Nuansa dan Angger adalah musuh bebuyutan sejak SMA. Permusuhan mereka tersohor sampai pelosok sekolah, tiada yang luput untuk tahu bahwa mereka adalah dua kutub serupa yang saling menolak kehadiran satu sama lain.
Beranjak dewasa, keduanya berpisah. Menjalani kehidupan masing-masing tanpa tahu kabar satu sama lain. Tanpa tahu apakah musuh bebuyutan yang hadir di setiap detak napas, masih hidup atau sudah jadi abu.
Suatu ketika, semesta ingin bercanda. Ia rencakanan pertemuan kembali dua rival sama kuat dalam sebuah garis takdir semrawut penuh lika-liku. Di malam saat mereka mati-matian berlaku layaknya dua orang asing, Nuansa dan Angger malah berakhir dalam satu skenario yang setan pun rasanya tak sudi menyusun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She Knows
Sementara itu, selagi Angger menikmati sedikit waktunya dengan masakan K yang tulus penuh cinta, tim di lapangan mulai bekerja sesuai perintah yang diterima. Mereka saling menyalurkan kode khusus, yang kemudian langsung dieksekusi menjadi tindakan.
Satu agen dengan lokasi paling dekat dengan si penguntit, bergerak sesuai instruksi. Mula-mulanya, agen yang merupakan seorang wanita berusia 50-an itu tampak celingukan, tangan berada di atas alis, seperti tengah mencari sesuatu di tengah lalu-lalang manusia di taman pagi itu. Kemudian, dia mulai berjalan dengan pandangan meleng, sengaja menargetkan si penguntit hingga terjadilah tabrakan.
"Aduh, aduh!" Agen wanita itu berseru heboh. Menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar, termasuk Nuansa.
Si penguntit yang panik karena tiba-tiba menjadi pusat perhatian, menurunkan topi hingga semakin mengcover wajahnya. Dia pura-pura membantu si agen wanita bangkit, lalu secepat kilat bergegas pergi dari lokasi.
Satu persatu orang mengalihkan perhatian, kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing. Nuansa pun sama. Dia hanya menatap sekilas pada agen wanita yang berdeham canggung membetulkan posisi jilbab, tanpa menghiraukan si penguntit yang berjalan menjauh dengan langkah lebar-lebar.
Di saat situasi kembali kondusif, agen wanita menekan telinga yang tersembunyi di balik jilbab bergo warna pink. Lebih tepatnya, menakan tombol pada alat komunikasi yang terselip di telinganya.
"Mission success, taget dikunci," lapornya, dengan suara berbisik.
Agen lain, yang sekarang cosplay menjadi tukang bubur ayam di sisi luar taman, menyentuh bagian kerah kaus dan berkata,
"Oke, segera kembali ke posisi."
Diiyakan langsung oleh si agen wanita. Dia kembali ke posisinya, melanjutkan aktivitas pagi layaknya orang lain, jalan-jalan ringan di area taman, sesekali bersenandung pelan. Ketika melewati Nuansa dan tatapan mereka tak sengaja bertemu, agen wanita itu menunduk kecil dan tersenyum. Yang dibalas Nuansa dengan senyum tipis basa-basi.
Di sisi lain, si penguntit tadi sudah berlalu jauh, pergi meninggalkan area taman setelah mengalihkan tugas kepada rekannya yang bersembunyi di titik lain. Dia bergerak bebas tanpa tahu, bahwa di bagian belakang jaketnya sudah tertempel alat pelacak berbentuk chip kecil serupa stiker, yang berhasil ditempelkan oleh si agen wanita saat mereka bertabrakan tadi.
Alat pelacak itu sudah bekerja, hasilnya langsung muncul di layar ponsel agen utama yang selama ini bertukar pesan langsung dengan Angger. Agen utama yang kini mendalami perannya sebagai driver ojek online, nangkring di atas motor seolah sedang menunggu orderan. Orang-orang di sana tidak akan terlalu mencurigai meski si agen utama terus fokus pada ponselnya. Akan dianggap wajar. Mereka paling hanya melirik sekilas, lalu melengos begitu saja.
Tetapi hal tersebut sepertinya tidak berlaku bagi Nuansa. Si agen yang sedang fokus menatap layar ponsel, hampir mendapati jantungnya bergedebuk di tanah saat tahu-tahu Nuansa berhenti beberapa langkah di depannya. Perempuan itu menatapnya lama, seperti sedang memindai dari ujung kepala sampai kakinya.
Si agen ikutan meneliti penampilannya sendiri. Meski sudah yakin 1000 persen outfit yang dikenakannya sudah sangat mamang ojol coded. Sejauh pengalamannya menyamar, belum pernah juga tuh yang namanya ketahuan.
"Mbak," Akhirnya, dia memberanikan bicara duluan. Daripada terus dipandangi begitu, kesannya seperti seorang buronan. "Mbak butuh sesuatu? Ada yang bisa saya bantu?"
Namun, alih-alih membalas pertanyaannya, Nuansa hanya menatap datar, kemudian malah tiba-tiba berjongkok--yang lagi-lagi gerakannya itu membuat si agen utama tersentak.
Rupa-rupanya, Nuansa berjongkok untuk memungut seekor anak kucing yang duduk gemetaran di dekat ban depan motor si agen utama. Anak kucing bermotif mujair itu tampak kurus dan ketakutan. Saat tubuhnya diangkat pun, suara ngeongnya tidak terdengar, hanya mulutnya saja yang terbuka menampakkan gigi-gigi kecilnya yang belum tumbuh sempurna.
"Mas mau dapat duit nggak?" kata Nuansa.
Si agen gelagapan, mengerjap beberapa kali, lalu spontan mengangguk patah-patah. Jawaban itu disambut oleh Nuansa dengan menyodorkan anak kucing yang dipungutnya ke hadapan si agen utama.
"Kalau mau, tolong anterin saya ke pet care dekat sini. Bisa nggak? Saya nggak punya aplikasi soalnya."
Si agen diam sebentar, mencoba mencerna situasi. Ekor matanya berkelana, memeriksa keadaan tiga agen lain yang fokusnya sedang berada di titik yang sama. Aduh... boleh nggak ini? Harus minta izin Chief dulu atau nggak? batinnya. Takutnya, kalau bertindak sendirian, nanti bos besar marah. Kalau marah, semuanya bisa runyam. Mereka bisa kena amuk, bahkan lebih parah terancam kehilangan pekerjaan.
"Mas!" sentak Nuansa, agak ngegas. Satu kakinya sampai mengentak gemas.
"Eh, i-iya, Mbak," balas si agen utama patah-patah. "B-boleh, boleh. Ayo, saya antar."
Nuansa menggerutu pelan atas respons agen utama yang tidak cekatan. Namun, dia tetap naik ke atas motor matic yang tampaknya masih baru itu. Helm pun dipakainya, tetap taat aturan meski sebetulnya tidak nyaman mengenakan sesuatu di atas kepalanya yang terbiasa terpapar udara bebas.
"Mbak tahu pet care dekat sini ada di mana?" tanya si agen utama.
"Nggak tahu," sahut Nuansa singkat. "Mau saya yang cari?"
Nuansa menepuk bahunya, menginstruksikan untuk jalan saja dulu, baru nanti pikirkan rutenya. Agen utama itu tidak punya pilihan. Akhirnya motor distater dan dibawanya Nuansa pergi meninggalkan area taman. Sambil menyetir, dia sibuk dengan ponselnya yang ditempelkan di bagian depan. Dia sedang mengirim pesan pada tiga agen yang dia tinggalkan, sekaligus meminta disampaikan kepada Chief Angger dan juga K bahwa telah terjadi hal tak terduga yang harus diurusnya.
"Ke sini aja nih, rating-nya paling bagus."
Sekali lagi, napasnya hampir berhenti saat Nuansa tahu-tahu menyodorkan ponselnya. Lengan wanita itu bertumpu nyaman di bahunya, sedangkan dirinya khawatir setengah mati kalau-kalau kontak fisik sederhana itu bisa menjadi masalah.
"O-oke," sahutnya gugup. "Mbak bacakan map-nya ya, biar saya fokus nyetir."
Nuansa mengiyakan, dan mereka pun melaju menyusuri jalanan Sabtu pagi yang lengang. Si agen utama membagi fokus, antara mendengarkan instruksi dari Nuansa untuk kapan dirinya harus berbelok, dan juga memperhatikan satu unit mobil SUV yang terus membuntut di belakang motornya.
Itu pasti mobil yang di dalamnya berisi orang-orang jahat. Musuh yang harus mereka tumpas sebelum sempat melukai Nona Kertapati yang ingin dijaga mati-matian oleh Chief Angger yang mereka hormati.
"Tiga ratus meter di depan, belok kiri," kata Nuansa lagi, memberikan instruksi.
Namun, kali ini, si agen utama tidak langsung mengiyakan seperti sebelumnya. Ragu-ragu, ia malah berkata, "Mbak, keberatan nggak kalau saya cari jalan lain? Jalan tikus, gitu. Biar lebih cepat."
Dia tahu ucapannya berisiko. Bisa saja Nuansa akan curiga, atau malah berpikiran buruk padanya, mengira dirinya memiliki niat jahat dan hendak merampas barang-barang berharga milik perempuan itu. Tetapi untuk saat ini, dia tidak punya pilihan.
Tiga rekannya yang lain butuh waktu untuk menyusul, sehingga berbahaya jika dirinya tetap nekat melalui jalur utama, dan membuat para penguntit itu bisa menyusul dengan mobil besarnya. Setidaknya, dengan lewat jalur tikus, dia bisa mengulur waktu.
Akan tetapi, jawaban Nuansa sudah bisa diprediksi. Dia menolak untuk dibelokkan ke jalur tikus.
Hanya saja, alasan di balik penolakan itu, justru membuat si agen utama serasa dipaksa menelan bongkahan batu bulat-bulat.
Dengan suaranya yang dalam, ditambah kepalanya yang maju hingga bibirnya persis berada di dekat telinga sang agen utama, Nuansa berkata, "Terus aja lewat jalur utama. Saya mau tahu sampai mana mereka mau mengikuti saya."
Bersambung....