Lolly Zhang, seorang dokter muda, menikah dengan Chris Zhao karena desakan keluarga demi urusan bisnis. Di balik sikap dingin, Chris sebenarnya berusaha melindungi istrinya. Namun gosip perselingkuhan, jarak, dan keheningan membuat Lolly merasa diabaikan.
Tak pernah diterima keluarga suaminya dan terus disakiti keluarganya sendiri, Lolly akhirnya nekat mengakhiri pernikahan tanpa hati itu.
Akankah cinta mereka bersemi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Tidak lama kemudian pihak kepolisian datang membawa surat penangkapan. Begitu melihat seragam polisi, Dicky yang sejak tadi gelisah langsung mencoba melarikan diri melalui pintu samping. Namun seorang petugas dengan sigap menangkap lengannya dan menahannya ke lantai.
“A—apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!” teriak Dicky panik, wajahnya pucat seakan seluruh darah menghilang dari tubuhnya.
Eric dan Nacy tersentak, wajah mereka berubah menjadi ketakutan.
“Jangan! Jangan bawa anakku!” Eric berusaha mendorong polisi, namun langsung ditahan oleh petugas lain.
Sementara Nacy menangis sambil meraih lengan putranya, namun petugas segera menariknya menjauh.
Chris memegang tangan istrinya, menggenggamnya erat agar Lolly tetap tenang. Ia hendak membawa Lolly pergi meninggalkan kekacauan itu, namun Nacy tiba-tiba berlutut di depan mereka, menangis tersedu-sedu sambil memegangi ujung pakaian Lolly.
"Lolly, bagaimana pun Dicky adalah kakakmu, jangan begitu kejam padanya. Tolong lepaskan dia!" pinta Nacy sambil memohon, tangisnya pecah tanpa kendali.
Suara Nacy bergetar, tapi bukan karena penyesalan—melainkan ketakutan kehilangan putra kesayangannya.
Lolly berhenti sejenak, menatap ibunya dengan tatapan kosong dan dingin. Luka lama yang bertahun-tahun disembunyikannya kini kembali menganga.
"Selama ini kau dan papa sudah tahu dia adalah pelakunya. Tapi kenapa kalian masih saja menyalahkan aku? Agar aku merasa bersalah dan selalu menjadi mesin uang kalian. Sudah cukup dua puluhan tahun aku menanggung rasa bersalah. Kini giliran anak kesayanganmu menghabiskan waktu di dalam penjara," jawab Lolly yang melangkah pergi, mengabaikan ibunya yang masih bersujud di lantai.
Nacy mengulurkan tangannya, namun Lolly tidak lagi menoleh.
Air mata Nacy jatuh ke lantai, tapi semuanya sudah terlambat.
"Jangan tangkap anakku, dia tidak bersalah!" seru Eric dengan suara bergetar keras, berusaha mendekati Dicky namun ditahan polisi.
Dicky meronta dengan panik, napasnya tersengal.
"Pa, Ma, tolong aku. Aku tidak mau di penjara!" tangis Dicky pecah, tubuhnya diseret oleh dua polisi keluar rumah.
Jeritannya menggema di seluruh ruang keluarga, meninggalkan bayang-bayang kehancuran yang selama ini mereka sembunyikan di balik kedok keluarga harmonis. Chris menuntun Lolly keluar, meninggalkan pasangan suami istri itu menanggung akibat dari kebohongan mereka sendiri.
Lolly dan suaminya berdiri di samping mobil, terpaku menatap dari kejauhan. Sirene pelan terdengar saat Dicky, dengan tangan terborgol, dibawa pergi oleh polisi. Cahaya merah-biru memantul di wajahnya yang pucat. Di belakangnya, kedua orang tuanya meronta sambil menangis keras, memohon agar putra mereka dilepaskan.
Lolly menggenggam lengannya sendiri, menahan gemetar.
"Kakak pertamaku menjadi korban sia-sia selama ini, mereka begitu tega melindungi pelakunya tanpa rasa bersalah. Padahal kakak adalah anak kesayangan mereka dulu," batin Lolly, matanya berkaca-kaca namun tetap menahan diri agar tidak runtuh.
"Kau baik-baik saja?" tanya Chris dengan suara rendah, penuh kehati-hatian.
"Iya… kenapa kamu ada di sini?" tanya Lolly, menoleh perlahan.
"Aku tidak tenang kau sendiri, aku bukan tidak tahu sikap mereka. Aku akan mengantarmu pulang," kata Chris.
Lolly menarik napas dalam, menatap jauh seakan mengumpulkan keberanian.
"Apakah hari ini kau ada waktu luang? Aku meminta sedikit waktu," tanya Lolly.
"Lolly, kalau mengenai perceraian…" kata Chris, namun langsung dihentikan oleh istrinya.
"Itu harus dilakukan, jangan menunda lagi!" kata Lolly cepat, seolah takut keputusannya goyah jika ia menunda sedetik saja.
Chris terdiam, rahangnya mengencang.
"Lolly, apakah bisa kita jangan membahas masalah ini lagi? Apakah sangat penting bagimu?" tanyanya dengan suara lebih berat dari sebelumnya.
"Tentu saja! Perceraian ini adalah kebebasanku," jawab Lolly tanpa ragu. Kata-katanya menusuk, tapi wajahnya tak menunjukkan penyesalan.
Tiba-tiba ponsel Chris berdering keras, memecah suasana tegang.
"Hallo!" sahutnya.
"Chris, kenapa kau masih tidak datang, tadi aku takut sekali," suara Neliza terdengar lemah namun manja dari seberang.
Lolly hanya berdiri diam, memalingkan wajah ke arah lain.
Chris menutup mata sebentar, lalu menjawab dengan nada dingin, “Di sana ada dokter yang merawatmu, kalau butuh sesuatu minta pada suster. Aku bukan dokter jadi aku tidak bisa membantumu walau ke sana,” jawab Chris sebelum langsung memutuskan panggilannya.
Suasana menjadi canggung sesaat.
"Marco, antar kami ke kantor!" perintah Lolly tiba-tiba.
"Ha…?" Marco refleks bertanya sambil saling pandang dengan Chris.
Chris kembali menatap istrinya, tatapannya dalam dan sulit terbaca.
"Selain cerai apakah kau tidak ada permintaan lain?" tanya Chris lirih, seperti masih berharap ada hal yang membuat Lolly bertahan.
"Aku tidak butuh apa pun, aku hanya ingin bebas dari pernikahan ini," jawab Lolly tanpa goyah.
Chris mengembuskan napas panjang, seolah menerima kenyataan pahit itu.
“Seminggu lagi, aku akan pergi. Siang ini aku harus keluar negeri!” kata Chris dengan tegas. Tanpa menunggu jawaban, ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, begitu juga Marco yang mengikuti di kursi supir.
Lolly hanya berdiri diam, melihat mobil itu menjauh… membawa pergi laki-laki yang selama ini menjadi suami sekaligus batas kebebasannya.
Perjalanan.
Mobil melaju tenang di jalanan kota, namun suasana di dalamnya terasa sesak dan berat. Marco sesekali melirik lewat kaca spion, melihat wajah Chris yang tampak muram, menatap kosong ke luar jendela seolah pikirannya berada jauh dari tempat itu.
"Tuan, apakah anda akan setuju dengan permintaan nyonya muda?" tanya Marco hati-hati.
Chris menghela napas panjang, bahunya turun lemas.
"Apa bisa menolak? Dia selalu saja mengungkitnya," jawab Chris. Suaranya terdengar pahit, seperti orang yang sedang menelan kenyataan yang tidak ingin diterimanya. "Kalau itu yang dia inginkan aku hanya bisa mengabulkannya."
Marco kembali melirik melalui kaca spion, melihat wajah Chris yang terlihat murung.
"Tuan, apakah nyonya tidak pernah ungkit apa sebab ingin bercerai?" tanya Marco pelan.
Chris tidak langsung menjawab. Ia memejamkan mata sejenak, menahan emosi yang hampir pecah.
"Hanya karena perjanjian awal, sehingga dia begitu nekad ingin bercerai denganku?" jawab Chris.
walau Chris blm shat tp dia ttp bisa mjg dn mlindungi istriny