Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 ( Surga Yang Terenggut )
Dirga dan Amira melewati kebersamaan mereka selama beberapa hari ini dengan bahagia. Apalagi setiap hari Dirga selalu membawa Amira ke perusahaan, karena dia tidak mau melewatkan satu detik pun kebersamaan dengan perempuan yang sangat dicintainya tersebut.
"Kenapa melamun?" tanya Dirga ketika melihat Istrinya yang sudah terbangun sebelum Adzan Subuh berkumandang.
"Aku sedih karena hari ini adalah hari terakhir Mas Dirga menemaniku. Besok sudah jatahnya Regina, jadi aku akan tidur sendirian lagi," jawab Amira dengan mata berkaca-kaca.
Hati Dirga berdenyut sakit mendengar perkataan Amira. Dia juga merasakan hal yang sama karena sampai detik ini hanya Amira satu-satunya perempuan yang ada di dalam hati Dirga.
"Maaf ya sayang, Mas harus membagi raga Mas dengan Istri yang lain. Maaf atas janji yang pernah Mas ucapkan, karena nyatanya Mas tidak bisa menjadikan kamu Istri satu-satunya," sesal Dirga dengan menekan kedua sudut matanya yang sudah hampir mengeluarkan air mata.
Amira menghela napas secara kasar mendengar perkataan Dirga. Sekuat apa pun Amira menjalani semuanya, nyatanya masih ada rasa sakit ketika membahas masalah Regina.
Untuk saat ini Amira belum benar-benar rela berbagi. Namun, entah kapan pun itu, pasti ada waktunya dia mulai terbiasa membagi Suaminya dengan perempuan lain.
"Meski pun aku memang ingin Mas Dirga tetap bersikap adil kepada aku dan Regina. Akan tetapi, apa boleh aku bersikap egois kalau meminta Mas Dirga tidak jatuh cinta kepada dia? Setidaknya hanya cinta Mas Dirga yang aku punya, karena pada kenyataannya aku tidak bisa menjadi perempuan sempurna. Aku tidak bisa memberikan keturunan untuk Mas Dirga, aku tidak bisa menjadi seorang Ibu," racau Amira dengan terisak.
Mulut Dirga sudah terbuka untuk menjawab pertanyaan Amira. Namun, suara Adzan Subuh menghentikan niat Dirga tersebut.
"Kenapa Mas? Apa Mas berat kalau tidak jatuh cinta kepada Regina? Seharusnya aku tau jawaban Mas Dirga, apalagi dia lebih muda juga lebih cantik dariku," ucap Amira dengan air mata yang semakin mengalir deras membasahi pipinya.
"Bukan seperti itu sayang. Mas_"
"Sudahlah Mas, aku tidak ingin mendengar apa pun lagi. Ada atau tidaknya diriku suatu saat nanti, mungkin sudah tidak penting lagi bagi Mas Dirga. Sebaiknya kita segera melaksanakan Shalat Subuh," ucap Amira dengan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Amira sebenarnya tidak habis pikir dengan kata hatinya yang tiba-tiba meluap. Dia merasa takut jika suatu saat nanti kehilangan Dirga sepenuhnya. Padahal apa pun yang berada di Dunia ini, sifatnya hanyalah sementara.
Pada akhirnya Amira mencoba untuk tidak ambil pusing, karena setiap merasa memiliki, pasti akan merasa kehilangan, padahal semua itu hanyalah titipan, termasuk Suami.
Astagfirullah, ampuni hamba Ya Allah, batin Amira ketika menyadari kesalahannya.
Setelah selesai Shalat Subuh berjamaah, Dirga terlihat berpikir tentang ucapan yang di katakan oleh Istri pertamanya tersebut.
Sampai saat ini hanya Amira yang mampu menggetarkan jiwanya. Namun, dia tentu mengetahui jika Tuhan maha Membolak balikan hati, dan Dirga tidak akan tau apa yang terjadi di masa depan.
Akan tetapi, satu hal yang bisa Dirga pastikan, jika rasa sayang dan cintanya terhadap sosok Amira tidak akan pernah hilang, karena Amira akan tetap menjadi nomor satu di dalam hatinya.
......................
Waktu saat ini sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Amira yang merasa enggan ikut sarapan bersama keluarga Dirga, memilih pamit kepada Suaminya tersebut untuk berangkat bekerja, karena hari ini adalah hari pertama dia bekerja di Perusahaan Rendra.
Pada saat Amira menghampiri Dirga yang sudah berada di meja makan, semua mata langsung tertuju kepada Amira yang sudah berdandan rapi mengenakan pakaian kantoran sehingga membuatnya semakin terlihat cantik, bahkan Dirga sampai tidak berkedip melihat kecantikan Istri pertamanya tersebut.
"Sayang, kamu cantik sekali," puji Dirga yang hanya dijawab dengan senyuman oleh Amira.
"Iya, Kak Amira terlihat semakin cantik. Vania jadi tidak sabar ingin cepat-cepat kerja juga."
"Vania, kamu tidak usah ikut-ikutan melanggar tradisi keluarga Cakra dinata. Untuk apa kita bekerja, kita juga tidak kekurangan uang," bentak Bu Meri.
"Mas, aku berangkat dulu ya," ucap Amira dengan mengulurkan tangannya pada Dirga.
"Memangnya kamu gak sarapan dulu?" tanya Dirga.
"Aku nanti sarapan di kantin saja, takutnya terlambat, apalagi ini hari pertama kali aku bekerja di Bagaskara Grup," jawab Amira.
Degg
Jantung Regina rasanya berhenti berdetak ketika mengetahui jika Amira ternyata akan bekerja satu perusahaan dengan Ayahnya.
"Apa? Jadi Mbak Amira bakalan bekerja di Bagaskara Grup?" tanya Regina mencoba memastikan.
"Iya," jawab Amira singkat.
"Oh iya, bukannya Papa Kak Regina juga Direktur keuangan Bagaskara grup?" tanya Sinta.
"Iya benar. Papa sudah puluhan tahun menjadi orang kepercayaan pemilik Bagaskara Grup," jawab Regina dengan bangga.
"Papanya Regina memang hebat bisa bekerja di Bagaskara Grup sebagai Direktur keuangan, kalau si Amira palingan juga cuma jadi cleaning service," ledek Bu Meri dengan tertawa.
"Ma, harus berapa kali Dirga peringatkan kalau Mama tidak boleh menghina Istri Dirga. Amira akan bekerja menjadi Asisten CEO, karena Rendra sebenarnya_"
Ucapan Dirga terhenti ketika Bu Meri kembali angkat suara.
"Mana mungkin jadi Asisten CEO, palingan si Rendra juga salah satu OB di Bagaskara Grup, lagaknya saja seperti orang kaya, jangan-jangan perhiasan yang Orang tuanya kasih juga hasil kredit atau mungkin imitasi."
"Andai saja Rendra seorang CEO, aku pasti akan gencar untuk mendapatkannya. Sayang sekali dia hanya seorang OB," gumam Sinta.
"Dia tidak pantas untuk kamu, karena dia tidak selevel dengan keluarga kita. Sinta, pokoknya kamu harus mendapatkan Pengusaha kaya raya yang lebih kaya dari keluarga kita. Kamu jangan membuat malu seperti Kakak kamu yang hanya menikah dengan perempuan miskin," sindir Bu Meri dengan menatap sinis kepada Amira.
Amira hanya menggelengkan kepala melihat sikap Bu Meri yang suka merendahkan orang lain. Sampai akhirnya Amira memutuskan berpamitan kepada Dirga.
"Mas, sebaiknya aku berangkat sekarang supaya tidak kesiangan," ucap Amira dengan mencium punggung tangan Suaminya.
"Sayang, apa tidak sebaiknya kita berangkat bersama? Apalagi kita searah," ucap Dirga dengan menyudahi makannya.
"Tidak usah Mas, aku naik motor saja, apalagi sekarang sudah jatahnya Mas menemani Regina, dan aku tidak mau mengambil hak orang lain," ucap Amira, lalu mengucap salam sebelum berangkat.
Amira bergegas melangkahkan kakinya ke luar dari dalam rumah, bahkan Dirga belum sempat mencium kening Istrinya tersebut.
"Kenapa dilihatin terus? Kamu harus ingat Dirga, minggu ini sudah jatahnya Regina. Jadi, sebaiknya kamu bawa Regina ke perusahaan juga seperti yang sebelumnya kamu lakukan kepada si mandul," ujar Bu Meri.
"Hari ini Dirga ada meeting di luar. Kalau begitu Dirga berangkat dulu," ucap Dirga dengan mencium punggung tangan Bu Meri, kemudian melangkahkan kakinya ke luar dari dalam rumah.
Langkah kaki Dirga terhenti ketika mendengar suara Regina.
"Mas, tunggu."
"Ada apa?" tanya Dirga.
"Apa Mas lupa kalau Mas belum mencium kening ku?" tanya Regina dengan malu-malu.
Dirga menghela napas panjang mendengar perkataan Istri keduanya. Setelah Regina mencium punggung tangan Dirga, Dirga terpaksa mencium kening Regina supaya Istri keduanya tersebut tidak terus melayangkan protes.
"Kalau begitu aku berangkat dulu," ucap Dirga.
"Hati-hati ya Mas," ucap Regina dengan melambaikan tangannya ketika mobil Dirga melaju meninggalkan pekarangan rumah.
"Selangkah demi selangkah, aku pasti akan membuat kamu jatuh cinta kepadaku Mas," gumam Regina dengan tersenyum licik.
*
*
Bersambung