Seorang bocah ikut masuk dalam mobil online yang di pesan Luna tanpa ia sadari karena mengantuk. Setelah tahu bahwa ada bocah di sampingnya, Luna ingin segera memulangkan bocah itu, tapi karena kalimat bocah itu begitu memilukan, Luna memilih merawat bocah itu beberapa hari.
Namun ternyata pilihannya merawat bocah ini sementara, membawa dampak yang hebat. Termasuk membuatnya berurusan dengan polisi bahkan CEO tempatnya bekerja.
Bagaimana kisah Luna membersihkan namanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 27
"Lebih baik, kamu ikut Papa dan Tante Naura. Nanti Tante juga ikut di belakang kamu," usul Luna. Dia tidak ingin terlihat memonopoli bocah ini sendirian. Sekilas tadi dia menangkap tatapan tajam Naura padanya. Juga sesama karyawan yang terkejut melihat dia akrab dengan anak bos.
"Aku maunya itu sama Tante Luna saja. Biarkan papa sama Tante Naura." Elio sudah bisa mengambil keputusan. Luna harus lebih mengerjakan tenaganya untuk membujuk bocah keriting ini.
"Ehh ... jangan begitu. Kamu di sini harus tetap sama keluarga kamu. Kalau sama aku, nanti aku dikira pengasuh kamu dong," kata Luna. Naura dan Ian memperhatikan mereka.
"Tante enggak mau jadi pengasuh aku, ya?"
"Ya enggak dong. Aku kan sudah kerja kantoran kenapa mendadak jadi pengasuh bocah?" tolak Luna. Seperti biasa. Luna selalu memakai gaya santai saat membujuk bocah ini. Karena seringkali itu lebih berhasil.
"Kalau jadi mama aku, mau?" tawar Elio mengejutkan. Bola mata Luna melebar selebar-lebarnya. Orang-orang pun melotot. Naura mengerutkan kening karena marah mendengar itu. Sementara Ian tertegun. Namun tidak lama kemudian menggerakkan alisnya menanggapi ocehan bocah.
"Apa yang kamu katakan, Elio?" desis Luna sangat tidak nyaman.
"Pak, Anda di persilakan memberikan kata-kata di atas panggung," kata Danar memecah kecanggungan karena kalimat Elio.
"Oh, baiklah. Ayo," ajak Ian pada Naura. Luna berpura-pura tidak lihat saat Naura melemparkan tatapan tajamnya sebelum berjalan menjauh.
"Ayo, Tante. Kita ikut papa," ajak Elio tanpa dosa. Luna mengikuti bocah ini dengan gemas. Namun dia bersyukur juga bisa menjauh dari orang-orang yang memperhatikannya dengan seksama.
...***...
Saat Ian dan Naura berada di atas panggung, Elio ada di belakang panggung bersama Luna.
"Elio, lain kali enggak boleh bertanya apa aku mau jadi mama kamu dan semacam itu." Luna memberi nasehat. Bola matanya ikut melotot.
"Kenapa?" tanya Elio polos.
"Aku ini sudah punya banyak tawaran untuk kerja menjadi ini dan itu. Kalau harus di tambah jadi pengasuh atau mama kamu, aku akan kerepotan. Aku itu enggak bisa capek. Karena gampang sakit."
"Tante Luna gampang sakit?"
"Iya. Lihat saja badanku yang kurus?" Luna menunjukkan tubuhnya yang memang tidak begitu berisi.
"Bukannya nanti kalau makan banyak jadi gemuk?" tanya Elio ada benarnya.
"Benar, tapi perutku enggak bisa makan banyak, jadi kalau kelelahan gampang sakit. Makanya enggak boleh ada tawaran jadi pengasuh atau mama mu atau yang lainnya. Jangan ya. Kasihan aku," kata Luna membuat wajah melas.
Elio diam.
Luna membujuk seperti ini agar bocah ini mengentikan semua tawaran tidak masuk akal itu. Dia dekat karena Pak Ian menyuruhnya untuk membujuk Elio mau menerima Naura, bukan dirinya. Perempuan ini tidak mau nanti Naura akan menelannya hidup-hidup.
"Lho, Elio kamu di sini? Sama siapa?" tanya sebuah suara di belakang mereka. Elio melongok ke samping Luna yang menghadap ke arahnya.
"Om Yudha!" seru Elio gembira. Bocah itu langsung berlari menuju orang yang menyapanya dan meninggalkan Luna tanpa permisi. Luna ikut membalikkan badannya mengikuti kemana bocah itu berlari.
Nama yang di sebutkan Elio ternyata sesuai dengan bayangan yang ada di dalam benak Luna. Yudha si pria tampan itu! Orang yang pernah di cintainya waktu sekolah.
Ternyata benar, dia Yudha. Mungkin orang yang aku temui di cafe depan adalah dia. Dia ada di kota ini sekarang?
Yudha yang sedang berpelukan dengan Elio berhenti. Saat melihat perempuan yang sedang bersama Elio tadi membalikkan punggungnya, Yudha tertegun.
"Luna?" sapa Yudha masih ingat.
"Hai," sahut Luna sambil tersenyum tipis. Elio yang ada di dalam pelukan Yudha menoleh.
"Om, kenal sama Tante Luna?" tanya Elio heran seraya menunjuk Luna. Yudha menoleh pada Elio dan tersenyum.
"Iya. Om kenal sama Tante Luna. Lalu Elio, kenapa kenal sama Tante Luna?" tanya Yudha balik. Ia pun tersenyum pada Luna yang terdiam di tempatnya.
"Tante Luna itu temannya Elio. Makanya Elio kenal," kata Elio dengan lagak orang dewasa.
"Teman main?" Yudha tertawa renyah. Luna melihat pria ini dengan pikiran campur aduk. Ia kembali ingat masa itu. Masa saat dia masih duduk di bangku SMA.
Ia bertemu Yudha di lapangan basket pusat kesenian mahasiswa. Luna yang jadi anak cheerleader kala itu, sering kali muncul di sana untuk ikut kompetisi. Mungkin dari sana, Yudha tahu siapa Luna. Saat itu, pria ini menjadi mahasiswa semester 4 fakultas hukum.
Yudha mendekati Luna setiap kali gadis ini selesai kompetisi. Sebagai tim yang sering jadi langganan juara, orang-orang memang lebih sering memperhatikan tim Luna dan teman-temannya. Dari sana mereka dekat.
"Asyik dong kalau Tante Luna dan Om Yudha kenal. Aku jadi bisa di barengin kalian berdua." Elio gembira orang-orang yang di kenalnya mengumpul. Berbeda dengan Luna yang tidak merespon apa-apa.
"Elio bisa kemari?" tanya Luna ingin Elio mendekat padanya.
"Kenapa?" tanya Elio.
"Tante takut kamu kenapa-kenapa. Lebih baik kamu sama Tante saja, oke?" Luna membujuk Elio agar lepas dari pelukan pria itu.
"Enggak mau," tolak Elio.
Ini sungguh mengejutkan. Jika biasanya yang di lihat Luna adalah bocah itu ingin ikut dengannya, tapi entah kenapa sekarang bocah itu tidak mau.
"Elio suka kok, sama Om Yudha," imbuh Elio membuat Luna terheran-heran. Luna menipiskan bibirnya geram.
Masih ingat dalam benaknya. Setelah keluar jalan-jalan beberapa kali, Yudha menyatakan cinta padanya. Namun entah kenapa pria ini tiba-tiba menghilang. Tidak ada kabar lagi setelah itu. Bahkan saat Luna kembali ke lapangan basket yang sama dalam kompetisi lain, pria itu juga tidak muncul. Seakan-akan tidak pernah ada nama Yudha yang pernah di kenalnya.
...____...