Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
"Buka pintunya, atau aku nggak akan segan untuk mendobraknya!" ancam Kevin.
Sudah hampir satu jam lamanya Safira berada di dalam kamar mandi. Entah apa yang dia lakukan di dalam sana. Yang jelas, saat ini Kevin membutuhkan tempat itu untuk menuntaskan hasratnya.
"Azalea Safira!" ulang Kevin.
"Pergi, Vin! Jangan mengangguku!" teriak Safira. "Tinggalkan aku sendiri. Aku butuh waktu."
Ya, Safira memang membutuhkan waktu untuk menenangkan pikirannya. Semua masalah yang datang menghampirinya membuat kepala wanita itu sakit.
"Waktu katamu?" Kevin terkekeh sinis. Di sini, dirinya lah yang butuh waktu.
Kenapa seakan-akan Safira yang paling menderita?
"Kamu tidak butuh waktu. Berhenti memikirkan pria brengsek seperti dia. Mau kamu menangis darah sekalipun, Ryan tetaplah Ryan. Dia—" belum selesai Kevin melanjutkan ujarannya, pintu tersebut terbuka.
Safira melangkah keluar dengan wajah menunduk ke bawah. Rambutnya yang berantakan dan juga isak tangis yang berusaha wanita itu sembunyikan, membuat dada Kevin sesak.
Hanya pria bodoh yang tega menyakiti wanita seperti Safira. Luarnya nampak tegar, tapi Kevin yakin dalamnya begitu rapuh. Safira menyembunyikan semuanya seorang diri.
"Udah mandi?" tanya Kevin menarik sedikit dagu Safira agar wanita itu menatapnya.
Tangan kanannya terangkat untuk menyelipkan anak rambut yang sejak tadi menutupi wajahnya.
Safira menggeleng. "Belum. Tadi aku cuma—"
"Duduk dan menangis? Lalu apa sekarang sudah lebih baik, hum?" tanya Kevin lagi, sengaja memotong ucapan Safira.
Ia yakin, wanita itu pasti akan berbicara tentang Ryan.
"Mau kumandikan?" tawarnya.
"Nggak usah. Aku bisa mandi sendiri," tolak Safira. Ia memalingkan wajah ke arah lain. Tak berani menatap ke arah Kevin.
Lihat saja, pipinya memerah hanya karena mendengar ucapan bosnya itu. Pikirannya bahkan sudah berkeliaran kemana-mana.
Tanpa Safira sadari, sikap hangat dan lembut Kevin, membuat hatinya merasa nyaman.
"Malah ngelamun. Minggir, aku butuh kamar mandi." Kevin meminta Safira untuk segera menyingkir.
Dan sialnya, Safira malah berdiri mematung dan menghalangi jalannya.
"Mau apa?" Ia penasaran. Kevin seperti sedang menahan diri.
"Masuklah ke kamarku, lalu kunci pintunya dari dalam. Jangan membukanya meski aku yang meminta, ngerti?" pinta Kevin.
"Tapi, Vin aku belum mandi dan mengganti—"
Brak!
Kevin sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi dan menutupnya kasar. Menguncinya agar Safira tidak bisa mengganggunya.
"Ada apa dengannya?" Safira bergumam sembari melangkah menuju le kamar Kevin.
Sesampainya di dalam kamar, Safira duduk di sisi ranjang. Menarik dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, ia memikirkan Kiara—adiknya.
"Astaga, kenapa aku begitu bodoh. Kiara masih ada di luar, kan? Dan aku malah meninggalkannya bersama Ryan."
Safira bangkit, hendak keluar untuk mengecek apakah Kiara masih ada di depan pintu apartemen atau tidak.
Namun, langkah wanita itu berhenti saat ponsel ditangannya bergetar. Seseorang mengirim pesan padanya.
"K—kiara?" Safira terkejut melihat sebuah foto yang Kiara kirim. Dimana adiknya itu sedang berada di atas ranjang bersama seorang pria.
Pria yang amat sangat Safira kenal, Ryan mantan tunangannya.
"Nggak, ini nggak mungkin!" Safira mencoba menepis rasa kecewanya. Adik yang selama ini Safira banggakan, tega berbuah hal serendah ini.
••••
Keesokan harinya...
"Mau sampai kapan kamu menangisinya? Air matamu ini terlalu berharga untuk pria seperti dia. Dasar bodoh!" gumam Kevin sembari menyeka air mata Safira.
Setelah melihat pesan yang dikirim Kiara, wanita itu terus menangis semalaman dan tidak berhenti sampai sekarang.
Sikap Safira saat ini sangat berbanding terbalik dengan sikapnya saat berada di kantor. Kevin kebih menyukai Safira yang ketus dan dingin. Daripada Safira yang cengeng.
"Semua laki-laki ternyata sama saja."
Kalau saja Safira tahu Ryan akan mengkhianatinya, Safira tidak akan pernah memberikan pria itu masuk dan mengambil hatinya.
"Enak saja kalau bicara! Jangan samakan aku dengannya." Kevin tak terima disamakan dengan Ryan. "Minumlah, setelah ini kita sarapan. Lalu—"
"Lalu apa?"
Hening sejenak. Kevin sedang memikirkan satu rencana untuk memberikan Ryan pelajaran.
"Vin, lalu apa?"
"Lanjut tidur," sahut Kevin menarik Safira dan wanita itu ke dalam pelukannya. "Kamu butuh istrirahat. Lihat lingkaran hitam dan juga mata bengkak ini. Sangat menggelikan. Karyawanku di kantor pasti akan berlari saat melihatmu."
Safira mendengus sebal. Ia mendorong Kevin, mencoba melapaskan pelukan bosnya yang menyebalkan itu.
"Vin!"
"Apalagi, hah?!" seru Kevin. Sejak tadi Safira terus merengek seperti bocah.
"Lapar," jawab Safira mendongakkan kepala dengan mata berkaca-kaca.
"Cih! Lain kali gunakan otak kecilmu ini," kata Kevin menyentil dahi Safira. Lalu bangkit dan berjalan ke arah pintu.
"Patah hati boleh, tapi jangan jadi wanita bodoh," ucap Kevin sontak membuat Safira mengumpatnya.
Mohon ingatkan typo nya kak🙏
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗