaksikan bagaimana dewa mereka ketakutan, dan minta perlindungan, mereka sangat kecewa, lalu masuk ke dalam lubang.
Hui masih ketakutan, Tiba-tiba muncul sesosok pria dari kegelapan, diikuti beberapa orang di belakangnya.
“Hey orang Tiongkok, kau kini sudah sangat keterlaluan, kau melanggar perjanjian kita”.
“a.. aku tidak melanggar perjanjian, kau yang melanggar perjanjian dengan menyerangku”.
“kau yang melanggar, perjanjian kita, jika ada kapal yang lewat, itu adalah milikku, kapal berserta isinya, dan kau malah menggila dengan kesenangan dan kesesatanmu”.
“ba... baiklah, aku salah, soalnya aku mengenal orang itu, jadi aku melakukan ini, maafkan aku”.
“aku tidak peduli, kau sudah membuatku marah, apalagi aku tau bahwa kau bukan hanya sebagai pemimpin suku ini, tapi juga kau mempertuhankan dirimu sendiri”.
Pria itu masih terlihat sebagai siluet, namun nampaknya Hui mengenal orang ini.
“apa kau lupa saat aku menyelamatkanmu?, dasar orang licik”.
Hui tampak sangat ketakutan, ia semakin takut saat pria itu semakin mendekat.
“Salim, suruh keluar semua orang-orang suku Mamosa, biar mereka tau, siapa sebenarnya dewa mereka”.
“baiklah guru”. pria itu menyuruh salah satu anak buahnya.
“Wahai saudaraku suku Mamosa, keluarlah, dan lihat, siapa sebenarnya sesembahan kalian”.
Suku Mamosa keluar dari lubang persembunyiannya, dengan rasa takut dan cemas, mereka menyaksikan dewa mereka sedang meringkuk bersembunyi di balik tubuh wanita yang sedang pingsan, sangat hina sekali.
“Hey Hui, sekarang bilang kepada mereka semua bahwa kau bukan Tuhan, dan kau akan kuampuni dan ku biarkan hidup”.
“ba.. baiklah, akan ku lakukan”.
Hui merangkak turun dari singgasananya, Tiba-tiba Jim datang, lalu menendang Hui, ia terpental beberapa kali.
“sudahlah paman, dendam tidak akan menyelesaikan, sekarang urus putrimu”.
“kau benar tuan, terimakasih, rupanya Tuhan menjawab doaku, masih ada orang-orang beradab di tanah liar ini”.
Hui masih mengaduh kesakitan, walaupun tua, Jim adalah mantan tentara, sisa-sisa kekuatannya masih ada.
“Hey Hui, cepat katakan pada rakyatmu.” Hardik pria misterius itu.
“Ba.. Baiklah” Hui berdiri di hadapan seluruh suku Mamosa, “wahai seluruh penduduk Mamosa, maafkan aku, aku bukanlah Dewa bagi kalian, aku sama seperti kalian, manusia biasa, yang aku perlihatkan pada kalian adalah tipuan, dan semua orang di daerah asalku bisa melakukannya selagi mau mempelajarinya, sekali lagi, aku minta maaf”.
Penduduk Mamosa tampak marah, mereka merasa dipermainkan selama ini oleh Hui, salah satu dari mereka bahkan mencoba menyerang Hui, namun dapat dihentikan oleh orang-orang yang dibawa pria misterius itu.
“Baiklah, sebagian yang kuat tetap berada di sini, ajarkan pada suku Mamosa bagaimana berTuhan yang baik. untuk kau paman, bawa putrimu ke pemukiman kami, kau aman di sana”.
Mereka berjalan menyusuri jalan setapak, kiri dan kanan hanya ada hutan dengan vegetasi yang padat, tampaknya fajar sudah hampir mengintip, selang beberapa lama, terlihat sebuah pemukiman, tampak lebih rapi dari pemukiman penduduk suku Mamosa.
rumah-rumahnya terbuat dari papan dan atap rumbia, terdengar suara merdu dari salah satu bangunan, dan Seraya dengan itu, penduduk berduyun-duyun datang ke bangunan tersebut.
Jim merasa tidak asing dengan suara merdu yang dilantunkan, sepertinya ia sering mendengarnya di India.
“nah paman, silahkan paman dan putri paman beristirahat di pondokku, kami ingin menunaikan ibadah kami dahulu”.
“silahkan anak muda, aku sangat berterima kasih kepadamu”.
“Tidak perlu berterima kasih, sudah seharusnya sebagai sesama manusia”.
Pria misterius itu tersenyum kepada Jim, tampak ia bukan orang biasa, dan dari parasnya, Jim mengenali bahwa dia orang selatan.
“iya, aku tau nada itu, mereka orang-orang muslim, dan si pemuda itu tampaknya orang Melayu, atau mungkin orang dari Nusantara, aku sering melihat mereka sewaktu di pelabuhan”, gumam Jim dalam hati.
Matahari sudah mulai meninggi, perkampungan sudah mulai sibuk, mayoritas dari mereka adalah petani. Secara fisik, penduduk perkampungan ini tidak berbeda dengan penduduk suku Mamosa, namun secara gaya hidup, mereka lebih beradab.
Pria itu masuk ke dalam pondok, ia tersenyum kepada Jim, tampaknya Anne belum juga siuman, pria itu duduk bersila di hadapan Jim.
“siapa namanya paman dan bagaimana paman bisa ada di tempat ini?” pria itu membuka pembicaraan dengan bertanya.
“aku Jim Watson dan ini putriku Anne Watson, aku adalah orang Inggris yang sudah lama bermukim di Shanghai, dan kenapa aku bisa sampai di sini, sepertinya takdir yang menuntun, kami di serang oleh sekelompok orang, dan kami berniat untuk pergi ke selatan, entah tanah Melayu atau Nusantara, namun kami tidak tau wilayah di selatan, hingga akhirnya kami ditawan oleh suku Mamosa”.
Pria itu hanya mengangguk memegangi dagu, seolah menyimak apa yang telah di ceritakan Jim.
“Dan kau anak muda?, siapa dirimu dan bagaimana kau bisa ada di sini, kulihat dari fisikmu, kau bukan bagian dari mereka”.
“sudah ku duga paman akan bertanya seperti itu, sebentar paman, biar ku buatkan minuman”.
“trimakasih anak muda, sopan santun orang selatan memang sudah tersiar ke penjuru Eropa”.
“ya benar sekali paman, namun sopan santun kami adalah kelemahan kami, karena bangsa paman sering menyalah artikan”.jawab pria itu sambil membuat teh hangat di gelas bambu.
“aku tau apa yang kau maksud anak muda, memang begitulah sifat manusia, hasrat ingin menguasai dan memperbudak sepertinya dianggap benar”. Pria itu tersenyum kepada Jim, seperti sedang mengintimidasi.
“silahkan diminum paman, gulanya kami buat sendiri dengan kebahagiaan, bukan gula dari pabrik seperti di Malaka”.
“tampaknya kau mempunyai masalah dengan orang-orang Portugis wahai anak muda?”.
“ya, paman orang yang penuh penelitian, baik, akan ku jelaskan sedikit tentang diriku”.
“aku merasa terhormat jika mengetahui siapa sebenarnya orang yang telah menyelamatkan kami”.