Kenyataan pahit yang membuat hidupnya berubah. Tak ada lagi sifat manja dan lemah. Yang ada kini adalah sesosok gadis cantik tak tersentuh meski di bibirnya selalu tersungging senyum.
Keras hatinya membuat setiap orang segan bahkan tak ingin berurusan dengannya.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang menjadi sebuah bara dendam dalam hati nya terus berkobar?
Mampukah mereka selamat dari dendam seorang Arcila Damayanti yang merupakan titisan dari siluman penghuni kebun angker?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Bulan purnama
Derrick merentangkan kedua tangannya dengan senyum mengembang menyambut kedatangan sang adik. Waktu masih menunjukkan jam 7 malam ketika gadis cantik tersebut sampai ke kediaman keluarga Gerald dimana sang kakak lah yang sekarang menempatinya.
Gadis yang selalu memakai wig dan softlens setiap harinya ketika di luar itu segera menghambur kearah sang kakak. Ada rindu yang tak dapat mereka ungkapan meski bertemu tak pernah ada kendala bagi keduanya. Kapanpun mereka mau akan selalu bisa melakukannya terutama Derrick.
Namun semua itu sengaja mereka batasi agar tak menimbulkan kecurigaan pada orang lain yang memang tak mungkin paham dengan apa yang terjadi pada kehidupan mereka.
"Wow, adikku selain semakin cantik ternyata gendutan juga ya." Ledek Derrick sambil mengacak rambut Arcila gemas.
"Dih, apaan sih kak. Resek banget deh, Cila kan nggak gendut yakan kak." Gadis itu mengerucutkan bibirnya seraya menoleh ke arah Arsen yang mengangguk pelan membelanya.
Derrick mencebik sambil mengajak ke duanya untuk masuk dan menuju lantai dua. Disana telah ada Ario dan Leo yang sedang bercakap-cakap sambil meneguk coklat panas.
Leo segera berdiri ketika pandangannya menangkap kedatangan sang kakak. Pemuda tanggung tersebut memeluk Arsen penuh sayang dan mengangguk hormat pada Cila yang tersenyum tipis disamping sang kakak.
Sambil menunggu tengah malam mereka mengobrol banyak hal. Arsen yang masih belum cukup tenang pada akhirnya mengungkapkan Kegundahan hatinya. Meski harus malu karena menjadi bahan ledekan calon kakak iparnya sendiri. Arsen bisa bernafas lega dengan penjelasannya.
*
*
*
Hawa panas tiba-tiba menyelubungi kamar Liita. Gadis itu menjadi kebingungan sendiri. Dan anehnya semua keganjilan itu hanya berada di kamarnya sendiri. Ac bahkan telah di setting dengan suhu serendah mungkin, namun hawa panas itu kian menjadi membuat kepala Sita menjadi pusing dengan keringat yang membanjiri tubuhnya.
"Ada apa denganku sebenarnya? akhir akhir ini kenapa badanku sering kepanasan tanpa sebab begini."
Lita sampai harus mandi berkali-kali hanya untuk mengurangi rasa gerah ditubuhnya. Gadis itu menatap heran pantulan dirinya di cermin, semakin di selami semakin terlihat jelas bayangan kepala ular yang sedang mekar bersiap menyemburkan bisanya berada tepat di belakangnya. Mata merah menyala itu mengingatkannya pada mimpi semalam.
Mimpi?
Bahkan dirinya pun tak begitu percaya bahwa kejadian semalam benar-benar hanya mimpi baginya. Terasa nyata dan seolah benar-benar dialaminya. Namun Lita masih tak menemukan benang merah di dalamnya.
Lita terkesiap, berteriak dengan kencang namun lagi lagi suaranya tercekat di tenggorokan. Matanya semakin membeliak kala sepasang mata itu nampak murka padanya. Bayangan kepala cobra yang siap menyemburnya kini semakin kian mendekat membuat Lita memejamkan matanya kuat kuat. Debaran jantungnya menggila dengan irama yang membuatnya semakin ketakutan.
Hingga suara benda berdentum begitu keras mengembalikan kesadarannya. Lita memberanikan diri membuka kedua matanya. Di tatapnya sekeliling kamar yang nampak seperti biasa, tak ada keanehan yang terlihat disana. Bahkan bayangan di cerminnya pun tak lagi terlihat.
Dengan nafas terengah di helanya nafas panjang. Lita meneguk habis air yang berada di narkas. Banyak hal yang tak terduga terjadi beberapa hari terakhir ini. Namun dua kejadian yang menimpanya sekarang seolah sangat berkaitan erat. Bayangan kepala ular kobra dengan mata menyala merah itu membuatnya bergidik ngeri.
Lita menoleh ke arah dimana meja riasnya berada. Matanya terbelalak manakala melihat kotak tempatnya menyimpan kalung berliontin yang diambilnya di kamar Arcila waktu itu telah tergeletak di lantai. Yang lebih mengejutkan lagi, kalung itu tak lagi berada didalamnya.
*
*
*
Sinar bulan yang menyinari bumi semakin nyata dan terang. Hanya tinggal menunggu waktu sebentar lagi maka Arcila dan Derrick akan kembali berubah ke wujud kedua mereka. Anggap saja wujud ke dua, karena sejatinya mereka lebih nyaman menjalani hidup dengan wujud manusia. Terlebih Derrick yang sejatinya berwujud asli ular.
Seluruh tubuh Arcila terasa mulai berubah. Timbulnya sisik sisik halus mulai dari bagian lehernya adalah pertanda awal baginya berubah. Arsen yang masih setia berada disampingnya tetap menggenggam erat jemari gadis cantik itu. Berulang kali saling melempar senyum kala tatapan mata mereka bertemu.
"Apa yang kamu rasakan?"
Cila menggeleng "Tak ada kak, hanya saja badanku terasa sedikit panas. Sepertinya sebentar lagi waktunya." Cila menunjukkan kedua kakinya yang memang telah di tumbuhi sisik. Bahkan kedua tangan gadis itupun tak luput dari sisik sisik halus yang mengkilat terkena cahaya bulan.
"Dek." Derrick muncul dan menggantungkan tangannya meminta sang adik segera mendekat.
Wajahnya yang tampan nampak telah menyorot tajam. Arcila mengangguk dan perlahan melepaskan genggaman tangan Arsen yang masih terasa berat.
Tepukan pelan di pundak Arsen membuat pemuda tersebut menoleh. Ario menganggukkan kepalanya meminta Arsen tak menghambat prosesnya. Ingin rasanya Arsen berteriak dan menentang takdir ini. Dia sungguh tak sanggup menyaksikan gadis kesayangannya kembali berubah menjadi ular. Namun dirinya bisa apa?
Arcila tersenyum lembut seraya berlalu dan melangkah bergandengan dengan sang kakak. Kilauan sisik di tubuh mereka yang terkena paparan sinar bulan membuat tubuh ke duanya bersinar.
Saat ini, mereka semua berada di halaman belakang kediaman keluarga Gerald. Tepatnya di dekat kolam dengan patung ular yang berdiri kokoh disana. Dimana gerbang istana ular Gara Anggara berada. Istana tak kasat mata dimana hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menembusnya.
"Dek, kakak merasakan ada pergerakan dari liontin merah milikmu. Mungkin malam ini dia akan muncul disini."
"Bukankah kalung itu sudah hilang kak?"
"Kalung itu dibuat bagian dari intisari darah ular. Dimana dia akan mengenali pemiliknya disaat malam bulan purnama tiba. Disaat itu lah biasanya mereka melebur menjadi satu dengan kita."
Arcila mengangguk, mencoba memahami segala hal yang menurut sebagian manusia adalah hal yang mustahil. Namun saat ini Arcila telah berdamai dengan takdirnya. Darah ular yang kental mengalir dalam tubuhnya mau tak mau membuatnya harus menerima takdir hidupnya. Menjadi manusia titisan ular.
Tepat tengah malam, tubuh keduanya mulai mengalami perubahan. Berbeda dengan Arcila yang sejatinya adalah manusia. Derrick telah berubah wujudnya terlebih dahulu. Pemuda tampan yang merupakan pangeran istana Gara tersebut telah berubah wujud menjadi seekor ular besar dengan mata hitam yang menyala terang. Kilauan warna sisik kulitnya menyilaukan mata.
Dan perubahan pun akhirnya terjadi pada tubuh Arcila. Perlahan tapi pasti, wujud ular sanca berwarna kuning nampak sangat cantik dibawah sinar bulan bersama mata merah menyala. Arsen menarik nafasnya dalam, tersenyum ke arah Cila yang entah gadis itu melihatnya atau tidak.
"Berwujud manusia ataupun ular, kamu tetaplah wanita tercantik yang menghuni hatiku."