Putri Kirana
Terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya menjadi sosok gadis yang mandiri dan dewasa. Tak ada waktu untuk cinta. Ia harus fokus membantu ibu. Ada tiga adiknya yang masih sekolah dan butuh perhatiannya.
"Put, aku gak bisa menunggumu tanpa kepastian." Satu persatu pria yang menyukainya menyerah karena Puput tidak jua membuka hati. Hingga hadirnya sosok pria yang perlahan merubah hari dan suasana hati. Kesal, benci, sebal, dan entah rasa apa lagi yang hinggap.
Rama Adyatama
Ia gamang untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan mengingat sikap tunangannya yang manja dan childish. Sangat jauh dari kriteria calon istri yang didambakannya. Menjadi mantap untuk mengakhiri hubungan usai bertemu gadis cuek yang membuat hati dan pikirannya terpaut. Dan ia akan berjuang untuk menyentuh hati gadis itu.
Kala Cinta Menggoda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Ayo Kita Mainkan
Rama kini beralih bercengkrama dengan pemilik ponsel. Mendengar langsung suara Putri Kirana yang berucap salam dengan sungkan.
"Pak Rama, maaf ya.... adik saya sudah lancang menerima telepon bapak----"
Rama mengingat-ngingat, kapan terakhir kali ia merasakan dada yang meluap penuh, saking bahagianya mendengar suara seorang perempuan yang ia suka. Dengan Karenina dulu rasanya tidak seperti ini rasa kasmarannya.
Ah...benarkah aku udah kasmaran?!
"Hallo, Pak?!"
"Eh, Iya Put. Justru saya yang minta maaf udah telepon malam, di luar jam kerja." Rama bisa menguasai rasa girangnya, berucap dengan gaya wibawa seorang boss.
"Gak papa...ngobrol sama Ami menyenangkan kok. Dari tadi saya terhibur. Ami lucu ya---" sambung Rama diiringi kekehan.
"Saya gak tahu Ami ngobrol apa aja....anaknya udah ngacir. Tapi kalau tadi Ami bicara aneh-aneh jangan didengerin ya, Pak." Suara Puput terdengar khawatir.
Rama tersenyum lebar. Beralih pindah ke sofa, duduk dengan senyaman mungkin untuk melanjutkan percakapan jarak jauhnya.
"Hmm..bicara aneh-aneh tuh yang gimana ya? Soalnya tadi Ami bicara banyak" Pancing Rama.
"Itu....emm....anu... Misal Ami bilang Pak Rama itu pacar saya. Jangan dianggap ya Pak...dia suka nyebelin deh."
"Oh, takut pacar kamu denger dan marah ya?!"
"Kebalik kali, Pak. Nanti kedengeran pacar Pak Rama dan salah faham. Aku mah belum punya pacar."
Rama tersenyum semringah. Akhirnya berhasil mengorek informasi yang sangat krusial baginya. Semakin mantap untuk memperjuangkan mojang Ciamis itu.
"Pak....maaf. Ada hal apa Bapak telepon saya?!"
Rama menyayangkan pertanyaan Puput yang seolah menjadi kode akan berakhirnya percakapan. Padahal masih betah berlama-lama mendengarkan suaranya. Tapi ya jarus disadari. Demi jalan mulusnya modus.
"Ah iya, saya mau minta nomer rekening kamu. Kan saya udah janji bakal ngasih bonus setelah dua hari sukses jadi sekretaris. Kirim via chat ya, Put!"
"Baik, Pak Rama. Terima kasih sebelumnya ya. Kalau gitu saya tutup telponnya dulu."
"Oke."
Rama pun menjawab ucap salam Puput sebagai akhir percakapan. Layar ponsel kini menghitam. Ia tekankan ke kening dengan mata terpejam. Ruang hampa kembali terasa menyapa.
Sabar....sabar.. .bereskan dulu masalah di sini.
Rama mulai memikirkan rencana hari esok. Namun konsentrasinya buyar oleh suara ketukan di pintu kamarnya. Bi Lilis memanggil namanya.
"Ada apa, Bi?" ujarnya saat pintu dibuka.
"Den Rama ditunggu Pak Haji di ruang kerja sekarang!"
Rama mengangguk. Dengan langkah lebar segera turun ke lantai bawah menuju ruang kerja Papi Krisna.
Rama duduk berhadapan terhalang meja kerja. Memperhatikan Papi Krisna yang membuka tas laptop yang ternyata isinya adalah setumpuk kertas. Ia menunggu papinya berbicara.
"Rama, besok pagi Papi jadi ke Lombok. Honeymoon. Papi cuti kerja lima hari."
"Wah, Papi gercep." Rama memuji sekaligus menggoda. Karena memang setiap tahun orangtuanya selalu menjadwalkan liburan honeymoon. Katanya untuk memupuk keharmonisan dan kasih sayang agar tidak bias dimakan waktu dan usia.
Papi Krisna menghela nafas panjang. "Kali ini beda. Ada misi mau buat pengakuan dosa karena udah gak jujur bertahun-tahun. Moga aja Mami kamu gak marah."
"Tenang, Pi. Palingan Mami marah di awal aja. Pasti Mami bisa menimbang kebaikan Papi lebih banyak daripada keburukannya. Papi harus sabar dan terima salah." Rama memberi dukungan.
Krisna mengangguk. "Setelah Papi terbuka sama kamu, Papi jadi berani menghadapi konsekuensi yang akan terjadi ke depannya."
"Dan ini..." Krisna menyodorkan berkas yang ada di tangannya untuk dibaca Rama. "Itu adalah bukti pemerasan yang dilakukan Rio selama ini. Papi sengaja menggiring dia komunikasi lewat chat agar ada jejak digital."
Rama meneliti dengan seksama transkrip percakapan antara Rio dan papinya berikut bukti transfer. Ia membuka secara acak. Dan hampir di setiap lembar ada kalimat ancaman berupa akan menyebar foto ke media, saat telat mentransfer uang.
"Apa Papi selama ini hanya pasrah mengikuti kemauan Rio?!" tanya Rama dengan geram mengetahui kebusukkan ayahnya Zara itu.
"Tentu tidak, Nak. Papi udah nyuruh orang buat investigasi mencari dimana barang bukti foto disimpan oleh Rio. Sampai berhasil mencuri laptop dia. Tapi zonk."
"Ditambah Rio dulu tinggalnya di Makassar. Cukup sulit melacaknya. Dan sekarang Papi sudah tahu dimana foto-foto itu adanya. Dan hanya kamu yang bisa mengambilnya dengan memanfaatkan Zara." Pungkas Krisna sambil menatap penuh harapan agar Rama bisa menjadi eksekutor.
"Di mana, Pi?!" Rama tergelitik ingin tahu.
"Ternyata dulu orang suruhan Rio memotret pakai hape lama Zara yang gak dipake lagi. Merknya IP series X warna merah. Rio sama sekali tidak mengcopynya."
"Kamu harus bisa dapatkan hape itu. Ada di rumah Rio yang sekarang, di jalan Mampang. Papi harap saat pulang dari Lombok, kamu udah berhasil mencurinya."
...***...
Jalan raya ibukota dengan lalu lintasnya yang padat, nampak kecil dilihat dari lantai 25 sebuah gedung perkantoran Adyatama Grup. Dua orang pria masih berdiri bersisian dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Menatap asal tanpa menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit di hadapan pandangan mereka.
"Menurutku, Om Kris seharusnya tak perlu menunggu selama ini untuk jujur sama Tante Ratna." Damar mulai bersuara setelah mendengar cerita Rama tentang kejahatan Rio.
"Aku juga tadinya berpikiran begitu. Tapi Papi punya alasan tersendiri. Resikonya ya gini...harus siap menerima kemarahan Mami." Rama menggedikan bahu. Berharap hubungan orangtuanya tetap baik. Ia tulus mendo'akan saat tadi pagi melepas Mami dan Papi berangkat ke bandara. Semoga tidak ada yang berubah dari hubungan keduanya. Tetap mesra dan harmonis.
"Jam berapa Zara mau ke sini? Gue mau cabut kalau dia ada di ruangan ini. Bikin eneg." Damar berlagak seperti mau muntah.
Rama menghembuskan nafas kasar. "Gue kepaksa harus akting demi misi cepat beres....demi mengejar Puput---" pandangannya menerawang pada sebingkai wajah cemberut yang tengah menyetir mobil miliknya. Berubah tersenyum sendiri membayangkannya.
"Ck, jangan kambuh lagi gilanya." Damar meninju bahu Rama. Beralih melenggang pergi menuju meja kerjanya. Tahu, siapa yang membuat sang sahabatnya berlaku seperti itu.
Pintu ruangan di dorong dari luar tanpa salam. Masuklah Zara dengan berlenggak lenggok serta wajah riang . Tak menyangka Rama berinisiatif mengajaknya untuk makan siang. Biasanya selama ini dialah yang selalu aktif merayu.
"Sayaaaang....tau gak sih aku tuh hepi banget." Zara menggelayut manja di lengan Rama. "Aku berasa mimpi ditelpon kamu. So surprise deh ihh." sambungnya tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya.
Rama tersenyum manis. "Ini sebagai kompensasi karena waktu di Ciamis aku sibuk dengan kerjaan. Gak sempet nemenin kamu jalan-jalan. Maaf ya---"
"My God---- sweet banget sih sayang. Makin cinta deh." Zara membelai dada Rama sambil mengerling manja.
Damar yang gerah menyaksikan interaksi keduanya, beranjak pergi keluar tanpa permisi.
"Aku juga udah gak sabar pengen ke rumah kamu, Zara. Kapan Om dan Tante gak ada di rumah? Karena aku pengen berduaan aja sama kamu." Rama tersenyum miring sambil mengedipkan sebelah mata.
"Ish ish....kamu mulai nakal, sayang. Tapi aku suka." Zara menjawil dagu Rama dengan gemas dan senang. "Mama dan Papa besok sore mau ke Makassar. Ada undangan wedding anaknya relasi Papa. Kita bisa leluasa berduaan melakukan apapun yang kita mau," sambungnya dengan bibir menggoda.
"Oke. Kabari aja. Nanti aku meluncur ke rumahmu. Sekarang ayo lunch!" Rama menggandeng lengan Zara. Membuat perempuan itu terpana dan senang bukan kepalang tunangannya berubah manis.
...***...
Maafkeun dikit up nya. Lagi cape dengan rl yang padat. And now.....ngantuk 🙈