NovelToon NovelToon
Hantu Nenek Bisu

Hantu Nenek Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / TKP / Hantu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

kisah fiksi, ide tercipta dari cerita masyarakat yang beredar di sebuah desa. dimana ada seorang nenek yang hidup sendiri, nenek yang tak bisa bicara atau bisu. beliau hidup di sebuah gubuk tua di tepi area perkebunan. hingga pada akhirnya sinenek meninggal namun naas tak seorangpun tahu, hingga setu minggu lamanya seorang penduduk desa mencium aroma tak sedap

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 Gerbang Keputusasaan

Angin yang berhembus dari jendela pecah membuat tirai kain berkibar liar. Dupa yang dibakar Aji terlempar ke lantai. Lingkaran garam terbelah ketika Laris menjejakkan kaki di tanah, tidak seperti manusia, melainkan seperti kabut yang padat—melayang, lalu mengendap.

Wajahnya yang cantik namun pucat membelalakkan mata yang merah menyala, bola matanya tak berputar, hanya menatap lurus ke Siska. Rambutnya bergerak-gerak seperti hidup, melayang tak menentu.

Siska terdiam. Tangannya gemetar memegang belati kecil, namun kakinya tetap berdiri tegak di tengah lingkaran.

“Aku mencium darahnya... darah penjaga terakhir,” bisik Laris, suaranya menggema seperti dari dasar sumur.

Erik melangkah maju. “Jangan dekati dia!”

Laris menoleh, seketika udara menjadi berat, dan tubuh Erik terpental ke belakang, menghantam dinding dengan keras. Ia mengerang, kesadarannya hampir lepas.

Aji menyeret tubuh Erik keluar dari ruang itu, sementara Mbah Taryo tetap berada di tempatnya, membacakan mantra-mantra yang kini mulai goyah karena kehadiran kekuatan yang terlalu besar.

“Siska... sekarang!” teriaknya. “Teteskan darahmu di tengah lingkaran!”

Siska menggigit bibirnya, lalu menggenggam belati itu dengan dua tangan. Ia menusuk telapak tangannya pelan-pelan, hingga darah segar menetes. Tiga tetes jatuh tepat di simbol di tengah lingkaran.

Simbol itu menyala merah, lalu kuning, lalu menyebar ke seluruh garis lingkaran, menyambung kembali bagian yang sempat terputus. Laris menjerit.

"ARRRRGGHHH!"

Ia melayang mundur, tubuhnya bergetar, sebagian berubah menjadi asap hitam. Tapi belum hancur.

Mbah Taryo mendekat ke tengah lingkaran, memegang batu pemantik yang sudah retak dan nyaris pecah. “Masih kurang. Kita butuh satu pengikat terakhir!”

“Pengikat apa?” tanya Siska, yang mulai kehilangan darah. Wajahnya pucat.

“Kenangan. Jiwa. Kau harus menyambungkan jiwamu padanya... dan tarik sisa manusia yang masih tertinggal di dalam dirinya. Kalau tidak ada... dia akan lenyap bersama Laris!”

Siska menarik napas. Ia menutup mata.

Dan dalam hitungan detik, tubuhnya terhuyung—lalu ambruk. Tapi matanya masih terbuka. Pupus dan kosong.

Erik bangkit dengan susah payah. “Apa yang terjadi?”

Mbah Taryo menatapnya dengan cemas. “Ia masuk ke dalam... ke dimensi antara. Tempat di mana Laris dan... Sani berada.”

Gelap.

Siska berjalan di antara bayangan. Di sekelilingnya hanyalah bisikan dan jeritan. Dinding-dinding putih berlumur darah. Tangisan anak kecil bergema. Aroma bunga yang membusuk menusuk hidung.

Tiba-tiba, ia melihat sosok perempuan tua duduk membelakanginya. Punggungnya membungkuk, rambutnya penuh uban. Wanita itu menoleh perlahan. Bukan Laris. Tapi Sani.

Sani membuka mulutnya. Tapi tak ada suara.

Siska menunduk, mencoba mengerti. Ia meraih tangan wanita itu. Lalu perlahan, cahaya putih menyala dari telapak tangannya yang berdarah. Cahaya itu menjalar ke tangan Sani.

Seketika tubuh Sani mulai terang, seperti mendidih dari dalam. Dan untuk pertama kalinya, Sani berbicara, meskipun hanya satu kalimat:

"Bawa dia pulang..."

Di belakang mereka, suara jeritan Laris menggema, lalu disusul kobaran api. Dari kegelapan itu, Laris datang menyerang. Wajahnya bukan lagi manusia. Rahangnya terbelah, matanya bertumpuk tiga di dahinya, dan rambutnya berubah seperti belalai hitam menggeliat.

Siska berteriak dan memeluk tubuh Sani yang kini memudar. “Aku tidak akan biarkan dia menguasaimu! Tidak sekarang!”

Di dunia nyata, tubuh Siska menggeliat.

Garis-garis lingkaran kembali menyala terang. Batu pemantik pecah menjadi debu bercahaya. Erik dan Aji menahan tubuh Siska yang mendadak kejang. Mulutnya mengucap satu kalimat dalam bahasa tua yang tidak mereka mengerti.

Kemudian...

BOOM!

Suara seperti gelembung besar meledak. Seluruh cahaya di ruangan padam.

Dan semua menjadi gelap.

Beberapa detik kemudian, pelan-pelan lampu petromaks di dapur menyala kembali. Tidak ada Laris. Tidak ada bayangan. Tidak ada udara berat.

Dan di tengah ruangan...

Siska duduk dengan napas terengah, rambut berantakan, tubuh gemetar. Di pangkuannya, sebuah kain putih kusut dengan simbol kuno terbakar di tengahnya.

Erik memeluknya. “Kau kembali... Kau kembali...”

Siska menatapnya. Air mata mengalir perlahan. “Aku lihat Sani... dan dia... tersenyum.”

Mbah Taryo mengusap matanya yang basah. “Ia sudah bebas. Sekarang... rumah ini aman.”

Tapi jauh di luar rumah, di tengah kebun pisang, sebuah suara kecil terdengar samar...

“Jangan kira semua telah usai...”

Seekor burung hantu melintas. Dan angin kembali berdesir.

1
Sokkheng 168898
Nggak sabar nunggu kelanjutannya.
BX_blue
Penuh kejutan, ngga bisa ditebak!
iwax asin
selamat datang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!