Ratu Ani Saraswani yang dihidupkan kembali dari kematian telah menjadi "manusia abadi" dan dianugerahi gelar Ratu Sejagad Bintang oleh guru ayahnya.
Aninda Serunai, mantan Ratu Kerajaan Siluman yang dilenyapkan kesaktiannya oleh Prabu Dira yang merupakan kakaknya sendiri, kini menyandang gelar Ratu Abadi setelah Pendekar Tanpa Nyawa mengangkatnya menjadi murid.
Baik Ratu Sejagad Bintang dan Ratu Abadi memendam dendam kesumat terhadap Prabu Dira. Namun, sasaran pertama dari dendam mereka adalah Ratu Yuo Kai yang menguasai tahta Kerajaan Pasir Langit. Ratu Yuo Kai adalah istri pertama Prabu Dira.
Apa yang akan terjadi jika ketiga ratu sakti itu bertemu? Jawabannya hanya ada di novel Sanggana ke-9 ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Keroyok Kentang Kebo
Ketiga kuda tiga pendekar Sanggana langsung tersungkur menghantam tanah saat tenaga dalam kiriman Kentang kebo menghantam dada mereka.
Sementara Penjebak Kepeng, Penyair Ngik Ngok dan Sari Sani sudah mengudara, lepas landas lebih dulu dari pelana kudanya.
Dalam lompatannya di udara, Sari Sani orang pertama yang mengirimkan serangan maut kepada Kentang Kebo yang duduk santai di kereta kudanya seorang diri.
Ses ses ses…!
Saat di udara itu, Sari Sani melepaskan ilmu Tinju Nenek Gendut. Maka dari gerakan tinju dua tangannya yang cepat, melesatlah puluhan sinar merah berwujud kepalan tangan, menyerbu Kentang Kebo.
Kentang Kebo tidak panik. Dia cukup mengulurkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka. Di telapak tangan itu keluar lapisan sinar tebal warna merah berwujud payung mengembang.
Blar blar blar…!
Ilmu bernama Payung Selicin Ludah itu membuat semua tinju sinar merah Sari Sani seperti terpeleset lalu menghantam tanah sekitar kereta kuda.
Ledakan dahsyat beruntun terjadi di tanah sisi kanan dan kiri kuda karena tinju-tinju sinar merah dipelesetkan ke dua sisi itu. Meski banyak tanah yang terbongkar mengudara, tetapi anehnya dua kuda penarik kereta anteng tenang seperti kuda yang sudah kenyang. Kedua kuda itu tidak panik sedikit pun. Kedipan matanya seperti menunjukkan bahwa dunia baik-baik saja.
Kereta pun tidak terguncang oleh ledakan yang rapat di sekelilingnya.
Srass! Shosh!
Blom blom!
Di saat Kentang Kebo menangkis seluruh tinju energi Sari Sani dengan ilmu Payung Selicin Ludah, ada dua sinar berkekuatan dahsyat yang menyusul menghantam lapisan sinar merah yang berwujud payung mengembang.
Sinar kuning dan sinar biru berwujud sabit tebal dan bola besar yang menghantam menimbulkan dua ledakan energi yang dahsyat.
Kali ini, kereta yang diduduki Kentang Kebo hancur sehancur-hancurnya. Kuda yang sekejap sebelumnya merasa aman, terpental dalam kondisi raga yang sudah rusak. Dua serangan yang diagresikan oleh Penjebak Kepeng dan Penyair Ngik Ngok itu berkekuatan tidak main-main.
Sluass!
Kejap berikutnya. Belum lagi Penjebak Kepeng, Penyair Ngik Ngok dan Sari Sani mendarat di tanah, tiba-tiba muncul ledakan energi sinar merah ke segala arah. Ledakan tersebut terpusat dari posisi Kentang Kebo yang saat itu tidak terlihat karena tertutupi oleh kabut material kehancuran dan lapisan sinar yang meledak.
Namun, tahu-tahu ketiga pendekar Sanggana telah terhantam gelombang ledakan sinar merah. Kejadian itu terjadi sangat cepat dalam rangkaian peristiwa satu detik saja.
Ketiga pendekar Sanggana terpental kencang dan jauh, hingga mencapai tengah-tengah medan perang yang telah usai.
Meski tanpa pertahanan kuda-kuda ketika dihantam gelombang ledakan sinar merah, Penjebak Kepeng, Penyair Ngik Ngok dan Sari Sani refleks mengerahkan tanaga dalam pertahanan. Hal itu bisa mengurangi efek penghancur dari serangan Kentang Kebo. Hal itu pula yang membuat ketiganya mampu mendarat di tanah dengan kedua kaki, bukan dengan kedua tangan.
Sreeets!
Kedua kaki Penjebak Kepeng mendarat kokoh di tanah lalu tersurut mundur dengan keras, sampai menciptakan dua garis nan dalam di tanah.
Sementara Penyair Ngik Ngok mendarat model mundur. Saat kakinya menyentuh tanah, dia langsung menolakkan kedua kakinya sehingga tubuh gemuknya bisa melompat mundur dua kali lompatan pendek.
Tiba-tiba ada dua ekor tupai berbulu merah melompat keluar dari balik jubah Penyair Ngik Ngok. Kedua binatang kecil itu berlari kabur bersama menjauhi siapa pun. Sepertinya kedua tupai itu sepasang suami istri atau kakak adik, atau sepasang sahabat. Tidak mampunya untuk mengenali gendernya membuat orang hanya bisa berspekulasi.
Berbeda dengan Sari Sani. Dia mendarat dan langsung lari mundur demi tidak jatuh terjengkang.
Bluk! Tuut!
Namun, tetap saja, pada langkah terakhir, Sari Sani jatuh terduduk cukup keras. Untungnya, bokong yang penuh lemak mengurangi daya sakit. Baru sedetik dia diam terduduk, terdengar suara kentut besar yang disusul bokong wanita gemuk itu terlempar naik, membuatnya langsung berdiri memasang kuda-kuda.
Tidak ada saksi kuping yang mendengar suara kentut tersebut. Jadi, Sari Sani tetap aman dari gunjingan dunia.
Namun hebatnya, dari ketiganya, tidak ada satu pun yang menunjukkan menderita luka. Padahal serangan Kentang Kebo bukan sekelas kaleng toples.
Ketiga pendekar Sanggana memasang kuda-kuda tanda mereka masih kokoh dan prima. Sementara pandangannya menatap tajam kepada sosok yang kini tersingkap dari kabut debu.
Kentang Kebo berdiri santai dengan senyuman kecil yang sinis dan meremehkan. Tanah di bawah kakinya adalah kubangan kering yang tercipta dari dahsyatnya peraduan empat tenaga dalam tingkat tinggi. Jadi saat itu Kentang Kebo sedang melayang di udara rendah.
“Boleh juga,” ucap Kentang Kebo lirih.
“Hah!” pekik Sari Sani tertahan saat tiba-tiba tubuhnya terbang sendiri dari pijakan.
Termyata pada saat yang sama, tubuh Penyair Ngik Ngok juga terbang dengan rute yang berlawanan.
Kentang Kebo telah menggunakan ilmu Sabda Batin Dewa untuk menerbangkan kedua orang gemuk itu dan mengadunya di udara. Namun, Sari Sani dan Penyair Ngik Ngok tidak mau menjadi boneka mainan, apalagi sampai dipermalukan.
Toot!
Sari Sani menggunakan ilmu kentutnya untuk melawan kendali ilmu milik Kentang Kebo. Penyair Ngik Ngok pun melakukan kibasan tangan sebagai daya dorong di udara. Hasilnya, kedua tubuh gemuk itu berbelok sedikit keluar dari orbit, membuat keduanya tidak bertabrakan di udara.
Clap!
Di saat Penyair Ngik Ngok dan Sari Sani dikerjai, Kentang Kebo tahu-tahu menghilang begitu saja.
Dag dag dag!
Dan tahu-tahu juga, Kentang Kebo muncul begitu saja sejangkauan di hadapan Penjebak Kepeng. Dia langsung melancarkan agresi pukulan berkecepatan dan berkekuatan tinggi kepada lawan kurusnya.
Sebagai pendekar kelas atas, Penjebak Kepeng pun tidak gagap kondisi. Dia langsung meladeni serangan kilat itu dengan tangkisan dan hindaran.
Pada tiga tarikan napas kemudian, Penjebak Kepeng punya kesempatan melancarkan satu tinju bersinar kuning.
Buggg!
Kentang Kebo mengadu tinjunya dengan tinju milik Penjebak Kepeng. Hasilnya, seiring terdengarnya suara aduan seperti benturan dua bukit batu, Kentang Kebo terjajar dua tindak. Namun, Penjebak Kepeng terpental kencang jauh ke belakang.
Bdlugk!
Penjebak Kepeng menghantam tanah dengan keras lalu terlempar terguling-guling, seperti pembalap motor yang kecelakaan tunggal di Sirkuit Mandralima.
Meski demikian, Penjebak Kepeng segera bangkit. Wajahnya mengerenyit menahan sakit. Seluruh tubuhnya serasa remuk dengan daging seperti digigit-gigit, terutama pada tangan kanannya yang usai beradu tinju. Ada segaris cairan merah di sudut bibirnya. Itu darah, bukan gincu.
Sementara jauh di depan sana, Kentang Kebo baik-baik saja. Dia hanya bergaya menggosok-gosok tinju kanannya dengan telapak tangan kirinya.
Di saat Penjebak Kepeng membutuhkan waktu untuk meringankan rasa sakitnya, Penyair Ngik Ngok dan Sari Sani melakukan tugasnya. Mereka dengan kompak menyerang Kentang Kebo.
“Syair Awan Menangis!” teriak Penyair Ngik Ngok kencang sambil melakukan gerakan tangan seperti hendak mencuri buah berambut di pohon.
Srass!
Tahu-tahu dari atas kepala Kentang Kebo muncul sinar-sinar biru berwujud aksara-aksara Jawi kuno yang berjatuhan menghujani seperti siraman beras pengantin.
Wuss!
Pada saat yang sama dari arah lain, Sari Sani melesatkan kendi besar yang berselimut sinar hijau.
Dengan gaya yang tetap tenang, Kentang Kebo menamengi dirinya dari hujan aksara sinar biru dengan ilmu Payung Selicin Ludah. Sinar merah tebal berwujud payung mengembang muncul di tangan kiri Kentang Kebo yang terangkat lurus ke atas, memayungi dirinya.
Ceces ceces…!
Semua aksara sinar yang mengenai payung bermusnahan dengan meninggalkan suara mendesis yang ramai.
Bags!
Pada saat yang sama, Kentang Kebo menghantamkan tinju kanannya kepada kendi bersinar yang dikirimkan oleh Sari Sani. Kekuatan tinju yang diberikan Kentang Kebo setara kekuatan tenaga dalamnya seperti yang diadukan dengan tinju Penjebak Kepeng.
Hasilnya, kendi hijau itu terpental dan jatuh di tanah sejauh beberapa tombak. Benda itu tidak menggelinding, tetapi menancap separuh badan ke dalam tanah. Seolah-olah kendi itu memiliki berat yang sangat besar.
Kentang Kebo agak mendelik ketika meninju kendi itu, karena ia seperti meninju benda yang sangat berat dan keras. Awalnya ia mengira si kendi akan hancur berkeping, tetapi ternyata tidak. Mungkin karena si kendi adalah senjata sakti.
Syefss!
Kentang Kebo mendadak terbeliak. Ia agak terkejut saat merasakan sepasang kakinya seperti sedang dirayapi banyak serangga. Ketika dia melihat sepasang kakinya, ternyata kedua kakinya sedang dijalari sinar-sinar biru berwujud rangkaian huruf dan terlihat seumpama tali sinar.
Huruf-huruf sinar Jawi kuno itu berkeluaran tanpa henti dari dalam tanah, menjalar naik dan melilit sepasang kaki Kentang Kebo. Si pendekar sendiri tidak merasakan sakit, hanya seperti rayapan serangga yang banyak. Sedikit geli, apalagi merayap naik ke paha dan seterusnya.
Kentang Kebo melirik kepada Penyair Ngik Ngok yang sedang berdiri sambil merapalkan mantera dengan gerakan bibir yang cepat. Sepasang mata Penyair Ngik Ngok menatap tajam kepada lawan. (RH)
ini aku mewakili komentar Tomy aja, Om. dia pensiun komen katanya lagi fokus terapi cacingnya biar bisa jadi naga🤣