Jatuh cinta memanglah hal yang membahagiakan. Tapi, jika jatuh cinta tanpa dicintai, apakah masih dikatakan hal yang membahagiakan?
Itulah yang dirasakan oleh seorang wanita yang bernama Mita Yuriko. Jatuh cinta kepada seorang dokter bedah nan tampan yang banyak disukai oleh wanita cantik, merupakan tantangan bagi dirinya.
Ia terus menunjukan rasa sukanya kepada pria itu, namun pria tersebut tak pernah menanggapinya. Sampai pada akhirnya sebuah insiden yang seharusnya tak terjadi kepada mereka berdua, membuat keduanya menjadi terikat. Dan membuat mereka menyandang sebagai suami istri yang dirahasiakan dari orang-orang sekitar.
Apakah Mita masih memperjuangkan rasa cintanya itu? Apakah ia memilih menyerah saat mengetahui jika pria itu masih belum menyukainya?
——————
Info dulu. Cerita ini kelanjutan dari 'Perjuangan Cinta Si Gadis Desa' jadi, jika kalian penasaran awalan cerita mereka bisa baca dulu karya Author yang itu✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanda Naomi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 0028. Sebuah Keputusan
🍄🍄🍄
-
-
-
Masih ditempat yang sama, yakni diruang tamu. Beberapa menit setelah perkataan yang didengar oleh Mita, keheningan itu kembali terjadi.
Mita yang kala itu masih mencerna otaknya, sedangkan Fadli diam memberi waktu sejenak untuk wanita itu.
“Kami tau jika yang saya dan putra saya sampaikan tadi membuat nak Mita terkejut. Saya pun sama terkejutnya seperti nak Mita, saat mengetahui cerita dibalik ini semua. Dan putra saya sudah menceritakannya.”
“Ah? Saya lupa untuk memperkenalkan diri.” Pria paru baya itu diam sejenak, lantas menatap Mita dengan tersenyum.
Mita hanya diam dan terus menatap lelaki lanjut usia itu, yang sedang berbicara.
“Perkenalkan nama saya Farhan Bramata, saya merupakan papanya Fadli putra saya sendiri. Dan juga putri saya Filda,” ucapnya sambil merangkul gadis remaja itu yang ada disampingnya.
Tebakan Mita benar jika pria paru baya itu adalah ayah kandung Fadli. Memang siapa yang tak akan menyadari, jika keduanya memiliki wajahnya yang mirip.
“Apa kedatangan kami disini, menganggu kesibukan nak Mita?” tanya Farhan.
“Oh? Tidak, tidak om. Saya juga tak sedang sibuk sekarang,” jawab Mita gugup.
Farhan mengangguk, “Baiklah... apakah nak Mita siap membahas pasal pernikahan nanti?”
“Pe-pernikahan?” Mita tak mampu mengucapkannya.
“Iya, kami disini untuk membahas pernikahan nak Mita dengan putra saya Fadli.”
Mita langsung saja menoleh kearah Fadli, yang kala itu juga menatap dirinya. Ternyata apa yang dikatakan pria itu tempo lalu benar-benar serius, bahkan ia juga melihat jika pria itu membawa sebuah berkas yang dapat Mita tebak jika itu berkas pernikahan. Mita benar-benar merasa tak percaya akan hal itu.
“Ta-tapi, saya bahkan belum membahasnya dengan dokter Fadli...”
Farhan yang mendengar perkataan itu lantas menatap tajam putranya. Kemudian pria itu mengeplak lengan Fadli.
“Kamu ini bagaimana? Bahkan Mita saja belum memberikan lampu ijo padamu Fadli...” ucap Farhan sambil menggeleng kepala.
Fadli tampak tenang saja dengan wajah datarnya itu.
“Tapi sebelumnya saya sudah membicarakannya kepada dokter Mita, bukankah dokter Mita masih mengingatnya?”
Mita meneguk salifanya dengan kasar, pertanyaan Fadli itu benar jika pria itu sudah mengatakannya sebelumnya. Dan ia masih mengingatnya.
“Apa benar begitu nak Mita?” tanya Farhan.
Mita mengangguk samar. “I-iya,”
Farhan kembali tersenyum. “Itu berarti kalian berdua sudah membahasnya. Jadi, bukankah tak apa kita semua membahas pasal pernikahan kalian?”
“Apa-apaan kalian semua ini?!” Miko yang semula diam itu, sudah tak tahan lagi dan mengeluarkan suaranya agak keras. “Kalian sedang mengintimindasi kakak ku?” teriaknya.
“Mino! Jaga sikapmu.” Tegur Mita memelototi adiknya.
Miko mengacuhkan kakaknya. “Lihat kakak ku yang sedang kebingunggan. Apa kalian masih saja tetap memaksanya?” Miko menjeda ucapannya. “Bukankah pernikahan didasari atas kemauan dua pasangan itu. Jika salah satunya tidak mau, kenapa harus dibahas?”
Miko lantas mengalihkan pandangannya kearah Farhan. “Bukankah om pernah menikah? Anda pasti paham tentang hal itu.”
Farhan tersenyum mendengar ucapan pria remaja itu. Walau pria remaja itu tampak lemah dari luarnya, tapi dari dalamnya pria remaja itu tampak tegas dan berani. Farhan bisa menebaknya dari sorot mata yang berapi-api itu.
Dan Farhan sangat menyukai sifat itu.
“Ya... apa yang kamu katakan memang benar anak muda.” Ucap Farhan sambil menganggukkan kepala.
Sedangkan Fadli diam-diam tersenyum tipis mendengarnya.
“Kalau begitu saya akan diam saja. Biarkan keputusan penting ini dibahas oleh kedua orang bersangkutan. Semoga keduanya memikirkannya dengan matang,” ucap Farhan lalu melirik putranya.
Miko lantas menoleh kearah kakaknya. “Kak, bagaimana dengan keputusan kak Mita? Apapun itu, tolong pikirkan dengan baik-baik. Aku yang sebagai adikmu akan mendukung apapun keputusan kakak. Tapi aku harap kakak tak mengambil keputas secara tergesa dengan menikah.” Jelas Miko.
Mita diam tak menjawab, bibir wanita itu nampak keluh sulit mengeluarkan suara.
Fadli tentu menyadari itu, itu sebabnya Fadli tiba-tiba berdiri dari duduknya.
“Sepertinya kami berdua harus membicarakan hal penting dulu, secara empat mata.”
Mendengar itu Mita lantas mendongak dan menatap Fadli.
“Mari dokter Mita...” Fadli berjalan lebih dulu meninggalkan Mita.
10 detik berlalu, barulah Mita berdiri dari duduknya dan menyusul langkah Fadli.
“Saya permisi dulu.”
Farhan dan putrinya langsung bersitatap dan tersenyum bersamaan. Membuat Miko bingung melihatnya.
°
°
Mita berjalan menghampiri Fadli yang saat itu tengah menatap halaman depan rumah Mita. Halaman itu ditumbuhi banyak bunga sehingga membuat halaman itu nampak indah.
“Halaman anda sangat bagus dokter Mita, baik untuk memanjakan mata juga baik untuk menyegarkan tubuh. Anda sangat pandai merawatnya.” Ucap Fadli.
Mita juga ikut menatap halamannya. “Ya... sejak dulu saya sangat suka berkebun. Itulah mengapa saya menyukai hal-hal yang indah...” jawab Mita.
Fadli mengangguk menanggapi itu.
“Apa yang akan anda bicarakan kepada saya dokter Fadli?” tanya Mita langsung.
Fadli tersenyum sekilas. “Bukankah anda sudah faham dokter Mita? Anda tau, jika saya membawa anda kemari. Agar anda bisa menenangkan pikiran anda. Lalu anda bisa bicara sejujurnya dengan saya.”
Mita menghembuskan nafasnya dengan panjang. Lalu menatap sinar bulan yang ada dilangit.
“Apa anda benar-benar akan melakukannya? Anda tak akan menyesalinya?” tanya Mita.
Fadli menoleh dan menatap Mita. “Tidak akan. Jika berani melakukan, berarti berani bertanggung jawab, kan?”
Mita pun menatap Fadli. “Saya tidak mau ada rasa keterpaksaan dokter Fadli...” ujar Mita dengan suara lemah.
Fadli tersenyum kecil kembali. “Dokter Mita, tidak ada keterpaksaan dalam diri saya. Ketika menikah nanti, kita bisa menjalaninya. Apa anda ingin... ketika anak yang ada dirahim dokter Mita lahir. Menanyakan seorang ayah ketika kita tak jadi bersama? Apa anda ingin dia tumbuh tanpa kedua orang tua yang lengkap?” Fadli menanyakan hal itu dengan sorot mata yang dalam. Sampai menembus kedalam mata Mita.
“Saya bahkan tak ingin hal itu.” Jujur Fadli.
Mita menundukkan kepalanya, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Hembusan nafas panjang terus Mita lakukan.
Membuat Fadli terus menatapnya, lalu mendekat dan memeluk-mendekap erat tubuh wanita itu.
“Keputusan ada ditanganmu...” bisik Fadli.
-
-
-
🍄🍄🍄
Maap, author hilap kemarin enggak update😗 baru sekarang bisa update. Soalnya otak author lagi buntu. Ide buat nulisnya kemarin ilang diterpa angin...
untung aja lo selamat dri rayuan si dikta bejat filda
yg lain juga dilanjut donk 😆😆😆
semangat author 💪💪💪