"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.
Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil
"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."
"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat
"Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."
"Tapi mas..."
Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.
"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan
"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi
Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tergulung Arus Sungai
Di tengah hempasan arus air, Briyan coba mencari keberadaan Kinara. Menerawang ke permukaan, sembari sesekali menyelam guna mencari di dasar.
Entah mengapa Briyan merasa nafasnya terlalu pendek untuk berperang dalam arus yang begitu deras dan tak atur.
Sedangkan keberadaan Kinara, belum mampu ia jamah melalui pandang.
"To to tolonggg.."
Teriak Kinara samar.
Mendengar suara itu, Briyan berusaha tetap muncul di permukaan guna mencari ke arah sumber suara.
Walau kini pemuda itu di paksa kuat oleh sang arus untuk tergulung dan hanyut tenggelam.
"Nara, bertahanlah..!"
Teriak Briyan kencang, saat ia dapati keberadaan Kinara.
Kini dengan susah payah Briyan berenang ke tengah sungai, berusaha menggapai Kinara yang saat ini terselamatkan karena mampu berpegangan kuat pada sebuah pohon tumbang.
Tak henti-hentinya Kinara mengambil nafas dalam, sembari menyebut nama tuhan.
Ia merasa tak kuat bila harus bertahan lama berpegang pada pohon kayu tersebut.
Udara di desa ini cukup dingin, di tambah lagi sekarang ia berada di dalam air dan basah kuyup.
Arus sungai pun, terus berupaya untuk menyeretnya terlepas dari pegangannya pada dahan pohon tumbang.
"Den Briyan, tolong. Saya sudah tak kuat lagi"
Gumam Kinara pelan sembari menatap sendu Briyan yang berusaha berenang mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba, tanpa diharapkan hujan pun turun.
Kinara selalu senang bila turun hujan.
Namun, pada saat seperti ini. Hujan pun turun tanpa di harapkan.
Arus yang tadinya sangat deras, kini semakin bertambah deras.
Karena sungai yang Briyan sebrangi ini cukup luas, sukses membuatnya berusaha keras untuk mampu berenang mencapai tengah.
Tak sesuai harapan, kini banjir bandang malah menerjang.
Mata Kinara yang sedari tadi terbuka sayu, kini membulat sempurna.
Gadis itu melihat terpaan air keruh yang jatuh dari atas, mengalir deras pada jalur air terjun. Namun yang mengalir kali ini, jatuh dalam jumlah yang besar.
Nampak seperti gelombang tsunami, ya mungkin kata itulah yang mampu Kinara gambarkan untuk keadaan saat ini setelah ia lihat terpaan air yang mengalir dari atas tebing, segera akan menghantam tubuhnya.
Burrrrrrrrrrrrrr..!!
"Tuhan lindungilah kami"
Do'a Kinara dalam hati, sembari mempererat genggamannya ketika hantaman deras arus banjir bandang berusaha menyeretnya paksa.
Briyan yang tak tau akan datangnya banjir bandang tersebut, seketika di buat porak-poranda.
Tubuh Briyan terpontang-panting ikut tergulung dalam arus yang menghantam deras.
Banyaknya batu koral besar di sungai itu, menjadi saksi bisu saat tubuh itu terhempas kuat ke muka batu oleh sang arus.
Padahal, Briyan seorang perenang handal. Bahkan beberapa kali mewakili Los Angeles dalam ajang Internasional saat di bangku Senior High School dulu.
Namun dengan keadaan banjir bandang yang tiba-tiba datang, seorang perenang handal pun mampu digulungnya dengan mudah.
Akibat arus yang begitu deras karena banjir bandang yang turun dari atas tebing, serta cidera yang ia alami saat ini, Briyan pun tak lagi punya tenaga yang cukup untuk menentang. Kini, ia hanya pasrah mengikuti kemana arus itu menggulung, membawanya pergi.
Kesadarannya masih ia dapati, namun tenaga sudah tak mampu lagi segagah tadi.
Sedari tadi, entah sudah berapa kali debit air itu tak sengaja terteguk oleh Briyan. Memenuhi lambung, dan paru-paru pemuda itu.
Mata hazel Briyan akhirnya hanya mampu menatap sendu Kinara yang saat ini nampak masih berusaha keras mempertahankan diri, memeluk kencang sebuah batang yang terlihat masih tercancang tegar.
"Nara maaf, sepertinya kali ini aku tak mampu menyelamatkanmu. Berusahalah untuk tetap hidup"
Batin Briyan merelakan.
Kini, tubuhnya dibawa paksa oleh kejamnya arus sungai yang menyeret deras. Sesekali ia turut tenggelam mengikuti irama permukaan air yang menggulung akibat adanya perbedaan kedalaman.
Kinara yang menyadari Briyan yang kini terhanyut akibat arus, begitu merasa khawatir.
Saat ini ia jelas tak mampu berenang di tengah arus sungai yang begitu deras, tetapi ia juga tak bisa membiarkan Briyan hanyut dan hilang begitu saja akibat terbawa aliran.
Tanpa fikir panjang, dengan segera Kinara ingin menyusul Briyan.
"Nara, bertahanlah.!"
Teriak seseorang dari atas tebing, menghentikan niat Kinara barusan.
Genggaman yang tadinya hendak sengaja dilepas dari sebuah batang yang saat ini berada di peluknya, tiba-tiba terhenti saat ia sadari suara yang berteriak memanggilnya.
Walau terdengar samar akibat berlawanan dengan suara hujan dan arus sungai, tapi Kinara masih mampu mendengar jelas suara yang berdengung memenuhi isi lembah tersebut.
Mata coklat itu mengarah cepat menatap ke atas, menyorot daratan tebing tinggi guna mencari letak sumber suara.
"Den Dimas"
Gumam Kinara tak percaya, gadis itu tampak begitu bersyukur kepada Tuhan.
Setelah mampu Kinara temui Dimas dalam pandang, pada beberapa detik kemudian, pemuda itu sudah turut melompat, terjun kebawah.
Burrr...!!
Tubuh itu terhujam keras kedalam air sungai yang saat ini sungguh begitu tak beraturan.
Dengan cepat, Dimas mengerahkan seluruh tenaganya guna menggapai Kinara yang saat ini berada di posisi tengah.
Ia tak peduli beberapa kali tubuhnya tergulung, bahkan terhempas keras ke batu koral raksasa yang ada di sungai tersebut akibat derasnya arus.
Rasa sakit pun tak ia rasakan lagi, hingga akhirnya tubuh itu mampu menggapai sebuah batang yang tersangkut koral. Tepat berada di tengah sungai itu.
"Nara, jangan takut. Mari julurkan tanganmu, aku akan membawamu ketepi"
Ucap Dimas sembari menjulurkan satu tangan ke arah Kinara, sedangkan satunya lagi berpegang di sisi ujung batang, berlainan dengan sisi batang tempat Kinara berpegangan.
"Tidak Den.! Tolong selamatkan Den Briyan dulu. Sebelum ia hanyut terlalu jauh.! Aku masih sanggup bertahan dengan berpegangan seperti ini. Tapi dia, jika di biarkan akan hanyut dan hilang"
Teriak Kinara meminta pada Dimas dengan penuh pemaksaan.
"Tidak Nara, aku akan menyelamatkanmu terlebih dahulu.! Mari julurkan tanganmu cepat.!" Pinta Dimas, masih dengan menjulurkan tangan.
"Den ku mohon, sebentar lagi aku takut banjir bandang akan kembali menerjang. Jika tidak segera menolong Den Briyan, dia akan mati."
Teriak Kinara dengan suara gemetar, tangis wanita itu mulai pecah.
Karena tak ada pilihan lain, melihat dari sisi yang mana yang lebih mendesak. Akhirnya Dimas memutuskan cepat, bahwa ia harus segera menolong Briyan.
Namun, sebelum ia menyelamatkan Briyan. Dimas sejenak menatap ke arah ujung, mengikuti alur arus sungai guna mendapati keberadaan Briyan terlebih dahulu.
Tak lama, matanya mampu menangkap jelas tubuh yang saat ini tergulung nyata dalam derasnya arus sembari sesekali timbul akibat gelombang yang tak menentu.
Dengan sekuat tenaga, Dimas berenang mengikuti arus untuk menghampiri Briyan. Hingga akhirnya lengan itu mampu menggapai tubuh yang saat ini nampak begitu lemas.
"Bertahanlah"
Pinta Dimas di tengah aksinya membawa Briyan menepi.
Sayup Briyan mendengar suara Dimas tersebut, matanya hampir menutup. Namun ia masih mampu mendengar suara itu, karena saat ini, walau sudah sangat tak berdaya, ia masih berada dalam keadaan sadar.
Akhirnya, Dimas mampu membawa tubuh itu ke tepi.
Dengan sisa kesadaran yang ia miliki, Briyan berusaha berbicara kencang di tengah bisingnya suara hujan dan derasnya air sungai.
"Bodoh, kau seharusnya menyelamatkan Nara. Bukan aku.! Laki-laki bodoh.!"
Teriak Briyan kesal.
"Tak apa jika aku mati, tapi aku tak rela jika terjadi apa-apa pada Nara!"
Tambah Briyan lagi.
Bukannya tak berterimaksih pada Dimas yang saat ini telah menyelamatkannya, tetapi Briyan begitu ingin Kinara selamat saat ini.
Lagi pula, ia rela terjun demi menyelamatkan Kinara. Jikalau Dimas menyelamatkan nyawa Kinara segera, bahkan membiarkan dirinya tetap hanyut, Briyan tak akan marah. Karena memang pada dasarnya, Briyan sanggup mati demi menyelamatkan wanita itu.
"Pergi dan selamatkan dia, Cepat.!"
perintah Briyan dengan sisa tenaga yang ia miliki.
Sadar dengan ucapan Briyan, dengan cepat Dimas berbalik badan guna menceburkan diri kembali.
Namun gerak cepat itu terhenti ketika matanya tak mampu mendapati keberadaan Kinara saat ini.
Matanya terbelalak kaget saat Kinara sudah tak lagi ada di tengah sungai, tak lagi berpegangan di batang kayu seperti saat lalu. Kini, wanita itu menghilang.
"Nara.!"
Teriak Dimas khawatir.
Tubuh kekar yang kini basah kuyup itu gemetar.
Batinnya begitu takut.
Matanya seperti kucing lapar yang menatap sekitar guna mencari hal yang mampu dimakan.
Kepala itu, dengan cepat bergonta ganti arah guna mendapati keberadaan Kinara.
"Nara.!"
Teriak Dimas lagi, begitu frustasi.
"Dimas, di di disa sa sana"
Ucap Briyan terdengar samar, sembari menunjuk ke arah ujung. Mengikuti arah arus yang mengarah pada muara, menuju sungai yang lebih besar lagi.
"Ce ce cepat selamatkan dia.!" Teriak Briyan getir.
Menangkap arah tunjuk Briyan, seketika Dimas dapati tubuh Kinara yang saat ini terluntang-lantung di bawa derasnya arus.
Dengan cepat, Dimas kembali berenang menghampiri tubuh itu cepat.
Tak perduli sudah beberapa kali kepalanya membentur kerasnya batu koral, tak perduli sudah berapa banyak air yang ia teguk tak sengaja. Yang ia perdulikan hanyalah meraih tubuh Kinara.
Seluruh tenaga ia kerahkan guna mempercepat gerak renangnya, hingga ia sadari saat ini tangan itu telah mampu menggenggam erat pinggang Kinara.
Dengan cepat Dimas membawa raga yang telah tak sadarkan diri itu ke tepi.
"Nara bertahanlah.!"
Teriak Dimas khawatir sembari menekan-nekan perut rata tersebut, pemuda itu mulai menangis takut.
"Ku mohon Nara, bertahanlah.!"
Teriak Dimas parau, kembali ia ulangi gerakan tangan yang menekan-nekan, namun kini bukan di bagian perut, melainkan pada dada. Tepat di atas tulang rusuk wanita itu.
Tak mendapat respon dari tubuh yang saat ini nampak begitu kaku tersebut, Dimas begitu takut. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk memberi alternatif lain.
Tanpa pikir panjang, segera ia satukan bibirnya dan bibir Kinara. Guna memberi ruang untuk mengalirnya udara.
Dengan kuat ia hembuskan nafas, dengan sesekali melepas pangutan dan menghirup dalam oksigen di sekitar, kemudian mentransfernya lagi melalui mulut Kinara.
Briyan yang berusaha berjalan tertatih mendekat kearah dua insan tersebut, di buat semakin lemas melihat adegan yang tersaji jelas di depan matanya.
Hatinya sakit, tapi masih mampu ia halau dengan akal sehat.
Ia tak boleh egois, ia tak boleh cemburu. Apa yang Dimas lakukan saat ini, tentu demi keselamatan Kinara.
Jikalau terjadi hal buruk pada Kinara, tentu hanti Briyan akan jauh tambah sakit dan hancur terlebih lagi, ketimbang apa yang ia rasakan saat ini, melihat bibir Dimas menyentuh Bibir Kinara.
"Uhuk uhukk"
Nampak, air bening keluar banyak dari mulut mungkil. Menarik kesadaran pada jiwa yang saat ini telah terbangun.
Mata yang tadinya setia terpejam, kini perlahan terbuka, menampilkan manik coklat yang begitu sendu.
Beberapa kali, nampak mata itu mengerjap. Guna memastikan kesadarannya kembali dan sedikit menghalau bulir yang mengalir memasuki mata akibat hujan deras yang turun dari langit.
"Den Dimas"
Ucap Kinara gemetar, tiba-tiba tubuh ringkih itu bangkit dan memeluk cepat tubuh kekar Dimas.
"Aku ta ta takut"
Tambah Kinara lagi yang terdengar tak kalah getir dari nada sebelumnya.
"Tenanglah, semua sudah baik-baik saja"
Ucap Dimas menenangkan. Tangannya perlahan mengelus pelan kepala Kinara
Tubuh Dimas saat ini masih senantiasa dalam keadaan duduk, menjadi sanggah terhadap tubuh Kinara yang saat ini tengah memeluknya erat dalam posisi yang sama.
Kembali, melihat hal tersebut. Nyeri yang Briyan rasakan pada dadanya.
Tapi sekali lagi, akal sehatnya mampu menghalau rasa sakit itu agar tak berlebihan.
"Nara.."
Ucap Briyan pelan di tengah derasnya suara hujan.
Menyadari bunyi suara, dengan cepat mata coklat yang tadinya terpejam takut, sembari jari-jemarinya memeluk erat tubuh Dimas, kini beralih ke arah suara itu.
"Den Briyan" Ucap Kinara nanar.
Briyan kini berada tepat di dekat posisi Kinara dan Dimas, tubuh kekar yang berjalan tertatih tadi, kini terduduk simpu tiba-tiba.
"Kau tak apa?"
Tanya Briyan dengan suara yang lemas, sembari menjulurkan tangan perlahan menyentuh pipi Wanita cantik itu.
Terasa, bulir hangat tergenang di pelupuk mata. Dengan cepat, Kinara memeluk erat tubuh kekar Briyan yang nampaknya tak bertenaga lagi.
"Den, terimakasih.!"
Ucap Kinara spontan sembari memejamkan mata dalam pelukannya terhadap Briyan.
Perlahan namun pasti, lengan kekar Briyan turut melingkar memeluk erat tubuh Kinara yang dingin.
"Sudah ya, jangan menangis lagi"
Ucap Briyan menghangati, walau nada suara nya sendiri terdengar begitu gemetar.
Melihat itu, Dimas hanya menarik nafas panjang. Sejenak membuang muka sembarang, tak ingin melihat apa yang ada di depan mata saat ini.
"Aku takut."
Tambah Kinara lagi, masih dengan mata yang terpejam dalam pelukan Briyan
"Jangan takut, kami ada di sini untukmu Nara"
Balas Briyan menenangkan. Kini muka tangan lelaki tampan itu bergerak naik mengelus pelan kepala Kinara yang ada di pelukannya. Dapat ia rasakan, tubuh itu dalam keadaan bergetar hebat. Menandakan bahwa Kinara sedang menangis ketakutan.
Dimas yang tadinya membuang muka, dengan cepat beralih menatap Kinara. Saat ia sadari gadis itu menangis tersedu-sedu.
Tangan Dimas turut menyentuh Kepala Kinara, guna memberikan kesan menguatkan.
"Nara, jangan menangis"
Pinta Dimas lembut sembari menatap lekat wanita yang saat ini ada dalam pelukan Briyan.
Briyan masih setia memeluk hangat Kinara, sambil sesekali menatap sekilas Dimas yang nampak begitu khawatir.
"Aku akan mencari warga untuk meminta pertolongan. Kalian berdua terlihat lemas, dan aku tak bisa memapah kalian berdua sekaligus. Tunggu sebentar aku akan kembali"
Ucap Dimas yang kemudian berdiri, beranjak pergi.
"Jaga Nara dulu"
Tambah Dimas lagi, sebelum ia benar-benar melangkah pergi.
Briyan hanya tersenyum sembari mengangguk pelan tanda mengerti.
"Nara bertahanlah, ini semua akan segera berakhir."
Gumam Briyan dalam hati sembari mempererat pelukannya pada tubuh Kinara yang saat ini masih menangis ketakutan.
"Dimas, cepatlah kembali. Segera bawa kami pergi dari tempat ini"
Tambah Briyan lagi sembari menatap lekat punggung Dimas yang berlari menjauh pergi
.
.
.
BERSAMBUNG***
nyesel yah
cinta lama vs cinta baru