Saat cinta menyapa, mampukah Resti menepis rasa dendam itu?
Restina Adelia, menerima pinangan Raka Abhimana. Pernikahan mereka, hanya diwarnai pertengkaran demi pertengkaran. Suatu hari, Raka pulang dalam keadaan mabuk, hingga membuka rahasia kematian orang tua Resti.
Resti pun memutuskan pergi dari kehidupan Raka. Saat itulah, Raka menyadari perasaannya pada Resti. Mampukah Raka menemukan Resti? Bagaimana cara Raka meyakinkan Resti, bahwa hanya Resti pemilik hatinya, setelah Raka menyakiti Resti terus menerus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruth89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27 ~ Khawatir
Resti kembali melakukan hobi memasaknya. Dengan semangat, ia mulai memotong wortel. Namun, pisau yang ia gunakan meleset, hingga mengiris jemarinya. Resti meringis sakit, merasakan perih di jari telunjuknya.
Sedetik kemudian, ia merasa ada yang aneh dengan hatinya. Resti menyentuh lokasi yang ia rasa tak enak. Kenapa perasaanku gak enak, ya? batinnya.
Wanita itu menggelengkan kepala kuat. Mencoba menghalau rasa gelisah yang tiba-tiba menghampiri. Mbak Sumi yang melihat darah di jari Resti, segera menghampiri majikannya yang baik hati itu.
"Bu, sini mbak bersihkan lukanya. Biar gak infeksi," ujarnya seraya mengeluarkan pembersih luka.
Resti pun baru teringat akan luka di jarinya. Ingin menolak, Mbak Sumi sudah mulai melakukan tugasnya. Resti pun tersenyum, menatap asisten rumah tangganya yang cukup perhatian.
"Makasih, ya, Mbak," ucap Resti tulus.
"Sama-sama, Bu," jawabnya.
"Jangan panggil ibu, panggil Resti aja," pinta Resti.
"Ya, gak bisa toh, Bu. Ibu, 'kan majikan si mbak," tolak Mbak Sumi.
Resti terkekeh mendengar penolakan asistennya. Sejujurnya, Resti sedikit risih dengan panggilan itu. Apalagi, usia mereka hanya berjarak sedikit. Namun, Mbak Sumi tetap tak ingin berbuat lancang, dengan memanggil langsung nama Resti.
***
Raka sudah berada dalam perjalanan pulang. Dering ponsel, mengalihkan perhatiannya. Terlihat nama Riska di sana. Raka tak berniat mengatakan panggilan itu. Panggilan pertama pun berlalu.
Ia pun kembali melajukan mobilnya. Sampai panggilan ketiga, Raka tak menghiraukannya. Saat panggilan kelima, Raka pun mengangkatnya. Ia tak ingin, Riska menghubungi saat dia berada di rumah nanti.
"Ada apa kau menghubungiku?" tanya Raka.
"Tolong aku."
Raka mengernyitkan dahi mendengar suara lemah Riska. Ia kembali melihat nomor panggilan yang masuk. Kemudian, kembali memanggil Riska. Namun, tak ada jawaban dari wanita yang menghubunginya itu.
Dengan panik, Raka membelokkan mobil ke arah apartemen mantan kekasihnya itu. Ia bahkan menginjak gas sedalam mungkin, agar bisa tiba di apartemen Riska dengan cepat.
Tiba di sana, Raka segera masuk ke unit Riska. Saat ia masuk, terlihat Riska yang tak sadarkan diri di dekat pintu. Wajah wanita itu memerah.
"Riska! Riska!" panggil Raka.
Tidak ada sahutan dari wanita itu. Raka pun mengangkat tubuh Riska ke kamar. Setelah membaringkannya, segera ia menghubungi Dokter. Sepuluh menit kemudian, seorang Dokter datang. Raka mempersilakan Dokter untuk memeriksa kondisi Riska.
"Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi?" tanya Raka khawatir.
Jantungnya berdegup cepat melihat tubuh Riska yang tergeletak begitu saja. Baru dua hari kemarin mereka bertemu. Saat itu, kondisi Riska tampak baik-baik saja.
"Dia hanya demam. Nanti, saat demamnya turun, dia pasti akan sadar. Tapi, jika demamnya tak kunjung turun sampai tengah malam nanti, harap segera membawanya ke rumah sakit, untuk melakukan tes darah," jelas sang Dokter.
"Jadi, apa saya harus menemaninya?" Raka ingin memastikan maksud Dokter itu.
"Iya. Periksa secara berkala suhu tubuhnya. Anda, juga bisa bantu dengan kompres, untuk menurunkan panasnya. Saat saya periksa tadi, suhunya mencapai 41°c."
Raka terkejut dan menganggukkan kepala mengerti. Ia pun mengantar Dokter hingga ke pintu. Kemudian, menyiapkan alat untuk mengompres Riska.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau bisa sakit seperti ini? Kenapa aku yang kau hubungi?" tanya Raka pada Riska.
Namun, kondisi Riska sedang tak bisa menjawab pertanyaan itu. Sementara itu, Resti bergerak gelisah. Sudah lebih dari jam tujuh malam, Raka tak juga tiba di rumah. Selama satu bulan ini, Raka selalu pulang tepat waktu.
"Mas Raka, kemana? Gak biasanya dia pulang terlambat," gumam Resti.
Kpan lgi nie kax🥰🥰🥰🥰🥺🥺🥺🥺🥺🥺