Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Cinta Rio
"Mas..." panggil Aruna seraya menyusul Aryan ke lantai bawah. Ia mempercepat langkahnya menuruni tangga agar suaminya itu tidak menunggu lama. "Ponsel Mas ketinggalan." Imbuhnya memberikan benda canggih itu kepada Aryan.
"Hampir saja. Makasih ya!" Aruna mengangguk senyum namun tak memudarkan aura dinginnya sedikitpun. Dan Aryan kembali melangkah pergi diiringi Aruna dari belakang untuk mengantarkan kepergiannya. Sudah beberapa kali Aryan mengatakan jika Aruna boleh keluar dan jangan memikirkan larangannya hari itu. Namun Aruna sendiri yang seakan menutup diri dan memilih diam di dalam rumah tanpa ingin tahu dunia luar lagi. Meski Ia lupa dengan Adnan, namun tak bisa menutup kemungkinan Adnan juga sudah melupakan kebersamaan mereka. Dan apa yang harus Ia katakan pada Adnan jika seandainya lelaki itu tahu dirinya sudah menikah sebelum mereka bertemu.
Sepeninggal Aryan, Aruna berlalu ke dalam rumah dan kembali bergelut dengan kejenuhan isi kamar. Namun Ia bisa mengobati kesepiannya dengan mengurus beberapa tanaman hias yang kini sudah menjadi teman kesendiriannya.
...----------------...
"Mbak. Sesuai kesepakatan, Ayah dan Mas Halim saat itu memang sudah sepakat untuk memberikan perusahaan pada Aryan. Tapi, seperti yang kita tahu, syarat dari Ayah itu adalah keturunan. Bagi aku atau Aryan selaku putra Mas Halim, harus memiliki keturunan agar menjadi pemegang hak warisan kedepannya. Sebenarnya anak tiri atau angkat pun tak masalah jika dia bisa mengelola perusahaan dengan baik. Tapi kita menghindari itu agar tak ada perpecahan antara saudara kandung nantinya. Aku tak akan meminta hakku dulu, meski Rio sudah memenuhi syarat menjadi seorang pemimpin, tapi aku menghargai Aryan sebagai keponakanku untuk meneruskan mengelola perusahaan dan menjadi pewaris yang lebih pantas. Jika Gita belum mengandung, aku dan Rio akan turut membantu Aryan sebisanya. Dan posisi direktur utama sudah aku lepas seutuhnya dan aku berikan pada Aryan. Mbak, aku sudah terlalu tua. Tapi aku hanya menuntut hak sebagai anak Ayah dan adik Mas Halim."
"Apa yang kau mau, Damar?"
"Jika perusahaan jatuh kepada Aryan, maka tanah lapang yang ada di kawasan industri itu aku yang ambil. Aku ingin mendirikan usaha untuk Rio dan adiknya. Meski mereka anak tiriku, tapi aku sudah merawat mereka dari kecil. Dan aku tak punya anak kandung."
Itu yang Damar katakan saat pertemuan keluarga tempo hari. Sundari terus berpikir keras bagaimana caranya agar salah satu menantunya bisa hamil cepat. Malam itu Sundari terdiam memikirkan mengapa ada warisan lain yang tidak Ia ketahui?
"Mas Halim.... kamu gak kasih tahu aku apa saja peninggalan Ayah dan kamu?" Sundari bergumam pelan dengan memijit dahinya kuat-kuat. Bisa-bisanya Ia tak mengetahui apapun tentang peninggalan suaminya.
...----------------...
"Bu... ada kiriman lagi. Katanya ingin Ibu yang menerima." Ujar Bi Ima sedikit tergesa. Lagi? Kenapa banyak sekali kiriman akhir-akhir ini?
"Dari siapa lagi, Bi?"
"Saya tidak tahu Bu. Katanya ini kiriman khusus untuk Ibu." Dan lagi, tak ada nama pengirim yang pasti. Siapa pengirim misterius itu? Dengan langkah malas, Aruna gegas turun dari lantai atas menuju teras bawah dan menerima kiriman apa lagi yang datang untuknya. Dan anehnya, kiriman itu datang setelah Aryan berangkat bekerja. Mendengar langkah kaki yang mendekat dari belakangnya, pria tegap itu berbalik dan terlihat dari matanya jika Ia tersenyum pada Aruna. Topi dan masker serta jaket hitam membuat Aruna sedikit waspada. Ia sempat berpikir jika lelaki ini tidak pantas disebut petugas pengirim. Namun pikirannya segera Ia tepis agar tak melihat seseorang dari penampilan saja.
"Dengan Ibu Aruna?" Kembali Aruna dibuat terkejut dengan suara yang familiar. Entah siapa, namun Ia pernah mendengar suara tersebut. Bukan Adnan, namun siapa?
"I-iya Mas. Saya Aruna." Meski penasaran pada sosoknya, Ia lebih penasaran pada siapa yang mengirimkan kiriman berupa bunga berukuran sedang yang masih digenggam petugas itu.
"Ini ada kiriman untuk anda." Ucap lelaki itu seraya menyodorkan bunga kepada Aruna.
"Kalau boleh tahu, dari siapa ya?"
"Pengirimnya tanpa nama Bu. Saya hanya mengantarkan saja."
"Begitu ya? Ya sudah, terima kasih ya Mas."
"Hanya begitu? Dia benar-benar dingin." Batin lelaki itu masih menatap Aruna yang mulai membuka kartu ucapan. Tiba-tiba senyumnya tersungging kala Aruna menarik sebuah senyum yang begitu manis. Dan dengan tanpa sadar, ternyata Aruna meliriknya dengan masih tersenyum.
"Mas?" Tegur Aruna tak membuat sosok laki-laki misterius itu tersadar, hingga Ia menegur untuk yang ke sekian kali.
"Oh. Iya?"
"Saya sudah ambil barangnya."
"Oh.. iya iya Bu. Jadi, saya pergi?" Entah pertanyaan konyol macam apa yang dilontarkan Rio pada Aruna sehingga Aruna mengernyit heran dibuatnya. Bukankah biasanya memang begitu? Petugas akan pergi setelah penerima mengambil barangnya? Ada apa dengan petugas pengiriman hari ini? Selain penampilannya yang aneh, sikapnya juga aneh.
"Kalau begitu saya permisi." Ujar Rio kembali. Aruna hanya tersenyum paksa menanggapi Rio yang langsung berlalu setelah Aruna mempersilahkan kepergiannya. Sepanjang jalan menuju gerbang, Rio tak henti-henti mengingat dan membayangkan betapa manisnya wajah dan senyum Aruna.
"Kenapa tidak diberikan saja padaku? Jelas-jelas aku tak punya istri. Sedangkan Aryan, dia sudah beristri, dan Tante Sundari orangnya jahat. Mending Ibu aku. Tapi kamu tenang saja Aruna. Aku akan menunggu kamu pisah dengan Aryan. Aku yakin kamu tak akan kuat lama-lama menjadi istri ke dua." Batinnya lalu menghentikan taksi setelah melapor pada penjaga yang ada di pos depan.
...----------------...
"Tumben kau kemari, Rio? Kau sakit?" Tanya seorang dokter seusia Rio yang kini tengah membuka sebuah rekam medis di tangannya.
"Jantungku tidak berhenti, Rei." Jawabnya seraya bersandar di kursi dengan tangan menyentuh dadanya.
"Kalau berhenti, berarti kau mati." Celetuk Reifan membuat Rio tertawa. Hal ini semakin meyakinkan Reifan jika Rio memang sudah gila.
"Benar juga ya? Tapi, aku memang tak bisa menghentikan degup jantungnya, Rei. Ini masih berdebar-debar."
"Kau jatuh cinta pada wanita mana lagi, Rio? Palingan hanya bertahan seminggu."
"Yang ini beda Rei."
"Bedanya apa?"
"Selain dia lain dengan wanita lain, dia juga terhitung sulit aku dapatkan."
"Kenapa? Bukannya setiap wanita yang kau incar selalu bisa kau dapatkan?" Tanya Reifan kali ini Ia tengah menyesap kopi yang tersaji di atas meja.
"Ini rumit Rei. Baru kali ini aku jatuh cinta pada istri orang." Sontak Reifan menyemburkan kopi tepat di depan Rio hingga keduanya terkejut bersama.
"Kau gila?" Pekik keduanya yang sama-sama memaki.
"Aku tidak gila. Kau yang gila." Sanggah Rio melirik jijik pada Reifan.
"Kau lebih gila, Rio. Apa-apaan jatuh cinta pada istri orang? Wanita lajang masih banyak. Kau mau pa? Janda? Perawan? Atau mau aku carikan?" Protes Reifan yang tak menerima kenyataan kalau temannya ini sudah gila.
"Ku saja belum punya istri sialan. Awalnya aku tidak tahu dia sudah menikah. Karena saat pertemuan keluarga, dia diperkenalkan sebagai adik sepupu Istri pertamanya."
"Tunggu. Maksudmu apa?"
"Dia istri kedua sepupu tiriku." Dan, Reifan semakin tak percaya. Ternyata kisah cinta rumit memang ada di kehidupannya.
"Aku pusing, Rio. Serius aku pusing. Kisah cintamu lebih parah dari pada temanku." Dio mengernyit, namun Ia seakan tertarik dengan cerita Reifan tentang temannya. "Dia dekat dengan perempuan, yang untuk pertama kalinya perempuan ini disukai anaknya. Tapi, setelah mereka begitu dekat, wanita itu hilang tanpa jejak. Dia tahu alamatnya, tapi dia tidak yakin akan menemukannya."
"Kenapa begitu?"
"Aku tak tahu. Dia hanya bercerita seperti itu saja. Kau punya koneksi luas, kan? Apa kau bisa suruh asisten mu untuk mencari perempuan itu? Aku kasihan pada temanku, sebab kali ini dia seperti sangat mencintainya."
"Siapa nama temanmu?"
"Adnan." Terlihat dari wajah Reifan saat menyebutkan nama Adnan, ekspresinya memang terlihat sangat mengiba.
"Baiklah, nanti aku cari tahu tentang perempuannya. Beri tahu saja siapa namanya." Tak lama dari Rio mengatakan hal ini, tiba-tiba pintu ruangan Reifan terbuka dan memperlihatkan wajah yang Rio kenal.
"Dia... lelaki yang pernah dengan Aruna?" Pekiknya dalam hati. Bukan hanya Rio, Adnan pun membalas tatapan Rio tak kalah tajam.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..