Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Pagi Nufus
Di rumah Angin.
Pagi itu, Nufus terbangun di kamar Xadewa. Sebenarnya kamar itu luas, mewah, bersih, dan rapi. Tapi ia tidak bisa tidur nyenyak. Entah kenapa, suasananya terasa mencekam dan membuatnya tidak nyaman.
Sebenarnya semalam ia ingin pindah kamar, tapi itu tidak mungkin karena dia sendiri yang meminta untuk menempati kamar Xadewa. Lagipula jika harus minta kamar lain disiapkan, dan itu sudah tengah malam, ia yakin Licyardi (atau kita panggil saja Licy), pasti tidak akan senang dan malah mencari masalah dengannya. Malam itu Nufus sudah terlalu lelah jika harus meladeni Licy.
Akhirnya pagi ini ia bangun dengan badan kurang segar. Ia memeriksa catatan tentang apa saja yang harus dilakukan selama tinggal di sini. Saat melihat jadwal, ia sadar sebentar lagi waktu sarapan akan tiba.
Itu terasa aneh baginya. Seumur hidup, ia tidak pernah sarapan di satu meja dengan keluarga. Bahkan ia jarang sarapan di rumah. Nufus sudah membayangkan betapa canggung nanti suasananya. Ia juga bisa menebak Licy pasti akan berusaha mengasingkannya dulu. Setelah itu, mungkin Nufus akan memunculkan drama agar dia bisa dapat kursi di meja makan. Ia harus pandai-pandai bersikap, agar benar-benar bisa berperan menjadi anak keluarga itu.
Sebelum keluar kamar, Nufus sempat melihat-lihat sekeliling. Di sana ada bingkai foto Xadewa saat masih kecil. Wajahnya lucu dan tengil. Nufus tersenyum dan memotret foto itu dengan ponselnya, sekadar untuk kenangan.
Kemudian ia melepas foto Xadewa dari bingkai dan menggantinya dengan foto dirinya saat remaja, masa ketika ia baru saja diselamatkan oleh Xadewa dari kerasnya dunia.
Setelah itu ia membakar foto Xadewa sambil bergumam.
"Maafkan aku, Kak."
Setelah itu, Nufus berkeliling kamar lagi. Ia mencari semua benda yang disinyalir milik Xadewa. Apa pun yang ia temukan, langsung ia amankan. Ada yang ia bakar seperti foto tadi. Ada juga yang ia masukkan ke dalam tasnya.
Ia sadar aksinya ini bisa saja ketahuan oleh Angin ataupun Licy. Tapi kalau itu terjadi, ia sudah menyiapkan alasan yang sama. Jangan sampai Xadewa hancur.
Setelah selesai, Nufus baru lah keluar dari kamar. Begitu menutup pintu, ia langsung berpapasan dengan Licy. Wanita itu berdiri di depannya dengan tangan bersilang dengan tatapan menusuuk.
"Bagaimana bisa wajahmu tidak segar setelah tidur di kamar sebagus itu? Apakah tidurmu tidak nyenyak?"
Kalau orang lain yang bilang, itu mungkin terdengar seperti pertanyaan biasa. Tapi karena Licy yang bicara, itu menjadi kalimat sindiran. Ia menatap Nufus dengan senyum miring sebelum berjalan pergi dengan angkuh diikuti oleh pelayan di belakangnya.
Nufus hanya diam. Ia ikut melangkah pergi. Sepertinya mereka berdua sama-sama menuju ke meja makan.
Di meja makan, ternyata tidak ada drama pengasingan. Begitu Angin mempersilakan, Nufus langsung duduk. Licy juga terlihat tidak keberatan, berbeda dengan sikapnya kemarin-kemarin yang jelas menolak kehadiran Nufus.
Nufus melihat meja makan yang penuh dengan berbagai hidangan. Pandangannya kemudian beralih ke Angin dan Licy. Ia menyadari mereka belum mulai makan, seperti sedang menunggu sesuatu.
Karena itu, Nufus juga menahan diri. Ia tidak berani langsung menyentuh makanannya. Dalam hati ia heran, Memangnya makan begini saja harus ada aturan?
Suasana hening sampai akhirnya Angin membuka suara.
"Nufus, silakan kamu pilih makanan lebih dulu."
"Silakan Tuan dan Nyonya yang lebih dulu memilih."
Jawabannya membuat Angin dan Licy akhirnya bergerak mengambil makanan ke piring mereka masing-masing. Setelah itu barulah Nufus memilih.
Namun ia sengaja mengambil makanan yang belum disentuh sama sekali oleh Angin dan Licy. Padahal, salah satu hidangan yang diambil Angin sebenarnya adalah makanan kesukaannya. Tapi ia malah mengikuti naluri untuk tidak mengambil bekas dari Angin dan Licy.
Melihat pilihan Nufus, Angin dan Licy sempat saling berpandangan.
Begitu Nufus hendak menyuap makanannya, tiba-tiba sendok Licy melayang, menepis sendok Nufus hingga terlepas. Nufus kaget. Apa yang terjadi? pikirnya. Tapi ia berusaha tetap tenang dan tidak memperlihatkan kebingungan.
"Bodoh! Sedikit lagi kau mati dengan menelan makanan itu!" Ujar Licy.
Angin menambahkan. "Yang kamu pilih itu beracun. Padahal kamu tadi mempersilakan kami memilih dulu. Apa yang kami pilih otomatis aman. Kalau kamu cerdas, kamu cukup ikuti pilihan kami untuk menjamin keamananmu. Tapi kau malah pilih yang belum tersentuh, tanpa bisa membaca situasi."
Ia menatap Nufus lekat-lekat.
"Instingmu sebagai bagian dari keluarga ini harus diasah. Belajarlah menempatkan diri. Anggap saja semua yang ada di depanmu itu ranjau. Ini bukan hidupmu yang lama."
Licy menimpali dengan nada sinis, "Kau nyaris mati barusan karena pikiranmu tidak setajam kami. Sayangnya aku tidak mau kau mati sekarang karena itu terlalu cepat. Nanti saja. Kalau sepuluh hari lagi ramalanmu tentang kami tidak terbukti, maka itulah hari terakhirmu."
Lalu Angin dan Licy berdiri, berpindah tempat ke meja yang sudah dipersiapkan tanpa ada lagi drama ranjau. Sementara Nufus masih ada di tempat duduknya, membersihkan percikan di bajunya akibat kejadian tadi.
Tidak lama Nufus pun berdiri, beranjak pergi dari sana tanpa menikmati sarapan bersama.
...***...
"Lihatlah. Bagaimana orang seperti dia bisa ada di antara kita? Aku benar-benar tidak habis pikir kenapa kita bisa menaruh kepercayaan sejauh ini padanya."
Licy menyalakan rokok. Asapnya melayang ke udara ketika ia menghembuskan napas perlahan. Angin Sujiwo duduk memangku Licy.
"Tenanglah. Bukankah dia datang untuk melindungi Xadewa? Kalau apa yang dia bilang itu benar-benar terjadi, Xadewa akan aman."
"Kamu sungguh percaya padanya? Bagaimana kalau semua itu hanya akal-akalan supaya dia bisa menguasai apa yang dimiliki Xadewa? Dan sejak kapan kamu mulai ragu pada dirimu sendiri seperti ini?"
"Entahlah. Fakta bahwa salah satu bisnis kita sedang diawasi membuatku berpikir ulang. Aku khawatir, barangkali yang dia katakan memang benar. Kita perlu bersiap. Bukan berarti aku tidak percaya diri pada sistem keamanan kita selama ini. Licy, sayangku... percayalah, aku hanya memikirkan Xadewa. Anak kita. Anakmu dan aku."
Licy terdiam. Dan tiba-tiba ada laporan datang.
"Tuan, ada laporan masuk dari pusat bahwa sistem kita semalam ada yang berhasil menembus."
Angin dan Licy seketika berubah ekspresi.
.
.
Bersambung.
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/