NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Casanova

Terjerat Cinta Casanova

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sweet_Girl

Semua orang menganggap Maira ahli berpacaran, padahal semua diketahui hanya berasal dari buku yang dibaca dan film yang ditonton. Rangga, lelaki yang dikenal dengan sebutan Casanova membuatnya jatuh hati. Ia mencoba menahan rasanya karena tak ingin terjebak dengan lelaki itu.

Apa jadinya jika Rangga sendiri yang datang mendekatinya karena merasa Maira ahli dalam hal asmara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sweet_Girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesasar

Akhirnya, setengah dipengaruhi oleh ancaman Rangga dan setengahnya lagi berdasarkan kesepakatan kami berdua, Maira memutuskan untuk ikut pergi bersama rombongan menuju Gunung Pancar. Karena Senin adalah hari libur umum, mereka sepakat untuk berangkat menuju Gunung Parancar selama tiga hari tiga malam dengan kereta malam pada hari Jumat dan kembali pada hari Senin sore. Malam pertama, mereka akan tidur di kereta, lalu pada hari kedua dan ketiga mereka akan beristirahat di vila serta memutuskan untuk membawa tenda tambahan untuk berjaga-jaga.

Karena yang ikut ternyata lebih dari sepuluh orang dan lebih dari setengahnya diikuti oleh perempuan, barang bawaan yang harus diangkat oleh anak laki-laki pun menjadi jauh lebih banyak dari dugaan. Sudah diputuskan bahwa tenda akan dibawa oleh Rangga dan salah seorang teman laki-laki yang lain; lalu untuk kompor kemah, beras, makanan kaleng, dan barang-barang berat lainnya sudah dibagi-bagi di antara kaum laki-laki. Selain itu, jumlah makanan yang harus dibawa untuk perjalanan tiga hari tiga malam untuk sepuluh orang ini jauh lebih banyak dari yang dibayangkan. Alisa-lah yang bertugas mengatur pembagian membawa perbekalan di antara para mahasiswi.

"Cika, kau bawa sayur-sayuran ini."

"Tapi di tasku sudah tidak ada tempat lagi." Alisa pun tampak bingung mendengar jawaban Cika yang membawa dua tas.

"Memangnya apa isi tasmu?"

"Aku bawa peralatan make up, baju, dan ...." ujar Cika sambil menurunkan tas dari pundaknya. Begitu dia membuka tasnya, Alisa pun melihat kalau tas itu dipenuhi oleh peralatan make up. Alisa sampai menghentikan pekerjaannya mengatur barang-barang dan tertawa heran. Tanpa melihat isi tas besar lain yang dibawa oleh Cika pun, dia tahu kalau isinya pasti berpasang-pasang baju. Melihat tingkah Cika yang seperti itu, Alisa pun tampak kaget dan berkata, "Bawa piyama juga?"

"Sudah tidak muat lagi, jadinya tidak aku masukkan."

Alisa pun berteriak marah dan menepuk kepala Cika yang menjawabnya tanpa menyadari kalau itu adalah teguran. "Jadi, kau mau pergi naik gunung untuk berdandan dan kelaparan di sana? Kau ini, masih belum berangkat saja sudah begini!"

Cika pun menunjukkan ekspresi seperti akan menangis begitu mendengar hardikan Alisa. Rangga tidak membiarkan suasana menjadi tidak nyaman sebelum berangkat sehingga berkata dengan lembut, "Cika, kalau naik gunung, air untuk mandi pun tak ada. Kalau kau berdandan di sana, kau pasti akan dihinggapi serangga. Jangan merepotkan orang lain, tinggalkan saja barang-barang yang tidak penting."

Hanya dengan perkataan Rangga seperti itu, para gadis lain pun mulai mengeluarkan peralatan make up dan pakaian mereka. Di antara pakaian itu, ada saja yang membawa pakaian one-piece". Tentu saja sudah bisa ditebak siapa pemiliknya. Semuanya lantas dititipkan pada pengelola gedung kampus.

"Hei, sebaiknya kau jadi pemimpin jalan. Dengan demikian, anak-anak yang lain pasti bergerak cepat," ucap Boy mendekati Rangga. Biasanya, Rangga yang sudah terbiasa dengan situasi gunung selalu menjadi pemandu jalan di barisan paling depan, dan Rangga menjaga di bagian paling belakang untuk membantu kalau ada anggota yang jatuh. Namun sepertinya, bisa dipastikan kalau semua gadis ini akan sengaja menjatuhkan diri. Meskipun menyadari pendapat Boy ada benarnya, Rangga dan Maira sama sekali tidak terima. Namun, hal itu adalah cobaan bagi Maira.

Hal yang paling tidak bisa dilakukan di dunia ini adalah naik gunung. Kalau bukan karena Rangga, ia tidak akan mau melangkah ke Gunung Parancar itu. Tetapi jika sudah begini, Maira menggantungkan hidup dan matinya untuk pergi naik gunung agar tidak terpisah darinya.

Ini benar-benar sebuah ujian baginya. Maira memang masih bisa menempel di sisi Rangga sejak pagi dan makan siang bersamanya. Tetapi setelah melanjutkan perjalanan mendaki gunung, Maira sudah tidak sanggup lagi untuk mengikutinya. Untungnya, semua pemuja Rangga yang selalu menempel pada Rangga juga kecapekan dan tidak menempel padanya lagi. Karena itu, ia jadi punya waktu untuk bisa mengobrol berdua dengannya.

"Kalau kau sudah ke sana sekali, kau pasti akan selalu ingat suasana di sana."

"Uhuk Uhuk ...."

"Itu lautan awan. Indah ya?"

"Uhuk Uhuk ...."

Sepertinya, saat ini bukan saat yang tepat untuk mengobrol dengannya.

"Capek ya?"

"Uhuk Uhuk .... Ra ... rasanya seperti mau mati saja. Jangan ajak aku bicara."

Saking letihnya, kalimat dengan bahasa informal pun terlontar dari mulut Maira.

"Mau kupegangi?"

"Tidak perlu."

Meskipun demikian, Rangga tetap memegang lengan Maira. Sosoknya yang berada di tengah hutan ini tampak gagah dan sangat bisa dipercaya. Dia tampak gagah dengan pakaian olahraga dan sepatu gunung, ditambah lagi tampak keringat yang menetes di kepala yang diikat dengan sapu tangan, pertanda dialah pemimpin kelompok ini. Ketika tangan besarnya itu menggenggam lengannya, Maira merasa seolah melayang. Aroma keringat dari tubuhnya membuat jantung berpacu, tetapi itu hanya untuk sesaat. Pada kenyataannya, tas yang dipanggul di punggung dan kakinya sudah terasa sangat berat. Bibir Maira membiru dan jantungnya serasa ingin meledak karena melakukan olah fisik yang sangat jarang dilakukan ini. Sepertinya, kekuatan cinta hanya bertahan sampai di sini saja.

"Aaahh, aku tidak sanggup lagi. Uhuk uhuk, lebih baik tinggalkan saja aku di sini," ucap Maira tak berdaya sembari menjatuhkan diri dan terduduk di atas batu di pinggir jalan. Rangga berhenti sambil beristirahat sebentar dan mencoba untuk membantunya berdiri berkali-kali, tetapi Maira hanya menggeleng. Tanpa bisa berbuat apa-apa, Rangga pun berjalan terlebih dahulu dan seorang demi seorang pergi meninggalkan Maira sambil menyapa agar ia bergegas menyusulnya.

Ketika keringat sudah mulai berhenti mengucur, seseorang datang dan duduk di sisi Maira. Itu adalah Cika. Mereka berdua tampak kikuk dan hanya memperhatikan sekeliling. Langit bersinar terang tanpa kehadiran setitik pun awan. Mungkin karena cuaca yang secerah ini, pepohonan pun jadi terlihat berwarna biru gelap. Bisa bisanya Maira yang bersusah payah datang ke sini karena Rangga, malah duduk berdua dan menikmati pemandangan dengan Cika.

Suasananya terasa sangat tidak nyaman. Ketika Maira memikirkan apa yang harus dikatakan untuk mencairkan suasana, Cika sudah berkata lebih dulu, "Kakak pacaran dengan Senior Rangga ya?"

"Terlihat seperti itukah?"

"lya, aku sering melihat Kakak berjalan berdua. Tadi juga, kalian berdua saling memberi kode mata saat datang kemari kan?"

"Yah, kalau menurutmu seperti itu, mungkin saja benar."

"Kakak pasti sangat marah padaku karena kejadian kemarin kan?"

"Kau sudah tahu apa kesalahanmu?"

"Iya .... Aku sudah berlaku sangat jahat pada Kakak hanya karena aku jatuh hati pada Senior Rangga sejak pertama bertemu. Aku hanya merasa cemburu ... karena sejak lahir, baru pertama kali itu aku menyukai seseorang. Tolong maafkan aku, Kak."

Cika terus-menerus meminta maaf pada Maira. Melihatnya meminta maaf seperti ini, amarah dalam hatinya pun mereda. Meskipun Cika bertindak licik layaknya rubah, Maira berpikir kalau dia bukan anak yang jahat. Sebenarnya, ketika kita sangat membenci seseorang hingga tidak mau memaafkan mereka, kita justru sangat senang untuk menerima permohonan maaf mereka sebesar rasa benci kita pada mereka. Maira pun memutuskan untuk memaafkannya.

"Kau mau?" ucap Maira sambil memberikan timun yang sudah dibelah menjadi dua dari dalam tas. Maira membawa timun untuk diberikan pada Rangga karena timun jauh lebih meredakan haus ketimbang air.

"Waktu itu bicaraku juga sangat keterlaluan, anggap saja kita impas dan hal ini tidak pernah terjadi."

Setelah Maira berkata demikian, dengan ragu-ragu Cika menerima timun itu sambil tersenyum lega. Entah kenapa, angin yang berembus semilir ini membuat perasaannya menjadi lega dan tenang.

"Terima kasih, Kak. Sebenarnya aku sangat senang karena bisa naik gunung bersama Kakak. Meskipun aku menyukai Senior Rangga, aku juga benar-benar menyukai Kakak. Kakak persis seperti kakak kandungku."

"Kakak kandung apanya."

Telinga manusia memang sangat tipis. Saking tipisnya, mendengar pujian seperti itu saja sudah membuat gembira. Beberapa saat kemudian, Boy yang berada di barisan paling belakang dan bertugas untuk menolong jika ada orang yang terjatuh pun datang dan membantu mereka berdiri.

"Waktu istirahat selesai. Kita harus buru-buru agar bisa sampai ke vila sebelum hari gelap."

Tanpa bisa berbuat apa-apa, Maira dan Cika yang sudah kehabisan napas pun melanjutkan perjalanan mereka. Sudah seberapa jauh ya? Cika menarik ujung baju Maira. Begitu Maira membalikkan badan, dia pun berbisik malu-malu.

"Kakak mau buang air kecil tidak?"

Mungkin karena air seni Maira sudah berubah menjadi keringat, seharian ini ia sama sekali belum buang air kecil. Tetapi begitu mendengar ajakannya itu, rasa ingin buang air kecil pun langsung terasa. Di Gunung Parancar tidak tersedia toilet umum. Karena itu, setiap kali ingin buang air, mereka harus mencari tempat sendiri dan melakukannya seperti zaman purba dulu. Hal ini memang sangat mudah dilakukan oleh kaum pria karena mereka hanya tinggal membalikkan badan, lain halnya dengan anak perempuan.

Mereka harus pergi masuk ke area yang lebih dalam karena banyak orang yang lalu lalang di jalan hutan. Lalu, Maira pun berjaga saat Cika buang air kecil. Setelah Cika selesai, ia yang juga ingin buang air kecil pergi ke balik batu. Namun ketika Maira menurunkan celana dalamnya hingga pantat, tampaklah sosok seorang pria yang sedang berjalan ke arahnya. Maira berniat menghindari pria itu dan bersembunyi di tempat yang tidak terlihat olehnya untuk melanjutkan buang air kecil.

Namun, masalah baru pun menghampiri. Maira yang masuk ke area hutan lebih jauh karena berniat untuk menghindari orang-orang tadi, kehilangan arah pulang. Cika yang bertugas untuk menjaga juga tidak terlihat, dan ponselnya pun tak menyala.

Berbeda dengan gunung-gunung lain yang ada di sekitaran, Gunung Parancar berada di daerah yang paling terpencil dan sangat berbahaya. Selain itu, tidak ada jalan lain yang tersedia selain jalan khusus untuk para pendaki gunung.

Duarr ...

Mendadak Maira seperti mendengar suara petir menggelegar dari langit yang cerah tadi. Ia tidak bisa tahu apakah hujan turun atau tidak karena pepohonan yang lebat menutupi pandangannya ke langit. Maira pun menemukan jalan gunung setelah beberapa saat, tetapi tak satu pun anggota mereka yang terlihat. Dari balik gunung itu, tampak awan mendung yang sangat besar mendekat.

Orang-orang tampak bergegas untuk menghindar ke tempat yang aman. Hal terburuk adalah jika hujan ini terus-menerus turun hingga hari gelap. Tentu saja, yang dibutuhkan ketika hujan adalah makanan, dan tempat tidur. Maira yang belum pernah ke hutan sebelumnya, tidak bisa menemukan solusi untuk masalah itu. inilah yang disebut kesialan hidup! Saat Maira mulai menyadari keadaan ini, ia pun berpikir untuk meminta bantuan dari dari orang yang lewat. Tetapi semua orang sudah terlanjur pergi karena Maira masih ragu untuk meminta bantuan. Untungnya, tampak seorang pria paruh baya berjalan terengah-engah kelelahan mendaki gunung. Namun, meskipun sedang dalam situasi seperti ini, jika hujan tidak kunjung reda nanti, Maira tetap tidak bisa melalui malam berduaan saja dengan pria paruh baya seperti dia.

Tetapi, semua orang yang berada di sini adalah pria. Ketika itu, air hujan mulai turun tetes demi tetes dan mendarat di kepalanya. Tatapan mata Maira yang tadinya tampak berharap dan memelas mendadak terbuka lebar. Tampak dua orang yang sepertinya kebingungan mencari tempat untuk mendirikan tenda berjalan naik ke arahnya.

Mereka tampak sangat gagah dan tampan, sepertinya berusia 20 tahunan. Wajahnya juga sangat menarik. Maira pun berpikir kalau aku pasti bisa bertahan semalaman penuh berlindung bersama mereka. Karena mereka tampan? Tentu tidak. Itu karena mereka berdua tampak berpegangan tangan dengan mesra. Yang seorang tampak mengenakan pakaian berwarna cerah seperti yang biasa dikenakan oleh kaum gay dan mereka berdua tampak sangat mesra.

Semakin lama, hujan menetes semakin deras dan langit seolah mengancamku dengan bunyi petir yang menggelegar. Meskipun tahu kalau mungkin ia akan mengusik kenyamanan mereka, Maira berlari mendekati mereka tanpa malu-malu. Ia ini siapa? Bukankah ia akan tetap bisa bertahan hidup meskipun terdampar di gurun seperti yang ibunya pernah bilang dulu?

1
Hanisah Nisa
lanjutan
Hanisah Nisa
lanjut
Hanisah Nisa
lanjut lagi
Hanisah Nisa
lanjut
Hanisah Nisa
lanjut lagi
Hanisah Nisa
lanjut
Sweet Girl
/CoolGuy/
Sweet Girl
Part 27 sudah update!
Hanisah Nisa
lanjut lagi
Hanisah Nisa
lanjut
Hanisah Nisa
lanjut up
Hanisah Nisa
lanjut
Sweet Girl
Siapp
Hanisah Nisa
lanjut
Sweet Girl
Mantap
Dear_Dream
cerita yang penuh kejutan, aku tidak pernah menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sweet Girl
Oke kak, makasih udah mampir
Tae Kook
Jangan berhenti menulis, thor. Karya mu luar biasa!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!