Istri Titipan

Gita terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Gita tidak bisa melupakannya, Bang. Dia adalah bagian dari masa lalu Gita."

Bang Harra menggenggam tangan Gita erat. "Abang tau. Tapi Abang harap, kamu bisa membuka hati untuk Abang.. Sepenuhnya. Abang ingin menjadi bagian dari masa depanmu."

Gita tersenyum tipis. "Gita sudah membuka hati untuk Abang. Abang sudah dan akan selalu menjadi bagian dari hidup Gita."

"Lalu kenapa masih ada dia dalam hatimu???"

"Mungkin saja karena Almarhum sangat baik. Gita dan Bang Rofiq tidak pernah bertengkar, hanya saja kami berpisah dengan cara yang tidak umum.. Itu saja. Gita sadar sudah berpisah, dan kini sudah menemukan sosok sebaik Almarhum, bahkan mungkin... Berkali-kali lipat lebih baik."

Bang Harra memeluk Gita erat. "Abang janji, Abang akan selalu menjagamu dan menyayangimu. Abang tidak akan pernah meninggalkanmu, tolong biarkan Abang mencoba masuk ke dalam hatimu."

Gita terdiam, ia yakin Bang Harra adalah pria yang tepat di antara semua pria yang pernah ia temui selama ini selain ayah dan Abang-abangnya.

Entah bagaimana perasaannya saat ini, jelas saja ia bahagia merasa di cintai dengan begitu hebatnya tapi disisi lain di dasar hatinya yang terdalam, ia merasa tidak pantas mendapatkan cinta tersebut.

"Bagaimana kalau Gita menolaknya."

"Abang tidak memaksa, itu pilihanmu. Tapi Abang lebih memilih mati bunuh diri daripada kehilanganmu." Jawab Bang Harra.

"Kenapa bicara begitu?? Masih ada Mama, Ayah, Oppung dan Mamak..................."

"Abang tau, tapi hidup ini hanya milik Abang sendiri. Kelak saat beliau semua tidak ada, hanya Abang sendiri yang akan jalani hidup ini dan Abang hanya ingin jalaninya bersamamu. Jika kamu tidak ada, jangan harap ada cerita hidup Abang juga. Selesailah sudah sampai disini..!!!"

Gita terpana mendengar setiap kata yang meluncur dari mulut pria seberang ini. Entah jujur atau tidak yang jelas ada rasa bahagia juga dalam hatinya.

Di dekat nakas, ada celana jeans yang belum sempat Bang Harra bereskan di tempatnya. Ia mengambil sesuatu disana.

"Kalau kau ragu dengan cinta Abang, kau tusuk saja suamimu ini hingga kau puas..!!!! Kalau kata tidak bisa meyakinkan hatimu, biar darah Abang yang menjelaskan sejelas-jelasnya. Segalanya Abang relakan untukmu..!!" Bang Harra menggenggamkan benda kecil itu di tangan Gita.

Saat ini ada sebuah pisau lipat ada di tangan Gita. Tangannya sampai gemetar menggenggamnya apalagi saat Bang Harra menekan pengaitnya dan menekan benda itu pada dada bidangnya.

Seketika Gita tersentak hingga benda itu terlepas. Ia pun terisak-isak memberanikan menatap kedua mata Bang Harra yang masih terus menatapnya.

Bang Harra pahami perasaan bumilnya, selain sensitif dan berubah-ubah, pernikahan mereka yang kilat memang membutuhkan kepastian dan sikap yang nyata. Ia juga menyadari bahwa dirinya lah yang lebih dulu mencintai bumil cantiknya itu. Sebenarnya dirinya menyimpan perasaan tidak nyaman saat mengetahui Gita masih memiliki perasaan pada pria lain tapi ia juga tau bahwa kini Gita sudah menjadi hak miliknya sepenuhnya, adalah tugasnya untuk membuat Gita takhluk dan bertekuk lutut padanya.

"Kenapa? Bukankah kau ingin bukti seberapa dalam cinta Abang sama kau?? Abang pun ikut sakit kalau kau terus letakan Abang di sisi hati kau saja. Mungkin Abang egois, tapi Abang ingin hanya ada Abang di hati kau, untuk sekarang, besok dan selamanya." Bang Harra kembali menggenggamkan pisau lipat tersebut di tangan Gita. "Lakukan, Abang ikhlas kalau memang harus mati di tanganmu, asal jangan mengganti Abang dengan sosok pria lain di hatimu..!!!"

Ucapan itu sungguh terdengar jelas di telinga, hanya saja satu yang paling mengena di dalam hatinya. Ia merasa, Bang Harra menyimpan perasaan yang sulit di artikan.

"Tidak mau juga, sekarang Abang harus bagaimana, Git........................."

Ucap itu terhenti, Bang Harra ternganga saat Gita tiba-tiba saja menubruknya dan merasakan bibir lembut Gita dengan nakalnya menyambar bibirnya meskipun hanya sekilas. Matanya berkedip-kedip, jantungnya berdesir, denyut jadi pun tak beraturan.

Tau Gita mulai menggoda hatinya, Bang Harra pun menarik diri. Namun siapa sangka istri kecilnya malah melingkarkan kedua lengan pada tengkuknya.

"Kamu tau kan, kita tidak boleh seperti ini. Menurutmu apa yang akan terjadi jika Abang khilaf??" Sekilas kecupan pun membalas Gita.

"Abang berani menanggungnya??" Tanya Gita.

"Di dunia ini tidak ada yang Abang takuti, tapi jujur dalam hati kecil Abang masih takut siksa Tuhan." Jawab Bang Harra.

"Abang keluar masuk diskotik, mabuk, nakal sama perempuan lain, apakah bukan termasuk dosa??"

"Iya, tapi Abang juga pengen jadi laki-laki yang lebih baik untuk kau dan anak kita, sayaang..!!" Kata Bang Harra.

"Gita tau, tapi Gita juga tau.. Suami sudah paham resiko dalam setiap tindakan."

Bang Harra tersenyum tipis, ia balas menarik pinggang Gita yang kini ekspresinya mendadak berubah menjadi panik. "Siapa yang mengajarimu nakal begini??? Abang punya keterbatasan. Sanggupkah kamu menerima suami yang ceroboh???"

.

.

.

.