Desri Winandra, gadis yang dibayar menikahi lelaki lumpuh untuk melunasi hutang-hutang biaya pengobatan almarhum ayahnya.
Ternyata lelaki lumpuh itu Arkhan Ghani, dia tak lain CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Lelaki yang selama dua tahunan ini dia kagumi. Lelaki yang begitu dingin dan seolah bersikap tidak menyukainya.
Dibalik kisah hidupnya yang penuh lika-liku dan penderitaan yang selalu datang bertubi-tubi, Desri memiliki sikap tegas, baik, tulus dan penyayang.
Di dalam kisah mereka, kalian juga akan tertarik dengan beberapa karakter pendukung lainnya yang menjadi lakon utama pada diri mereka masing-masing. Terutama sang pengawal tampannya keluarga Arkhan.
Mampukah Desri melalui penderitaan yang bertubi-tubi menghampirinya?
Dapatkah dia memikat hati Arkhan yang dikaguminya selama dua tahun itu?
Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon radetsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEMBURU
Setelah keluar dari kamar Arkhan, Desri menuju ke dapur dengan setengah berlari.
Dia meletakkan nampan berisi gelas dan mangkok kosong di wastafel tempat pencucian piring. Biasanya dia akan langsung mencucinya. Tetapi kali ini tidak, dengan tergesa-gesa, dia berlari ke kamar mandi yang ada di dapur itu.
Setelah memastikan pintunya terkunci rapat, Desri bersandar pada dinding sudut kamar mandi yang agak jauh dari pintu itu. Desri menjatuhkan badannya. Dia membenamkan kepalanya di antara dua lututnya yang berdiri.
Tak lama terdengarlah isaknya dan semakin lama semakin tersedu-sedu. Tubuhnya bergetar hebat mengeluarkan rasa sakit di hatinya.
Apa dia tersakiti oleh ucapanku tadi??? Kenapa ucapanku sendiri lebih menyakitkan daripada makiannya kepadaku...? Aku sendiri yang mengucapkan, aku sendiri pula yang sangat sakit mendengarnya... Lalu bagaimana dengan dirinya??? Apa dia akan marah dan semakin membenciku???~ Gumam Desri dengan berkali-kali membenturkan kecil kepala bagian belakangnya ke dinding yang dia sandar.
Rupanya sikap acuhnya tadi hanya bentuk ketegarannya sementara.
Tanpa disadarinya dan juga oleh siapapun, Endro mendengar isak tangis Desri.
Sebegitu besarkah rasa cintamu kepada tuan Arkhan, Nona???~ Gumam Endro dengan raut wajah yang sulit diterka.
***
Desri mengambil tas dan ponselnya di kamar Yuni. Kemudian dia berjalan ke pintu utama rumah. Di depan pintu utama rumah, dia berhenti sejenak sambil mengorek tas jinjingnya itu. Baru saja Arkhan yang berada di pintu kamarnya hendak menghampiri Desri, namun kalah cepat dengan Endro.
Arkhan memerhatikan Desri dan Endro berbincang-bincang dengan wajah yang serius tetapi tak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Dia melihat Desri meraih kedua tangan Endro seolah sedang memohon. Wajah Arkhan memerah.
Seharusnya aku tak perlu berharap lebih... Karna aku pada akhirnya yang akan terluka~ Gumamnya.
Arkhan memutar kembali kursi rodanya dan bergerak menuju kamar mamanya.
"Arkhan..." Panggil Nur melemah.
"Kakak..." Yuni pun ikut menoleh dan menjemput kakaknya yang berada di depan pintu kamar Nur.
"Sayang... Maafin mama, Nak...." Seru Nur hendak bangkit dari tidurnya.
"Mama istirahat saja..." Ucapnya sambil menahan mamanya agar berbaring kembali.
Arkhan merebahkan kepalanya ke atas perut mamanya. Dia mulai terisak. Tubuhnya pun ikut bergetar hebat. Dia semakin menguatkan dekapan tangan kirinya ke pinggang mamanya itu.
Yuni yang melihat itu juga tak kuasa di buatnya. Air matanya berlinang dan mengalir deras di pipinya. Dia berlari ke arah pintu. Disana telah berdiri tegak seorang pemuda tampan yang tak lain pengawalnya, Endro.
Yuni sesaat menatap mata Endro lalu menghamburkan diri ke pelukannya. Dia menangis sejadi-jadinya. Endro mengangkat tangan kanannya hendak menenangkan Yuni, tetapi malah diturunkannya lagi.
Maafkan saya, Nona... Saya hanya tidak ingin terlihat lancang~ Gumam Endro.
Di dalam, Arkhan masih mendekap mamanya itu. Nur hanya membelai halus kepala putranya yang ada di atas perutnya itu.
Serasa sudah jauh tenang, Arkhan mengangkat kepalanya kembali.
"Maafkan Arkhan yang menyusahkan, Mama... Arkhan janji, Arkhan tidak akan mengulanginya lagi. Arkhan akan melakukannya sendiri mulai dari sekarang, Ma..." Ujar Arkhan masih sedikit terisak.
"Sayang... Nak... Kamu tidak pernah menyusahkan Mama... Tidak ada seorang ibu yang merasa disusahkan oleh anak-anaknya." Ujar Nur seraya menatap lekat wajah tampan anaknya itu.
"Tapi Arkhan benar-benar sudah keterlaluan, Ma... Arkhan pantas di hukum..." Serunya sambil memukul-mukul kan tangan mamanya ke pipinya sendiri.
Nur segera menahan tangannya.
"Sayang... Sayang... Jangan, Nak... Tidak ada yang harus dihukum dari kamu... Kamu selalu saja memberikan kami yang terbaik. Apalagi semenjak papa kamu meninggal, kamu menjadi tulang punggung kami... Dan Mama juga bisa merasakan keterpurukan kamu saat ini, Nak..." Jelasnya sambil membanjiri punggung tangan anaknya dengan ciumannya.
"Kata dia, Mama tadi pingsan..." Ujar Arkhan sambil mengusap pipi Nur yang dibanjiri air mata. Ia mulai merubah topik pembicaraan. "Mana yang sakit, Ma?? Kasih tau Arkhan..." Tanyanya lagi sambil memeriksa tangan dan kepala mamanya.
"Nggak ada yang sakit kok, Sayang... Tadi Desri sudah memanggilkan dokter untuk Mama... Kata dokter, Mama cuma butuh istirahat dan minum obat." Ucap Nur menjelaskan sambil melirik onggokan obat di atas nakas sebelah tempat tidurnya itu.
"Mama udah minum obat, kan...?" Tanya Arkhan lagi seolah mengingatkan mamanya itu.
"Sudah, Sayang... Habis sarapan bubur buatan Desri tadi, Mama langsung minum obat... Yuni yang suapin mama.."
"Dia yang masakin buburnya, Ma??" Tanya Arkhan sok cuek.
"Maafin Mama ya, Nak... Desri sebenarnya tidak membolehkan Mama memberitahu kamu kalau semua makanan yang kamu suka itu dia yang masak." Ujar Nur bingung.
Arkhan mengerutkan dahinya seolah bertanya-tanya.
"Dia takut kamu tidak mau memakan masakannya lagi, Nak." Jawab Nur seolah mengerti arti dari kerutan di dahi anak sulungnya itu.
.
.
.
.
.
mampir di karya2 lain ku y kk
Endro sang pengawal juga sudah tamat kk