NovelToon NovelToon
Paman CEO Itu Suamiku!

Paman CEO Itu Suamiku!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lee_ya

Nayra Kirana, gadis berusia 22 tahun yang baru lulus kuliah, dihadapkan pada kenyataan pahit, ayahnya sakit keras dan keluarganya berada di ambang kehancuran ekonomi. Ketika semua pintu tertutup, satu-satunya jalan keluar datang dalam bentuk penawaran tak terduga—menikah dengan Arka Pratama, pria terpandang, CEO sukses, sekaligus... paman dari senior sekaligus bos tempatnya magang.

Arka adalah duda berusia 35 tahun, dingin, tertutup, dan menyimpan banyak luka dari masa lalunya. Meski memiliki segalanya, ia hidup sendiri, jauh dari kehangatan keluarga. Sejak pertama kali melihat Nayra saat masih remaja, Arka sudah merasa tertarik—bukan secara fisik semata, melainkan pada keteguhan hati dan ketulusan gadis itu. Ketika Nayra tumbuh dewasa dan kesulitan menghimpit hidupnya, Arka melihat kesempatan untuk menjadikan gadis itu bagian dari hidupnya.

Tanpa cinta, tanpa keromantisan, mereka memulai hidup sebagai suami istri berdasarkan perjanjian: tidak ada kewajiban fisik, tidak ada tuntutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lee_ya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seperti Tidak Dikenali

Nayra mulai menjauh, perlahan, nyaris tanpa disadari.

Bukan dengan kemarahan. Tapi dengan keraguan yang tumbuh seperti jamur setelah hujan. Diam-diam, lembap, gelap… dan menyebar cepat.

Sejak pertemuannya dengan Rania, kalimat-kalimat mantan istri Arka itu tak pernah benar-benar hilang dari kepalanya.

"Dia terlalu tertutup. Terlalu posesif kalau sudah sayang.”

“Dia tidak bisa sembuh dari masa lalu.”

“Dia selingkuh.”

***

Nayra masih menyuapi Alma setiap pagi, masih tertawa jika melihat anaknya kentut sambil ngedumel lucu. Tapi di balik matanya, ada sesuatu yang mengeras keraguan dan Arka mulai merasa itu.

“Nayra... kamu kenapa? Akhir-akhir ini... kamu kayak bukan kamu.”

Nayra tersenyum, tapi hambar.

“Aku cuma lelah, Ka. Banyak hal terjadi terlalu cepat.”

“Kalau ada yang ganggu pikiranmu, bilang. Jangan simpan sendiri.”

Nayra menatap suaminya sesaat.

Bagaimana caranya bilang kalau sekarang setiap kali ia melihat Arka, yang muncul bukan cinta, tapi pertanyaan?

Pertanyaan seperti,

Apakah pria ini pernah mengkhianati wanita lain?

Apakah dia bisa mengulangnya padaku?

Apakah aku hanya bayangan pelarian dari rasa bersalah?

***

Hari itu, Nayra pergi ke mini market dekat rumah. Saat antre di kasir, dua ibu muda di belakangnya terdengar berbisik,

"Itu kan istri barunya Pak Arka? Yang CEO Gantara?”

“Iya. Cantik sih. Tapi aku dengar, dulu Pak Arka cerai gara-gara ada wanita lain.”

“Mungkin sekarang juga ada yang disembunyikan. Pria setampan itu mana mungkin setia.”

Nayra berdiri kaku. Tangannya gemetar memegang keranjang. Bahkan saat kasir bertanya soal uang kembalian, dia cuma mengangguk kosong.

Di jalan pulang, air matanya jatuh. Tanpa suara. Tanpa alasan yang pasti.

***

Di rumah, Nayra mencoba menenangkan diri dengan membaca buku. Tapi buku itu malah jatuh, karena tangannya gemetar lagi saat membuka halaman baru. Di ponselnya, ada chat dari nomor asing.

“Buka mata, Nayra. Arka bukan pria sebaik yang kamu pikir. Rania bukan satu-satunya wanita yang dia hancurkan.”

Pesan itu datang dengan tautan ke artikel lama tentang sebuah proyek fiktif yang gagal, di mana Arka disebut terlalu dekat dengan konsultan wanita proyek tersebut. Tak ada bukti. Tapi cukup untuk membuat Nayra makin goyah.

***

Malam itu, Arka menemukan Nayra sedang duduk sendiri di ruang tamu, lampu nyala tapi hanya satu. Wajahnya sayu.

“Kamu nggak tidur?” tanya Arka pelan.

“Aku pengen tanya sesuatu, Ka...”

“Aku butuh kamu jujur. Total.”

“Pernah nggak kamu selingkuh saat sama Rania?”

Arka diam. Matanya memicing, bukan marah tapi terkejut.

“Siapa yang bilang begitu?”

“Jawab aku dulu,” ucap Nayra, suaranya bergetar.

Arka duduk, menarik napas dalam.

“Nggak. Aku nggak pernah selingkuh. Tapi Rania... pernah menuduhku seperti itu.”

“Kenapa dia nuduh?”

“Karena aku terlalu dekat sama rekan kerja perempuan. Aku nggak pernah berbuat macam-macam, Nayra. Tapi... aku memang terlalu tertutup. Saat itu, aku pikir... kalau aku tutup rapat-rapat urusan kerjaanku, rumah tangga kami bisa lebih damai. Ternyata justru jadi jurang.”

Nayra menggigit bibirnya. “Jadi... kamu nggak bersalah?”

“Secara fisik? Nggak. Tapi aku akui, aku pernah terlalu sibuk, terlalu dingin dan itu yang menghancurkan hubungan kami.”

Nayra menunduk.

Arka menyentuh tangannya. “Kenapa kamu percaya orang lain, tapi tidak percaya aku?”

Nayra menggeleng lemah. “Karena... mereka lebih keras suaranya daripada kamu, Ka.”

Arka menarik tubuh Nayra ke pelukannya. “Nay... kamu boleh ragukan semua orang. Tapi jangan ragukan aku. Aku berdiri di depan rapat dewan, berani melawan keluargaku, semua karena kamu. Kamu pikir itu mainan?”

Nayra menangis lagi. Kali ini dalam diam. Tapi tangis itu bukan hanya karena sedih, melainkan karena takut.

Takut jika cinta ini dibangun di atas kebohongan.

Takut jika ia ternyata bukan mengenal siapa-siapa.

Takut jika... ia adalah tokoh tambahan dari cerita lama yang belum selesai.

***

Hari itu, Arka baru pulang kantor pukul sembilan malam. Pintu rumah dibuka oleh ART mereka, bukan oleh Nayra seperti biasanya.

“Bu Nayra sudah tidur?” tanya Arka sambil menaruh tas.

“Belum, Pak. Tapi tadi bilang kepala beliau pusing. Masuk kamar lebih cepat.”

Arka mengetuk pintu kamar pelan.

"Nay, aku pulang.”

“Hmm,” jawab Nayra singkat dari balik selimut.

Biasanya, Nayra akan keluar dari balik selimut, mencium pipi Arka, dan bertanya, “Ada drama kantor lagi?”

Tapi malam itu… hanya ada hening.

Arka duduk di tepi ranjang, menatap punggung istrinya. “Kamu belum sepenuhnya percaya aku, ya?”

Nayra diam. Tangannya mengepal di bawah bantal.

Arka berdiri, menarik napas panjang.

“Aku bisa maafkan dunia yang menuduhku. Tapi kalau kamu orang yang kuanggap rumah juga nggak percaya... aku harus berpulang ke mana, Nayra?”

Tak ada jawaban.

Arka pun pergi ke ruang kerja, menatap gelas kopi yang dingin, sangat lama.

***

Pagi harinya, Nayra menyiapkan sarapan seperti biasa. Tapi hanya untuk Alma dan dirinya.

Arka datang ke dapur, menatap meja. “Aku nggak disiapin?”

Nayra tersenyum canggung. “Oh, aku kira kamu sarapan di kantor. Biasa kan…”

Arka hanya diam. Tapi tatapannya kosong.

Dia duduk, menyendok bubur Alma yang tinggal setengah. “Kamu berubah, Nay. Makin jauh. Padahal aku nggak pernah ke mana-mana.”

Nayra menatap meja. “Aku cuma butuh waktu.”

“Waktu untuk apa?”

“Untuk percaya?”

Nayra mengangguk. “Ya. Untuk itu.”

Arka bangkit, wajahnya tegang.

“Aku nggak butuh kamu jadi istri sempurna. Tapi aku butuh kamu percaya padaku. Kalau itu pun kamu nggak bisa kasih… kita ini tinggal apa?”

***

Hari-hari berlalu. Rumah mereka tetap terisi suara Alma. Tapi suara tawa mereka sendiri mulai menghilang.

Nayra lebih banyak di taman belakang. Arka lebih banyak menginap di kantor dengan alasan lembur.

Satu malam, Nayra melihat meja kerja Arka yang kosong. Laci terbuka. Di dalamnya ada catatan kecil: “Aku tetap milikmu. Tapi sampai kapan kamu percaya?”

Air mata Nayra jatuh.

Ia sadar, keraguan itu telah menciptakan jurang yang tak ia sadari makin lebar. Tapi ia juga takut melompat, takut jika yang ia percaya ternyata benar menyakitkan.

***

Sementara itu, di kantor, Reza menatap Arka yang sibuk sendiri.

“Pak, kamu yakin nggak pulang dulu? Nayra pasti…”

“Dia butuh waktu dan mungkin aku juga. Aku bisa terima kalau dia marah. Tapi kalau dia... takut padaku, aku nggak tahu harus jadi siapa.”

Reza menunduk. “Kalau boleh usul, Pak... kadang kebenaran itu nggak cukup. Yang penting itu siapa yang lebih dulu membuka pintu kejujuran.”

Arka diam.

Malam itu ia pulang. Tapi Nayra tidak di rumah. Hanya pesan di meja.

“Aku nggak pergi. Aku cuma butuh jeda untuk berpikir, bukan untuk menjauh. Tapi kalau kamu masih ingin berjuang, tolong jangan biarkan aku melupakan siapa kamu sebenarnya.”

Arka mengepalkan tangan. Ia tidak akan membiarkan jarak ini menjadi akhir. Tapi ia tahu, bukan dengan amarah ia bisa mengembalikan Nayra, melainkan dengan kebenaran yang dijelaskan dengan hati.

1
Dini Aryani
mohon maaf, karakter istri egois. dia menuntut suami yg diinginkan semua istri, sedangkan dia tidak melakukan kewajiban sebagai istri apalagi sedang hamil, ketaatan pd suami yg baik. sudah jadi istri lho. tolonglah ada unsur edukasi buat istri, agar tdk ada yg meniru sesuatu yg buruk. saya sbg istri malu
Lee_Ya: terimakasih kak buat komentarnya, stay tune terus ya buat tau cerita selanjutnya....lope sekebon 😍😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!