Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Sengaja Bertemu
Karena sekolah SMA dan SMP hanya dibatasi pagar saja, Alif pun mengenali otomatis, Alif juga mengenali pesuruh di sekolah SMA.
Sekarang, Alif siapa mendapatkan izin dari pesuruh untuk menggunakan salah satu ruangan kosong di sekolah SMA, dia akan berjualan aneka snack disana.
Dan Alif membukanya hanya saat dia istirahat.
Dengan begitu, tabungan Alif semakin bertambah. Apalagi, Alif menamakan kantin itu dengan kantin jujur. Dia juga memasang replika cctv, dan jika ketahuan mencuri, Alif mengancam akan menyebarkannya. Sontak, semua siswa memilih jujur, karena takut jika aib-nya terbongkar.
Sekarang Alif sudah berada di kelas dua SMA. Dia mulai merasa bahagia mejalani hidupnya di masa-masa SMA. Walaupun begitu, tak seharipun Alif terlihat menunjukkan sikap ketertarikan pada lawan jenis.
Padahal, kata orang-orang cinta dimasa SMA itu indah. Namun bagi Alif, cinta belum waktunya ialah musibah.
Apalagi, beberapa teman sekelasnya yang berpacaran saat SMA, terlihat lebay di matanya.
Contohnya, seperti membawa sarapan untuk pacar, ataupun membelikan pacar jajan. Padahal, jika di lihat ataupun di telaah, keduanya masih di tanggung oleh orang tua mereka.
"Lif, hari ini kerja kelompoknya di tempat tinggalmu ya." ujar teman sekelas Alif.
"Oke, nanti kita kesana bareng-bareng." ujar Alif tersenyum.
Alif tak sedikit pun malu, kala orang-orang mengatakannya tidak punya rumah, dia juga gak malu kala teman-teman mengatakannya anak buangan. Karena menurutnya, itu ialah kenyataan. Dan kenapa harus malu, ataupun marah? Karena jika malu pun, keadaan gak akan berubah.
Begitu bel tanda pulang sekolah berbunyi, Alif menyuruh teman-temannya untuk ke sekolah SMP terlebih dulu, karena ia ada urusan yang harus di selesaikan. Padahal, dia hanya ke kantin, dan mengambil beberapa snack dan juga minuman dari mesin pendingin.
Setelah itu, baru lah, dia pulang setengah berlari, berharap jika teman-temannya tak bosan menunggu.
Eliza, gadis yang pernah satu kelas saat SMP bersama Alif, menjadi pemandu untuk teman-temannya. Dia menunjukkan ruangan dimana Alif tinggal. Tak lupa, dia juga menunjukkan bekas kelasnya dan Alif dulu.
"Tapi Alif hebat ya, kalo aku udah lama tinggal nama." cetus teman sebangku Eliza.
"Iya, makanya aku kagum padanya. Walaupun di terpa banyak masalah, Alif tak pernah mengumbarnya pada dunia. Dia memilih menyimpannya sendiri. Dan yang pasti, dia kuat, buktinya bisa bertahan walaupun ujiannya berat." puji Eliza menerawang bagaimana sifat Alif tempo dulu.
Eliza sering memperhatikan Alif yang mengenakan sepatu bolong, namun yang hebatnya Alif tak malu, dia masih bisa sekolah dengan tenang.
Alif datang membawa cemilan dan minuman, dia mengajak teman-temannya untuk memasuki satu kelas. Sebelumnya, dia juga sudah minta izin pada Zaki, untuk melakukan tugas kelompok di kelas itu.
"Jadi, kamu gak takut tinggal disini Lif?" tanya teman sebangku Eliza.
"Apa yang harus ditakutkan? Ini hanya sekolah." kekeh Alif, dia tahu kemana maksud pertanyaan teman sekelasnya.
"Bukan itu Lif, maksudnya kala dimalam hari."
"Gak, gak ada apa-apa disini, walaupun orang mengatakan jika di belakang sekolah ini banyak kuburan, tapi gak ada apa-apa disini. Dan aku nyaman tinggal disini." terang Alif.
Semua yang ada disana manggut-manggut, kecuali Eliza. Eliza semakin dibuat kagum dengan Alif.
Setelah kepulangan teman-temannya. Alif menemui Zaki. Sekarang, dia membatu Zaki untuk membersihkan kolam air mancur yang ada di depan kantor guru.
"Sekarang, kamu udah kelas dua. Berarti, tak lama lagi, kamu akan lulus. Apa kamu udah punya rencana, untuk kedepannya?" tanya Zaki, disela-sela mereka membersihkan kolam.
"Aku sudah memikirkannya pakde, tapi maaf, aku belum bisa cerita." sahut Alif.
"Syukurlah, semoga apa yang menjadi keinginanmu segera tercapai." harap Zaki tulus.
Karena hari makin sore, dan kebetulan ini hari weekend, seperti biasa Zaki pulang ke rumahnya. Tinggal lah, Alif dan kedua satpam disana. Alif berada di tingkat dua, sedangkan satpam berada di depan sana.
"Lif, aku di depan, sama satpam." Aziz mengirimkan Alif pesan.
Akan tetapi, demi keamanan, Aziz di larang masuk oleh satpam, itu semua karena sudah malam hari.
Dengan tergesa, Alif bergegas turun untuk menemui Aziz. Karena tadi sore, mereka berdua sudah janji ingin nongkrong di kafe, seperti teman-teman yang lainnya.
Jujur, ini pertama kalinya bagi Alif, dan itupun dia yang mengutarakan niatnya pada Aziz. Sebab, saat mendengar cerita dari teman sekelasnya, nongkrong disana terdengar mengasyikan.
"Sepertinya, kita harus ke toko baju dulu Lif." ujar Aziz menatap penampilan Alif.
"Kenapa?" Alif memperhatikan penampilannya. Dan, menurutnya, ini penampilan terbaik.
"Lif, aku dengar sama pakde, kamu disini digaji kan? Jadi, gak salahnya jika sesekali kamu memanjakan dirimu." ungkap Aziz.
Dia sedikit banyak tahu tentang Alif dari Zaki. Dan menurut pengakuan Zaki, Alif terlihat sangat hemat sekali. Bahkan, dia sangat jarang beli baju.
"Kita ke toko dulu ya?" kembali Aziz mengajak Alif.
"Kamu gak mungkin akan berpenampilan seperti ini di luar sana Lif, aku ngomong begini karena gak mau kamu malu. Lagipula, sekarang kamu udah bekerja. Beda sama dengan dulu." tutur Aziz, kala Alif menaiki sepeda motornya.
"Tapi ..."
"Aku tahu Lif, aku tahu tujuanmu untuk menghemat segala pengeluaran. Tapi, gak salahnya kamu berterima kasih sama tubuhmu sendiri. Lupakan sejenak dendam mu, buat dirimu terlihat lebih istimewa, karena secara gak langsung itu membuat mereka merasa tertampar, dengan penampilan mu." jelas Aziz, melajukan sepeda motornya dengan lambat.
"Baiklah, kamu benar!" seru Alif.
Dan malam ini, tujuan untuk ke kafe berbelok ke toko. Karena Alif, akan memanjakan dirinya sendiri, seperti kata Aziz.
Tak hanya sepasang, Alif membeli baju, celana dan juga sepatu untuk mendukung penampilannya. Tentu saja dia mempercayakan semua itu pada Aziz.
Saat Alif melihat sebuah jam tangan, dia terpaku, karena di toko depan, tempatnya membeli jam. Terlihat Misna sedang bersama Dika, anak dari Jaka.
Matanya menatap tajam pada perempuan yang melahirkannya. Dan, dendam itu semakin tumbuh, kala melihat Raffa yang juga ada di belakang ibunya.
Dan, kemesraan antar ibu dan anak, lagi-lagi terlihat. Karena Raffa, menggandeng tangan ibunya.
Sesaat, Alif dan Dika saling menatap, dan senyum sinis terlihat di wajah sepupunya.