Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Besar Pertama ( bagian 3 )
Jayeng langsung memecut kuda tunggangan nya diikuti oleh Ki Menjangan Rajegwesi dan para prajurit berkuda yang dikhususkan untuk bergerak cepat. Mereka keluar dari pintu gerbang samping benteng pertahanan dan langsung melakukan serangan ke prajurit Kertabhumi yang sedang kocar kacir karena amukan para pendekar dan orang-orang Lembah Seratus Pedang.
Tentu saja munculnya pasukan berkuda ini benar-benar diluar perhitungan Senopati Kebo Bang. Gelar perang Supit Urang mereka menjadi kacau balau.
Dari pintu samping kanan, Rakai Sambu bersama Bekel Candramawa memimpin pasukan Mahesa Sura menggempur pertahanan pasukan Kertabhumi yang dipimpin oleh Demung Wiru dan Panji Haribhaya, seorang bangsawan Kertabhumi yang merupakan keturunan dari Bhre Kertabhumi ketiga.
Perhatian Demung Wiru yang semula ingin membantu pasukan tengah yang tengah porak-poranda, langsung teralihkan pada kemunculan pasukan Mahesa Sura di bawah pimpinan Rakai Sambu dan Bekel Candramawa.
"Celaka..!!!
Panji Haribhaya, bantu aku menahan serangan pasukan yang baru datang itu. Ayo... ", teriak Demung Wiru sambil memutar balik kuda tunggangan nya ke arah pasukan Rakai Sambu.
Yang dipanggil oleh Demung Wiru pun segera ikut menarik sebelah tali kekang kudanya, mengikuti gerak sang pemimpin pasukan supit kiri. Setelah berhasil menembus kepungan para prajurit Wilangan yang mencoba untuk menghentikan mereka, keduanya melihat Rakai Sambu dan Bekel Candramawa sedang bertarung dengan sengit. Setiap prajurit Kertabhumi yang mencoba untuk menghentikan mereka akan langsung tewas di ujung pedang mereka.
Melihat hal ini, Demung Wiru pun segera memacu kuda tunggangan nya ke arah Rakai Sambu dan Bekel Candramawa diikuti oleh Panji Haribhaya. Begitu sampai di dekat mereka, Demung Wiru langsung melompat ke arah Rakai Sambu sambil mengayunkan pedangnya. Pun juga dengan Panji Haribhaya yang mengincar Bekel Candramawa.
Shhrrreeeeeettttt shhrrreeeeeettttt..!!!
Gerakan cepat Demung Wiru membuat Rakai Sambu segera menjatuhkan diri ke tanah untuk menghindari nya. Ia segera berguling menjauh sebelum bangkit dan menatap tajam ke arah Demung Wiru.
"Tingkah polah orang-orang Istana Kertabhumi benar-benar memalukan. Hanya berani menyerang dari belakang saja", ucap Rakai Sambu segera.
" Dalam perang, apa saja boleh dilakukan untuk menang ,hai pemberontak! Bahkan dengan cara terlicik sekalipun, itu juga pantas untuk digunakan apalagi kalau melawan pemberontak seperti kalian!!", balas Demung Wiru dengan nada mengejek.
"Dyah Sindupati naik tahta karena membunuh penguasa yang seharusnya, maka jika memberontak adalah jalan terbaik untuk mengembalikan tahta Kertabhumi ke tangan yang berhak, aku dengan senang hati melakukannya.. ", kata Rakai Sambu tak gentar sedikitpun.
" Dasar pemberontak bodoh!! Mati saja kau dalam kebodohan mu.. ! ", maki Demung Wiru sebelum menerjang ke arah Rakai Sambu.
Shhrrreeeeeettttt......!
Di lain sisi, Bekel Candramawa terus menghadapi serangan Panji Haribhaya yang membabi-buta. Sebagai pimpinan prajurit Gumarang yang berpengalaman, ia tetap tenang menghadapi amukan musuh berbadan kekar ini.
Thhrraaaannnggg thhrraaaannnggg!!
Dhaaaassss dhhaaaaassssss...
Blllaaaaaarrrrrr...!!!!
Baik Bekel Candramawa maupun Panji Haribhaya sama-sama terpental ke belakang setelah keduanya beradu tapak tangan kiri. Hanya saja Panji Haribhaya terdorong satu tombak lebih jauh yang menjadi penanda bahwa tenaga dalam nya berada di bawah Bekel Candramawa.
'Sial! Tenaga si keparat ini setingkat lebih tinggi dari ku. Aku harus menggunakan segala cara untuk bisa memenangkan pertarungan ini', batin Panji Haribhaya.
Diam-diam Panji Haribhaya mengeluarkan sesuatu dari pergelangan tangan kiri nya dan meremas nya hingga menjadi bubuk berwarna putih.
Begitu Bekel Candramawa bergerak mendekat, Panji Haribhaya langsung melemparkan bubuk putih di tangan kirinya itu ke wajah sang pemimpin pasukan dari Gumarang.
Whhhuuuussssshh!
Ooouuuuugggghhhh...!
Seketika pandangan mata Bekel Candramawa menjadi buram begitu bubuk putih itu mengenai wajahnya. Tak ayal serangan nya pun menjadi tak terkendali yang membuat Panji Haribhaya terkekeh.
"Hehehe sehebat apapun kau, jika mata mu menjadi buta, kau hanya akan mati di ujung pedang ku heh pemberontak! ", ucap Panji Haribhaya dengan senyuman sinis terukir di wajahnya.
" Keparat!!! Meskipun aku tak bisa melihat, tapi aku masih bisa memenggal kepala mu. Ayo maju kalau berani!! ", teriak Bekel Candramawa sambil mengayun-ayunkan pedang nya.
Panji Haribhaya menghindari dengan mudah sabetan pedang Bekel Candramawa yang asal-asalan. Dengan cepat ia memutar tubuhnya sebelum melayangkan tendangan keras pada pinggang sang pemimpin pasukan Mahesa Sura.
Dhhiiiieeeeesssssss...
Aaaauuuuuuggggghhhhhhhh!!!
Bekel Candramawa meraung tertahan saat tendangan dari Panji Haribhaya menghajar pinggangnya. Pria bertubuh kekar yang sangat dihormati oleh para bawahannya dalam keprajuritan Wilangan ini langsung terjungkal mencium tanah.
Sedangkan Panji Haribhaya pun tertawa melihat nasib Bekel Candramawa.
"Hahahaha, dasar tidak berguna!! Kau ini hanya sampah yang akan mati di ujung pedang ku, terima saja kematian mu dengan lapang dada..!! Hahahaha... "
Bekel Candramawa meratap dalam hati atas kecerobohannya sendiri. Dia segera bangkit dan memegangi gagang pedang dengan dua tangannya dengan nafsu membunuh. Dengan mengandalkan pendengarannya, ia memperkirakan tempat Panji Haribhaya berada. Lalu dengan secepat mungkin ia melesat ke arah sumber suara itu dan mengayunkan pedang nya ke arah musuh yang ia tuju.
Shhrrreeeeeettttt....!!
Gerakan cepat Bekel Candramawa benar-benar di luar perhitungan Panji Haribhaya. Ketika serangan nekat itu datang, ia mencoba untuk menangkis nya tetapi itu sudah terlambat.
Chhrraaaaaassssss...
AAAAARRRRRRRGGGGGHHHH!!!
Panji Haribhaya menjerit keras kala tebasan pedang Bekel Candramawa merobek perut hingga ke dada nya. Ia langsung tersungkur ke tanah dengan luka menganga di hulu perut hingga dada kirinya yang membuat darah segar keluar dengan derasnya.
"B-bagaimana kau masih bi-sa ber-bergerak?! ", tanya Panji Haribhaya dengan suara lemah terbata-bata.
" Meskipun aku tak bisa melihat tetapi telinga ku masih bisa mendengar suara mu. Dan kesombongan mu adalah senjata yang aku gunakan sebaik mungkin. Sekarang nikmati saja keangkuhan mu itu, hei Wong Kertabhumi.. ", balas Bekel Candramawa dengan penuh penekanan.
Panji Haribhaya pun akhirnya tewas karena luka menganga di dadanya. Setelah Panji Haribhaya tewas, seorang prajurit Wilangan yang melihat Bekel Candramawa bergerak tak tentu arah seperti orang buta, langsung mendekati nya.
Begitu sang prajurit Wilangan itu tahu apa yang menimpa Bekel Candramawa, ia segera membawa Bekel Candramawa ke arah benteng pertahanan Pejarakan untuk mencari pertolongan.
Sedangkan Rakai Sambu harus berjuang mati-matian untuk menghadapi serangan dari Demung Wiru. Kesaktian perwira tinggi prajurit Kertabhumi ini benar-benar jauh diatas rata-rata, bahkan sepertinya setingkat lebih tinggi dari Rakai Sambu.
Thhrrraaaannggg thhrrraaaannggg..!
BLLAAAAAAMMMMM!!!!!
Ledakan keras kembali terdengar ketika keduanya beradu ilmu kesaktian. Di sekitarnya, ratusan prajurit Kertabhumi dan Wilangan telah bertumbangan tak tentu arah, menjadi korban dari pertempuran ini.
Matahari telah condong ke barat, menciptakan rona cahaya jingga di cakrawala yang menjadi pertanda bahwa hari akan berganti malam.
Melihat hari akan segera berganti, Senopati Kebo Bang langsung memberikan isyarat kepada prajurit peniup terompet kerang ( sangka ) guna melaksanakan tugas nya.
Thhuuuuuuuuutttttttt.....!!!!
Thhuuuuuuuuutttttttt......!!!!
Begitu isyarat untuk menghentikan peperangan terdengar, para prajurit Kertabhumi bergerak mundur. Pun juga dengan para prajurit Wilangan, mereka mundur ke dalam benteng pertahanan Pejarakan.
Malam itu para petugas perbekalan di bantu oleh para penduduk Pejarakan, mengobati para prajurit Wilangan yang terluka. Dalam kerepotan ini, Mahesa Sura bersama dengan ketiga wanitanya berkunjung dan memberikan obat yang sudah diracik sendiri oleh sang penguasa Pakuwon Wilangan.
Ketika Mahesa Sura menjumpai Bekel Candramawa yang tak bisa melihat, ia bergegas mendekat ke arah sang pimpinan pasukan ini.
"Ada apa dengan mu, Bekel Candramawa? ", tanya Mahesa Sura segera.
Paham dengan siapa yang mengunjungi nya, Bekel Candramawa berupaya untuk berjongkok dan menghormat tetapi cepat dicegah oleh Si Iblis Wulung.
" Maafkan bawahan yang tidak menyambut kedatangan Gusti Pangeran.. "
"Sudahlah lupakan saja sopan santun dalam keadaan seperti ini, Bekel Candramawa. Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau seperti ini? ", tanya Mahesa Sura segera.
Bekel Candramawa pun segera menceritakan tentang pertarungan nya dengan Panji Haribhaya dan kebutaan yang ia alami. Mahesa Sura manggut-manggut mengerti dan segera memeriksa mata sang bawahannya.
" Racun Ular Api..
Kau terkena Racun Ular Api, Bekel Candramawa. Untung nya pertahanan tubuh mu sangat kuat hingga mata mu masih bisa diselamatkan", wajah Bekel Candramawa langsung sumringah mendengar apa yang dikatakan oleh tuan nya itu.
Mahesa Sura pun segera mengeluarkan sebuah pil dari bumbung bambu bertutup kain merah yang selalu ia bawa kemanapun. Ia segera memberikannya pada Bekel Candramawa.
"Cepat minum ini untuk memperkuat pertahanan tubuh mu.. "
Tak perlu perintah dua kali, Bekel Candramawa segera melakukan apa yang dikatakan oleh Mahesa Sura. Sedangkan sang penguasa Pakuwon Wilangan pun segera meminta Ki Bayusuta, Lurah Pejarakan untuk mencarikan nya sebatang randu yang masih muda.
Dengan telaten, Mahesa Sura merawat mata Bekel Candramawa. Setelah memberikan pengobatan menggunakan barang randu muda, ia menutupi mata Bekel Candramawa dengan seutas kain putih dan meminta sang pimpinan pasukan Wilangan ini tak membukanya sebelum ia perintahkan.
"Tunggak, Ki Menjangan Rajegwesi...
Kumpulkan semua petinggi pasukan kita di tempat ku. Ada yang ingin aku bicarakan dengan mereka", ucap Mahesa Sura yang membuat kedua orang itu langsung menghormat sambil berkata,
" Sendiko dawuh Gusti Pangeran.. "
bisa jadi clue tiap hari nya Mas Author bakal upload 3 episode 😅🤩