Shanum disiksa sampai matii oleh dua kakak tirinya. Sejak ibunya meninggal, dia memang diperlakukan dengan sangat tidak baik di rumah ayahnya yang membawa mantan kekasihnya dan anak haramnya itu.
Terlahir kembali ke waktu dia masih SMA, ketika ibunya baru satu tahun meninggal. Shanum bangkit, dia sudah akan membiarkan dirinya dilukai oleh siapapun lagi. Dia bukan lagi seorang gadis yang lemah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Candaan Lusi
Sementara itu di rumahnya, Ricky masih terlihat kesal. Bagaimanapun dia adalah ayah Shanum. Dan gadis itu, main matikan panggilan telepon itu begitu saja.
"Tidak sopan! bagaimana bisa dia memutuskan panggilan telepon dariku begitu saja?" protesnya.
Pria itu benar-benar gilaa hormat sepertinya. Hanya masalah panggilan telepon yang diputuskan sepihak oleh Shanum yang merasa memang tidak ada lagi yang perlu dibicarakan lagi saja dia sudah kebakaran jenggot begitu.
Melihat suaminya yang sedikit emosi. Yuyun kembali merangkul bahu suaminya itu dengan genit.
"Mas, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kalau dia sudah datang kemari. Mas bisa beri pelajaran padanya! buat dia lebih sopan kedepannya sama mas" kata Yuyun.
Ucapan wanita paruh baya itu terdengar enak di telinga Ricky. Padahal, wanita paruh baya itu baru saja menghasut seorang ayah. Untuk memberi pelajaran pada putri kandungnya sendiri. Bukankah apa yang dia ucapkan dengan wajahnya sangat tidak sinkron.
Namun pria seperti Ricky, yang buta dan tuli karena cinta. Bahkan memilih mengikuti apapun keinginan wanita yang baginya adalah paling mencintai dah dicintainya itu. Semua akan dia anggap benar, apapun yang keluar dari mulut wanita itu.
**
Di dalam mobil, ketika Dimas dalam perjalanan menuju sekolah Shanum. Pria itu tetap diam. Tak terdengar satu suara pun, bahkan sama sekali tidak sekalipun melirik ke arah Shanum.
"Paman" panggil Shanum yang tidak ingin Dimas marah.
Cittt
Dimas malah menghentikan mobilnya. Untung Shanum pakai sabuk pengaman, kalau tidak mungkin akan sedikit membentur dashboard.
"Kamu tidak diperlakukan baik di rumah itu Shanum. Kenapa masih ingin kesana. Tahukah kamu betapa aku khawatir, bagaimana kalau kamu terlu..." Dimas menjeda ucapannya.
Pria itu merasa ada yang salah dari pemilihan kata yang dia ucapkan. Kenapa terdengar seperti dia sangat mencemaskan Shanum. Meski itu benar, tapi sepertinya pemilihan katanya kurang tepat. Dia malah terkesan posesif jadinya.
Shanum memiringkan kepalanya. Tapi ada perasaan hangat di dalam hatinya. Meski kata-kata Dimas itu terkesan seperti orang yang sedang marah.
"Aku akan baik-baik saja paman!"
Dimas masih tidak tenang.
"Masalahnya ibumu minta aku menjagamu. Kalau terjadis sesuatu padamu. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan semua itu pada kak Sofia?" tanya Dimas.
Shanum mengerti sekarang. Paman angkatnya sangat berhutang budi pada ibunya. Mungkin paman angkatnya itu punya beban yang sebenarnya tak bisa dijelaskan.
Shanum memberanikan dirinya menyentuh tangan Dimas yang ada di samping rem tangan mobil itu.
Deg
Dimas yang tidak menyangka Shanum akan melakukan itu segera menoleh. Dengan tatapan terkejut, dan dengan perasaan yang sangat canggung.
"Paman percayalah padaku. Aku juga tidak mungkin datang kesana tanpa persiapan. Makanya aku bilang lusa baru akan pulang. Paman jangan khawatir, aku akan kembali ke rumah dengan selamat. Aku butuh mencari beberapa bukti yang bisa membuatku menuntut ayah..."
"Aku akan carikan buktinya untukmu. Aku tidak ingin kamu berada dalam bahaya" Dimas menyela ucapan Shanum, bahkan menepuk punggung tangan Shanum yang menyentuh punggung tangannya terlebih dahulu.
Merasa ada yang mengkhawatirkannya dan perduli padanya. Sebenarnya Shanum merasa sangat terharu dan senang. Tapi, dia juga tidak ingin terus mengandalkan Dimas. Bagaimana kalau ketahuan ayahnya, yang ada ayahnya itu akan menuduh paman angkatnya itu. Pasti akan seperti itu, Shanum sudah paham bagaimana sifat ayahnya. Pria yang sangat egois.
Satu tangan Shanum, dia angkat untuk menepuk punggung tangan Dimas yang ada di atas punggung tangan satunya.
Plakk
"Percayalah padaku paman! aku tidak akan terluka. Aku janji!"
Dimas menarik kedua tangannya. Situasi ini membuatnya tidak nyaman.
"Baiklah, tapi aku akan mengirimkan beberapa orang bersamamu. Jika kamu dalam bahaya cepat telepon aku!" kata Dimas yang merasa tidak mungkin bisa melarang Shanum yang sudah bertekad seperti itu.
Shanum mengangguk dengan cepat. Dimas kembali menyalakan mesin mobilnya dan mengantarkan Shanum ke sekolah.
Setelah sampai di depan pintu gerbang. Shanum segera membuka pintu dan melambaikan tangan pada Dimas.
"Aku akan menjemputmu tepat waktu!" kata Dimas sebelum pergi.
Shanum mengangguk dengan cepat.
"Shanum!" panggil Lusi.
"Lusi, selamat pagi!"
"Pamanmu tampan sekali, dia masih jomblo tidak?" tanya Lusi.
Shanum terdiam, dia sendiri tidak tahu pamannya itu masih jomblo atau tidak. Tapi dari yang dikatakan bibi Hamidah. Tidak ada wanita yang di ajak paman ke rumah. Bukankah itu artinya pamannya masih jomblo.
"Mungkin" jawab Shanum.
Tapi jawaban Shanum itu terdengar sangat ambigu bagi Lusi.
"Kamu gak tahu?" tanya Lusi dan Shanum segera menggelengkan kepalanya.
"Kok gak tahu, memangnya tak pernah tanya. Pernah di telepon wanita tidak? atau malam hari dia pergi berkencan dengan seseorang?"
Shanum mulai merasa perkataan Lusi terlalu mengusik privasi paman angkatnya.
"Hais, kenapa kamu bertanya seperti itu? aku tidak mau ikut campur. Itu privasi paman Dimas!" kata Shanum.
"Benar juga ya! tapi dia padamu saja sangat lembut begitu. Apalagi sama pacarnya. Kamu tertarik tidak Shanum, membuka lowongan sebagai bibi angkatmu? aku mau dong daftar!"
Shanum terkekeh.
"Benarkah? tapi ku dengar dia sangat galak!"
"Padamu kok tidak? dari yang aku lihat, dia sangat lembut padamu?" tanya Lusi.
Shanum terdiam. Tapi memang Dimas sangat lembut dan perhatian padanya.
"Karena aku keponakannya" kata Shanum asal jawab saja.
"Begitukah? tapi kalian tidak ada hubungan darah. Apa mungkin dia suka padamu..."
Mata Shanum melebar. Mana ada hal seperti itu.
"Sudah sudah, mana ada hal begitu! tidak mungkin!"
"Kenapa tidak? mungkin dia masih jomblo karena nungguin kamu gede. Terus dia bakalan lamar kamu" kata Lusi yang sebenarnya asal bicara untuk menggoda Shanum.
Shanum menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Yang dia pikirkan hanya bagaimana balas dendam. Mengambil semua yang saat ini membuat Ricky, istrinya dan kedua anaknya itu bisa sombong.
"Jangan bicara lagi! kita masih SMA. Apa yang kamu pikirkan!" gerutu Shanum menarik lengan Lusi menuju ke arah kelas.
Sampai di dekat kelas mereka. Shanum menghentikan langkahnya. Dia melihat ada bayangan beberapa orang di belakang pintu.
"Ada apa?" tanya Lusi yang bingung kenapa Shanum berhenti.
Shanum menoleh ke arah Lusi. Dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya.
"Diam" ucapnya tanpa suara.
Lusi masih dalam keadaan bingung. Tapi dia menurut saja apa yang dikatakan Shanum.
Hingga Shanum melihat seorang guru yang berjalan ke arah mereka.
"Selamat pagi pak Abas?"
"Kenapa kamu tidak masuk kelas?" tanya guru olahraga itu.
"Ini pak, mules. Lusi anterin ke toilet dulu yuk!" kata Shanum menarik tangan Lusi menjauh dari sana.
Pak Abas geleng-geleng kepala.
"Sarapannya seblak ya gitu, mules kan!" gumamnya sambil berjalan masuk ke dalam kelas.
Namun ketika pak Abas membuka pintu yang terbuka sedikit itu.
Byurrr
***
Bersambung...
orang kalau masih bernafas di paru2 belum tobat kalau Udha tenggorokan baru