Aksa bertemu dengan gadis pemilik toko kue yang memikat hatinya, namun ia terpikat bukan karena gadis itu sendiri, melainkan terpikat karena gadis itu sangat mirip mendiang istrinya.
Aksa berusaha mendekati Si Gadis untuk bisa mendapatkannya, bagaiman pun caranya ia lakukan bahkan dengan cara licik sekalipun, asalkan ia bisa memiliki gadis yang sangat mirip dengan mendiang istrinya
Akibat obesesi Aksa yang melampaui batas, gadis itu pun terjerumus dalam lembah penuh hasrat Si Pria yang dominan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LebahMaduManis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Selepas mengantar Tamara keluar dari ruangannya, Aksa duduk di sofa, ia memilih duduk di hadapan gadis yang ia tunggu-tunggu kedatangannya "Hallo, Nona, terimakasih sudah berkenan datang dikantor saya" Aksa melempar senyuman pada Gadis di hadapannya.
Erina membalasnya dengan senyum tipis yang terukir di bibirnya, si Gadis tak berani menatap pria yang berada di hadapannya, sehingga dari tadi ia hanya menunduk. Bukan karena malu, namun sorot mata Aksa yang sangat tajam seolah sedang mengintimidasinya, memunculkan pertanyaan dalam batinnya "sebenarnya apa yang ia lihat dalam diriku?" perawakan Aksa yang tinggi, tampangnya yang tegas, dan wibawanya sangat terpancar, berbeda jauh dari Aksa ketika menyambanginya di Toko, membuat Erina tak mampu banyak membuat alasan untuk menghindar.
"Ini kopi yang bapak ingin kan, saya tidak mencampurkannya dengan es, karen takut esnya mencair dalam perjalanan kesini bisa mengubah rasa kopinya" ucap Erina, dengan nafas yang terengal-engal ia memberanikan diri memulai obrolan, juga untuk menepis ke tegangan dirinya atas lawan bicaranya
"Terima kasih, Nona" Aksa memperhatikan polah gadis itu, ia menyadari bahwa sejak ia duduk di hadapannya Erina hanya menunduk, membuat Aksa ikut menunduk untuk mengintip wajah mungil Erina.
"Nona, apa yang kamu lihat di bawah? Apa ada hal yang lebih menarik di bawah sana?"
Erina terperanjat, dengan spontan ia meluruskan pandangan pada orang yang berada di hadapannya, senyum manis tersimpul di wajahnya, begitu pula dengan matanya yang seakan ikut tersenyum, cekungan yang berada di pipinya pun sangat nampak terlihat.
Degup jantung Aksa semakin kencang tatkala melihat senyuman Erina yang sebelumnya tak semanis ini dilhatnya, ia tak bisa mengalihkan pandangan ke lain Arah, senyumannya memancarkan ketenangan, ia hanya menatap Erina yang tersenyum sungguh sangat cantik. Namun lagi-lagi yang ia lihat adalah Ayesha buka Erina sebenarnya.
Aksa memalingkan pandangannya dan memejamkan mata sepersekian detik. "Ingat Aksa kamu mendekatinya karena gadis ini mirip Ayesha" ucapnya dalam batin.
"Rio, ambilkan minuman di pantry yang sudah saya pesan tadi, dan bawakan semuanya kesini" pinta Aksa, bola matanya sesekali bergulir untung memandang Erina
"Tenang Nona, ini hanya minuman biasa bukan minuman beralkohol" ujarnya, memastikan Erina tak berpikiran akan mengadakan acara minum-minum hingga tak sadarkan diri
"Baik pak, tapi maaf, apa kita akan mengadakan acara?" Tanya Rio, ia berdiri setelah Aksa memerintahkannya
"Tentu, saya juga akan panggil sekertaris saya dan beberapa staf untuk ikut dalam acara ini"
Aksa menggapai gawainya yang berada di meja, jarinya mengetikan sebuah pesan "tolong hadir di acara perayaan Apresiasi atas kinerja kalian dan ulang tahun Personal Assistent saya, harap datang ke ruangan saya setelah menyelesaikan tugasnya masing-masing hari ini" Aksa mengetikan pesan itu pada grup chat Karyawan yang berisi beberapa orang yang bekerja terlibat langsung dengan dirinya.
Sontak membuat gaduh dalam grup chat tersebut, biasanya grup chat itu hanya berisi tugas dan komplenan si Atasan, kali ini Atasan yang penuh ketegasan dan memiliki keterbatasan ekspresi mengirimkan pesan undangan acara perayaan untuk karyawannya, tentunya tak semua karyawan yang ia undang, jika mengundang semua, tentu di perlukan menyewa satu gedung luas nan mewah.
Navella sang sekertaris, setelah membaca pesan dalam grup nya spontan menghampiri Atasannya diruang kerjanya memastikan apa pesan itu benar? Navella pada awal nya beranggapan bahwa handphone atasannya sedang di retas orang "Pak Aksa maaf permisi" ucap Navella dengan deru nafas yang terengal-engal, hingga yang nampak hanya kepalanya saja sebagian tubuhnya masih berada di balik pintu "itu benar-benar bapak yang kirim pesan digrup?"
"Tentu saja, tolong bawakan minuman untuk tamu saya, dan es batu di gelas"
"Baik pak, segera"
Rio sudah keluar dari ruangan sejak Aksa memberi perintah padanya, ia pun berjalan menuju pantry menuruti titah atasannya. Kini dalam ruangan ini hanya ada Aksa dan Erina.
Erina menggigit bibir bawahnya, matanya bergulir kesegala arah, dan menekan ruas-ruas jarinya hingga menimbulkan bunyi, Erina terlampau panik, tatkala hanya ada ia berdua di ruangan itu, Erina kikuk tak tahu apa yang harus ia lakukan, apa ia harus undur pamit dari tempat itu?
Aksa bisa merasakan kepanikan yang Erina ungkapkan melalui gestur tubuhnya "Nona, kenapa Ekspresimu saat di toko dan disini sangat berbeda?" Namun untuk si pria ini, tak mempermasalahkan soal gesturnya, justru membuat si pria tergelitik hingga ia mengulum senyum beberapa kali
"Ng ... Anu—" Erina menggaruk kepalanya yang tak gatal "aduh jawab apa ini?" Ungkapnya dalam batin "karena— di toko ekspresi hangat dan ramah sangat diperlukan untuk kenyamanan setiap pengunjung yang datang"
"Apakah karena ini bukan ditokomu sehingga kamu tak memberikan ekspresi ramah dan hangat itu?" Ia tersenyum datar
"Bukan-bukan pak"
"Permisi pak, ini minumannnya" untungnya sekertarisnya datang membawa minuman untuknya.
"Terimakasih" Erina mengangguk kecil kepada Navella, setelah mengantar minuman Navella pun keluar kembali ke mejanya
"Silahkan dinikmati Nona"
"Apakah ini jus Nanas?" Tanya Erina
"Iya Nona"
"Wah kok bisa pas banget kalo saya sangat suka sama jus Nanas" seru Erina, ia menggapai gelas di meja kemudian meneguknya
"Tentu saya tahu Nona"
Erina tersedak karena ucapan orang dihadapannya, "bagaimana ia bisa Tahu?"
"Kenapa bapak bisa tahu?" Timpal si gadis
"Setiap saya datang ke toko bukankah kamu selalu membawa jus Nanas, dan beberapa kali kamu menghabiskannya dalam sekali tegukan, saat Toko sedang tak ramai pengunjung?" Tukasnya, Aksa pun meminum kopi yang di bawakan Erina yang telah ia campurkan dengan Es batu
"Bapak mata-matai saya ya?" Ujar Erina, matanya memicing menatap si lawan bicara, sepertinya Erina sudah tak terlalu panik seperti sebelumnya, nada bicaranya terdengar lebih santai
Aksa hanya terkekeh, tatkala apa yang si gadis sangkakan itu benar, hanya saja dia tak mengetahuinya, hal apa yang tak Aksa ketahui tentang Erina?
Aksa mencondongkan badannya "Nona, saya ingin tahu, alasan apa kamu melamar kerja dikantor saya?"
"Loh... bapak tahu saya pernah melamar kerja disini?" Tanya Erina tersipuh, ia kembali menyimpan gelas jus yang ia genggam
"Ya ... karena itu lah awal pertama saya bertemu denganmu" Aksa tersenyum
"Tapi saya gagal jadi karyawan bapak"
"Mungkin kamu gagal untuk jadi karyawan saya, namun akan saya pastikan kamu tidak akan gagal menjadi istri dari pemilik perusahaan ini" lirih Aksa dalam batinnya, tentu dengan tatapan tajam yang penuh ambisi menatap gadis yang berada di depannya. "Posisi apa yang kamu ambil saat melamar disini?"
"sesuai kemampuan saya, saya melamar untuk menjadi asisten koki diperusahaan bapak, entah jadi asisten koki dikantor atau asisten koki di pesawat" ucap jelas Erina, ia mengubah posisi duduknya dengan menyilangkan kaki nya
"Apa kamu masih menginginkan posisi itu?"
"Tidak !" Jawab tegas Erina seraya menggelengkan kepalanya satu kali
"Kenapa?"
"Karena saya sudah menjadi kepala koki di toko saya sendiri" senyum merekah tersimpul di wajahnya, tersirat dalam gurat wajahnya ia bangga pada dirinya saat ini
Aksa tertawa kecil "Berarti kamu sekarang sudah mendapatkan posisi lebih dari yang kamu inginkan sebelumnya diperusahaan saya"
"Betul pak" Erina terkekeh
Kini atmosfer dalam ruangan itu seakan semakin banyak memuat oksigen untuk dihirup, ruangan yang tadinya terasa sesak untuk Erina karena rasa ketidak nyamanan yang melandanya, kini oksigen yang masuk ke peru-parunya berangsur stabil, Erina pun beberapa kali melayangkan tawa kecil pada lawan bicaranya
...***...
...JANGAN LUPA TINGGALKAN LIKE DAN KOMENNYA YAA READERS...