NovelToon NovelToon
Cinta Masa Kecil Ustadz Athar

Cinta Masa Kecil Ustadz Athar

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Perjodohan / Nikahmuda / Dijodohkan Orang Tua / Kisah cinta masa kecil / Cintapertama
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fega Meilyana

"Jika kamu ketauan bolos masuk kelas maka saya akan menikahi kamu saat itu juga!

***

"Cila, ayah mohon penuhi keinginan terakhir bundamu nak, kamu harus setuju dengan perjodohan ini."
"Cila masih mau sekolah ayah! Masa disuruh menikah? Yang benar saja!"

***

"Kok Ustadz disini?"
"Saya suami kamu sekarang."
Cila terkejut dengan kenyataan di depannya. Ia tidak mengira yang akan menjadi suaminya adalah Ustadz Athar, guru di pesantrennya yang selalu menghukumnya itu.
"Ayaaahhh!! Cila gak mau nikah sama Ustadz Athar, dia sering hukum Cila." Rengek Cila dengan ayahnya.

***

Arsyila Nura Nayyara, gadis yang agak nakal dikirim ayahnya ke sebuah pesantren. Bundanya sudah meninggal saat Cila berumur 14 tahun. Bundanya sebelum meninggal sudah membuat beberapa rekaman video. Setiap Cila berulang tahun, ia selalu melihat video bundanya. Dan saat Cila berumur 18 tahun, bundanya meminta untuk Cila menikah dengan anak dari sahabatnya. Gimana kisahnya? yuk ikuti!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fega Meilyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan coklat berdua

Masih menggema suara yang tadi disampaikan oleh abang sepupunya itu. "Ustadz Athar sudah menikah!"

Seperti ada petir yang menyambar dirinya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak memikirkan perkataan beberapa kata itu. Ia ingin menolak kenyataan tapi memang seperti itu kenyataannya. Tanpa sadar air matanya luruh begitu saja, ia tidak sanggup lagi jika harus mendengar banyak hal yang selama ini tidak ia ketahui.

Beberapa menit yang lalu...

"Ustadz Athar sudah menikah!"

"Ha?"

Deg!

Fara masih mematung, ia masih mencerna apa yang baru saja Gus Alif katakan. Sedangkan Ning Anin tampak pucat, mengapa Gus Alif langsung berkata seperti itu. Bukannya Ning Anin menyembunyikan itu semua hanya saja.... Waktunya yang belum tempat untuk Fara tau, ia baru kembali, namun kenyataan pahit sudah ia terima. Ning Anin menoleh ke arah Gus Alif dengan tatapan seolah ingin mengatakan: "kenapa mas Alif katakan itu sekarang."

"Mas Alif bercanda? Bercandanya Mas Alif tidak lucu."

"Aku tidak sedang bercanda, memang Ustadz Athar sudah menikah dan acaranya Jum'at kemarin. Hanya keluarga Ndalem yang di undang."

"Aku tidak percaya." Jawab Ning Fara dengan cepat. Ia tidak ingin mempercayai begitu saja.

"Terserah, kalau kamu tidak percaya tanyakan dengan abah dan umi. Atau bisa tanyakan pada Ustadz Athar sendiri."

"Maaf Fara, aku tau kamu sejak kecil menyukai beliau tapi kamu tau sendiri kan bahwa sejak dulu beliau menutup dirinya. Aku hanya tidak ingin-"

"Maaf mbak, mas, aku permisi dulu." Potong Ning Fara, ia tidak ingin mendengar apapun lagi.

Ning Anin ingin menghentikan langkah Ning Fara, ingin menjelaskan sesuatu namun langkahnya terhenti kala lengannya di tahan oleh Gus Alif.

"Jangan susul dia, biarin dia punya waktu untuk dirinya sendiri."

Ning Anin menepis tangan Gus Alif. "Mas Alif kenapa bicara seperti itu dengan Fara sekarang? Dia itu baru balik lagi mas. Kenapa harus diberi tau sekarang?"

"Lalu kapan Anin? Bukankah lebih cepat lebih baik-agar dia tidak mempunyai perasaan lebih atau berharap banyak lagi dari Ustadz Athar."

"Aku tau tapi aku gak tega jika ia harus tau sekarang. Pasti Fara sakit hati mas-kecewa. Sudah sejak kecil ia menaruh hati pada Ustadz Athar."

"Itu kamu tau, karena hal itu... Jangan sampai ia terluka lebih lama lagi. Ustadz Athar sudah menikah dan tidak baik bagi perempuan menyimpan perasaan pada seorang laki-laki yang sudah menikah. Dari dulu Fara tau bahwa Ustadz Athar sudah lama menolaknya, beliau tidak pernah memberikan harapan namun Fara masih terus berusaha."

Ada sedikit jeda sebelum Gus Alif melanjutkan ucapannya. "Kamu itu lebih tua darinya Anin tapi kamu seolah mendukungnya." Suara Gus Alif terdengar datar namun mampu menusuk adiknya itu.

"Tidak!" Jawab Anin dengan cepat. "Aku tidak mendukungnya."

"Kalau kamu tidak mendukungnya, kenapa kamu tidak menjawab saja ketika ia bertanya?"

Anin tidak menjawab, ia bingung bagaimana cara menjelaskannya. Anin hanya tidak ingin Fara kecewa, ia baru saja tiba di Ndalem. Namun sudah menelan kepahitan.

"Bahkan kamu tidak menjawab. Aku paham kalau kamu takut Fara kecewa, tapi justru ia harus tau sekarang, karena aku tidak ingin suatu saat nanti akan menimbulkan masalah ke depannya."

Setelah berkata seperti itu, Gus Alif masuk ke dalam rumah meninggalkan Ning Anin dengan pikiran yang masih tertuju kepada perasaan Fara.

***

Fara masih duduk di gazebo dekat taman pesantren. Tatapannya masih sendu, dirinya memang diam dengan sesekali air mata jatuh di pipinya. Namun siapa sangka di dalam hati dan pikirannya begitu berkecamuk.

"Kenapa dia sudah menikah? Dengan siapa? Siapa yang berhasil meluluhkan hati Ustadz Athar? Apa dia dijodohkan?"

"Hari jumat kemarin? Bahkan saat itu aku berjuang untuk meraih gelarku, tapiii dia malah melakukan akad tanpa aku tau. Apa cuma aku yang tidak tau?"

"Ya Allah betapa sesak hati ini, aku gak bisa nerima kenyataan ini. Aku..." Fara berhenti sejenak, ia menghela nafasnya lebih dulu. "Aku sudah mencintainya sejak lama, aku bahkan tanpa malu mengatakan padanya.. Lalu sekarang? Wanita yang ia nikahi, dia punya apa? Apa dia lebih baik dari aku? Sehingga tiba-tiba saja dia hadir di tengah-tengah aku sedang berjuang?"

Fara terisak hebat, bahunya bergetar karena menangis. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Laki-laki yang ia selalu perjuangkan, namun kini berhenti di tengah jalan. Fara rela mengambil jurusan sastra Inggris agar dirinya bisa setara dengan Ustadz Athar, namun semua itu tidak berati apa-apa untuk Ustadz Athar. Tanpa ia sadari tadi, Fara merasa dirinya lebih baik dari wanita yang dipilih Ustadz Athar.

Fara memang sudah menyukai Ustadz Athar saat ia sudah menginjakkan kakinya di pesantren ini. Saat itu Fara masih berusia 6 tahun, namun entah kenapa ia merasa sangat senang bermain bersama Ustadz Athar. Meskipun Ustadz Athar begitu dingin dan sulit untuk di dekati, Fara terus berusaha menjadi temannya.

Hingga mereka dewasa. Saat itu usia Fara berumur 17 tahun, ia terang-terangan mengakui jika menyukai Ustadz Athar. Namun Ustadz Athar menolaknya dengan halus tanpa bermaksud menyakiti Ning Fara.

"Maaf Ning, tidak sepantasnya Ning menyukai saya. Saya rasa itu hanya sebatas kagum saja. Ning masih labil, lebih baik Ning melanjutkan pendidikan Ning. Maaf saya tidak bisa menerimanya."

Bagi Fara itu bukan sebuah penolakan, melainkan sebuah nasihat yang dimana Fara harus menyelesaikan pendidikannya dulu baru bisa bersanding dengan Ustadz Athar. Setelah lulus sekolah, Fara langsung mendapatkan beasiswa di Universitas yang berada di Jakarta. Ia hanya pulang saat libur semester.

Dan untuk kedua kalinya sebelum ia mengerjakan skripsinya, ia menyatakan perasaannya kembali namun lagi-lagi Athar menolaknya dengan halus. Tapi tetap saja, Fara tidak pernah menggubrisnya.

***

"Assalamu'alaikum Oma, Opaaa." Suara syahdu dari Arsyila yang baru saja tiba di kediaman Rasyid Malik dan juga Hanum.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."

"Masya Allah Cila!" Oma langsung memeluk cucunya itu. Cila sudah dianggap cucu oleh Oma.

"Oma apa kabar? aku kangen."

"Oma baik sayang. Yuk masuk!"

Athar terlihat datar namun ia merasa dikucilkan, karena istri dan Omanya seperti mengabaikannya.

"Tuh lihat tampang suami kamu, pasti dia merasa diabaikan." Goda Oma Hanum

Arsyila terkekeh lalu ia menghampiri Ustadz Athar yang masih mematung di ambang pintu sambil tangannya bersedekap di dada. "Ayo Ustadz!" Arsyila mengalungkan tangannya di lengan Athar sambil tersenyum.

Hal kecil yang dilakukan Arsyila tadi sungguh berati bagi Athar. Athar pun tersenyum tipis.

"Opaaa!!" Arsyila menghamburkan dirinya dalam pelukan Opa yang berada di halaman belakang.

"Eh ada cucu Opa datang! Hari ini rumah Opa akan rame deh." Rasyid Malik mengelus puncak kepala Arsyila.

"Harusnya salam dulu dek tadi."

"Lah kamu juga gak salam tadi Ustadz!" Protes Arsyila.

"Oh iya!" Ustadz Athar menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

"Assalamu'alaikum Opa!" Ucap Ustadz Athar dan Arsyila berbarengan.

Sebelum menjawab salamnya, Opa tertawa pelan.. "wa'alaikum salam."

"Athar! Kamu senang ya? Opa bisa melihat senyum di wajah kamu, tidak dingin dan datar lagi."

"Alhamdulillah Opa. Arsyila membawa perubahan pada Athar. Tingkahnya selalu membuat Athar senang."

Arsyila yang mendengarnya pun tersipu malu. "Jarak umur kalian cukup jauh 10 tahun. Kamu akan awet muda Le!"

"Hah? 10 tahun?" Arsyila menganga. Ia juga baru terpikir sekarang.

"Iya Cila. Athar sudah 28 tahun. Dan kamu baru mau menginjak 18 tahun."

"Wow aku mendapatkan Om-Om! Haruskah aku memanggil kamu Om Ustadz?" Tanya Arsyila dengan puppy eyes-nya.

"Kenapa dia berekspresi gitu? Terlalu gemas!" Ucap Ustadz Athar dalam hati..

"Gak boleh dek. Walaupun jarak kita 10 tahun tapi aku awet muda!" Jawab Ustadz Athar sambil mencubit pipi Arsyila. Untung saja masih ada Opa disitu kalau tidak mungkin Athar akan mencium Arsyila karena merasa gemas.

Akhirnya mereka pun melanjutkan obrolannya di dalam sambil sesekali menikmati cemilan yang disediakan Oma.

"Oma ada coklat?"

"Ada dong sayang! Cila mau?"

"Mau dong Oma!" Ia melirik ke arah Ustad Athar tapi tatapan Athar tidak mengizinkan Arsyila untuk makan coklat.

"Jangan dek. Nanti saja ya!"

Arsyila mengerucutkan bibirnya. "Nanti kapan?"

"Habis makan siang nanti. Adek harus makan yang berat dulu."

Arsyila pun pasrah. "Tapi kamu janji ya Ustadz?"

"Ada syaratnya!"

"Astaghfirullah Opaaaaa!! lihat itu kelakuan cucu Opa."

Oma dan Opa terkekeh, "Benar apa kata Athar sayang.. Nanti saja ya." Ucap Oma dengan lembut.

"Baik Oma."

***

Setelah tadi makan siang, Arsyila menagih janji Ustadz Athar untuk memperbolehkannya makan coklat.

"Iya iya tapi makannya di kamar aja ya."

"Kenapa harus di kamar?"

"Itu syaratnya tadi."

Arsyila menghela nafasnya, "yaudah tapi aku mau 2!"

"Siap."

Athar menggendong Arsyila untuk naik ke atas kamarnya, kamar yang di tempati Athar dulu jika ia berkunjung ke rumah Opa dan Omanya. Tidak banyak yang berubah dalam kamar tersebut, masih sama-dan rapi.

Arsyila pun memakan coklatnya sambil geleng-geleng kepala pertanda ia menikmati.

"Aku mau, boleh?"

Masih ada satu coklat di tangan Arsyila. "Ini Ustad, belum dibuka."

Ustadz Athar menggelengkan kepalanya, "aku gak mau yang ini."

"Lalu mau yang mana, kan hanya itu yang belum dibuka."

Tatapan Athar beralih ke coklat yang sudah Arsyila makan, tersisa 2 batang. "Mau yang ini? Ini bekas aku loh Ustadz."

"Gak masalah."

Athar mengambil coklat itu dari tangan Arsyila, lalu sedikit memasukkannya ke mulut Athar, ia mendekatkan diri ke bibir Arsyila "ayo kita makan bareng."

"Ha?"

Athar menahan tengkuk Arsyila, jadilah mereka makan coklat bersamaan terlihat seperti sedang berciuman karena jarak mereka begitu dekat. Keduanya saling menatap cukup lama.

Athar meraih tangan istrinya dan menaruhnya di dada. "Kamu bisa merasakan kan bahwa jantung aku berdegup kencang? Itu masih sama saat aku menyukai kamu sejak bayi."

"Jangan pernah tinggali aku ya." Arsyila bisa melihat tatapannya begitu tulus dan dalam.

1
Anak manis
lucu bgt kalau Arsyila sama Ustadz Athar lagi debat🤭
Anak manis
Ceritanya lucu, dr awal uddh bikin penasaran 🥰
Lisa
Ceritanya menarik jg nih 😊
Fegajon: terimakasih 🤗
total 1 replies
darsih
wkwkwkwkwkw
nanti bucin arsyila sm ustad atar 😀😀
Erlina Candra
lucuu critanya..😍
Fegajon: terimakasih sudah mampir, ditunggu terus ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!