Johanna Kate seorang gadis cerdas yang kehilangan ibunya pada usia muda. Yohanna sama sekali tidak mengetahui keberadaan ayahnya dan mengharuskannya tinggal bersama bibinya dan Nara. Selama tinggal bersama bibinya, Yohanna kerap mendapatkan perlakuan tidak baik.
Setelah lulus SMA, Yohanna diusir. Lima tahun kemudian, Bibi Yohanna berulah lagi. Demi membayar utangnya Hanna di paksa harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah selanjutnya. Apakah Johanna harus menikahi lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya.
ikutin terus yuk....
Novel ke sebelas ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
UJIAN KELULUSAN
💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
LIMA BULAN KEMUDIAN.
Waktu berlalu begitu cepat. Hari demi hari telah dilalui. Minggu demi minggu dan bulan ke bulan juga terlewati. Ujian kelulusan telah tiba dan akan dimulai hari ini. Semua siswa-siswi mempersiapkan dirinya dengan baik. Termasuk itu Hanna.
Senyuman kecil tersungging di bibirnya saat Hanna sudah rapi dengan pakaian sekolahnya. Ia terus tersenyum di depan cermin sambil merapikan rambutnya. Hari ini adalah ujian pertama akhir kelulusannya. Hanna menghembuskan napasnya lewat mulut. Ujian akhir ini membuatnya benar-benar gugup. Satu desahan napas, Hanna kembali menyisir rambutnya dengan rapi. Ia tersenyum kembali. Hanna siap mengikuti ujiannya hari ini.
"SEMANGAT! KAMU PASTI BISA HANNA!" ucapnya dengan kepalan tangan di atas.
Hanna menegakkan punggungnya, ia terlihat rapi dan cantik. Hanna keluar dari kamarnya. Nara sudah lebih dulu berangkat sekolah. Sementara bibi masih tidur di kamarnya.
"AWAL YANG BAIK DENGAN IMPIAN YANG BESAR." Batinnya.
Untuk mencapai itu, ia menjaga hatinya agar tetap lebih kuat. Tidak ada keraguan untuk mencapai impian. Hanna tetap bersyukur atas semua kebaikan Tuhan. Semangat yang tiada henti dan tetap belajar dengan baik untuk menanam bibit kesusksesan. Karena Hanna yakin sukses itu tidak diperoleh hanya dalam semalam. Hati yang dipenuhi kebahagiaan dan belajar dengan sungguh-sungguh akan membuahkan hasil yang baik nantinya. Hanna melangkahkan kakinya menuju sekolah. Ia menengadah ke atas. Menikmati suasana pagi yang indah. Matahari nampak bersinar cerah. Angin berkesiur menarikan dedaunan sebagaimana mestinya. Cahaya mentari mulai terlihat dari ufuk timur. Semburat merah keunguan terpancar begitu jelas. Perlahan cahaya itu memanjat naik ke langit yang dihiasi migrasi burung. Begitu indah. Cahaya mentari mengenai setetes embun di helaian setiap daun-daun hijaunya yang masih basah oleh embun semalam. Suasana pagi tetap dingin seperti seharusnya. Seperti biasa, irama pagi dan detak jantung kehidupan bermula, seperti itulah adanya.
Semuanya berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin ia masuk ke sekolah St Louis. Saat itu ia harus tahan uji, ada kalanya ia dihadapkan dengan kemarahan yang tak pernah terpikirkan olehnya. Sekarang Hanna sampai di titik ini. Ujian akhir membuatnya lebih semangat lagi. Hanna menarik napasnya dalam-dalam.
"Selamat pagi cantik!" Sapa Albert tersenyum sambil sedikit menunduk agar bisa melihat Hanna dengan jelas. Ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
Seketika lamunan Hanna buyar dan hilang seperti asap yang tertiup angin. "Ah, selamat pagi Albert." Sapa Hanna tersenyum hangat.
"Ayoo naik, nanti kau terlambat."
"Aku jalan saja Albert." Tolak Hanna.
Albert tidak mau diam begitu saja, ia membuka pintu mobilnya. "Naiklah!" ucapnya lagi dari dalam mobil.
Merasa tidak enak, Hanna mengangguk dan memilih masuk ke dalam mobil Albert. "Aku jadi merepotkan." ucapnya sambil menutup pintu.
"Tidak kok, aku bahkan tidak tega melihat kamu jalan sementara aku membawa mobil." Ucapnya tersenyum sambil membawa mobilnya menuju sekolah St Louis.
Mereka tidak menyadari ada mobil Levi tidak jauh dari mobil Albert. Levi dengan jelas melihat Hanna masuk ke dalam mobil Albert. Ia hanya bisa membuang napas panjang. Sedari tadi Levi mengamati mereka. Levi hanya bisa tersenyum miris. Dalam sekejap ada rasa sakit yang tak berperi. Ada getaran-getaran samar yang menggelayut di hati dan meninggalkan bekas-bekas luka yang menyesakkan. Hanna selalu menghindar jika Levi ingin bertemu dan bicara. Sementara dengan Albert, ia terlihat biasa saja.
"Apa yang membuatmu seperti ini, Hanna?" Levi hanya bisa menarik napas dengan berat. Ia berusaha untuk menahan sesak yang teramat dalam.
🔹🔹🔹🔹🔹
Semoga saja ulangan pada hari pertama ini sukses dan semoga apa yang sudah di pelajari tadi malam semuanya bisa di ingat. Itulah harapan dan doa yang di panjatkan semua siswa-siswi hari ini. Terlihat jelas anak-anak yang lainnya sudah bersiap-siap menuju kelas mereka masing-masing. Hanna juga menuju kelas dimana namanya sudah tertera di sana. Di kelas itu ada Levi, Nara, dan Albert juga. Hanna tepatnya duduk bersebelahan dengan Levi.
Semua siswa terlihat gugup di sana. Saat bel sekolah berbunyi. Pengawas di ruangan kelas Hanna hari ini adalah pak Joseph. Orangnya santai dan tidak terlalu tegang. Levi melirik ke arah Hanna yang terlihat fokus memperhatikan pak Yoseph berbicara.
"Selamat pagi anak-anak! Hari ini adalah ujian pertama kalian. Kerjakan dengan baik dan teliti. Jangan terburu-buru untuk menyelesaikan soalnya. Paham?!"
"Paham pak!" Jawab mereka serentak.
"Oke, sebelum bapak membagikan kertas ini. Kita berdoa dulu yang dipimpin oleh Hanna."
Mendengar namanya di panggil, Hanna langsung mengangkat wajahnya menatap pak guru yang tersenyum kepadanya.
"Silakan Hanna!"
Hanna mengangguk pelan dan bangkit berdiri. Mereka berdoa agar diberi kemudahan untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Setelah selesai berdoa, pak Yoseph langsung membagikan kertas ulangan.
Hanna melafalkan doa yang biasa ia ucapkan sebelum menyelesaikan soal-soal yang ada di depannya. Hanna langsung mengisi nama, kelas di lembar kerja siswa. Soal-soalnya tidak jauh berbeda dengan apa yang di pelajari Hanna tadi malam. Hanna tersenyum dan mulai menyelesaikan soal-soalnya.
Sementara di sisi lain, Nara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tiba-tiba ia blank mengerjakan soal-soal yang ada di depannya.
"Aduh gimana nih, padahal tadi malam aku sudah baca materi tentang soal yang sama persis dengan yang no 1 ini. Tapi, kok gak ada yang nyangkut. Duh jadi tambah bingung, Mau tanya sama Hanna, tapi aku sudah janji sama diriku sendiri kalau aku gak mau minta sama anak sialan itu." Nara berulang kali mengembuskan napas frustasi. Ia melirik ke arah Hanna yang tampak serius menyelesaikan soal-soal ujian.
"Terserah...apapun yang akan terjadi pada ulanganku, yang penting aku tidak mau mengemis dari dia."
30 menit sudah berlalu tidak ada satupun soal yang dapat Nara kerjakan.
"Oh My God ada apa denganku? Apakah aku terlalu percaya diri? Apakah mungkin aku terlalu cantik? Makanya aku pusing dengan soal-soal ini, loh apa hubungannya dengan kecantikanku? Dasar bodoh kamu Nara!" Nara merutuki kebodohannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah mencoret-coret kertasnya.
"Ah....guru matematikanya sih aneh-aneh, masa iya coretannya juga harus dikumpul. Itukan masalah besar buat orang yang kayak aku. Mau ngisi aja bingung apa lagi mikir mau pakai kertas coret-coretan. Kalau coret-coretan yang absurd sih gampang, tapi inikan ceritanya coret-coretan lagi menghitung untuk menjawab soal. Mana mungkin bisa dikarang. Apa perlu aku tulis angka 1 sampe 1000 aja ya. Ah pusing, mana waktunya tinggal 25 menit lagi." Batin Nara mulai gugup saat pak Yoseph memberikan peringatan ulangan akan berakhir 30 menit lagi.
"Hmmm.....gak ada waktu buat ngeluh lagi, ayo berjuang Nara. Semangat, semangat, semangat." Batin Nara memberi semangat pada dirinya.
Ia melihat Levi dan Hanna sudah selesai dan mereka bersamaan mengumpulkan kertas jawaban. Nara semakin bingung di sana.
Tettttttttttttt!
Terdengar suara bel berbunyi memekakkan telinga.
"Waktunya sudah habis anak-anak. Silakan kumpul kertas jawaban kalian!" Kata pak Yoseph berdiri di depan kelas.
Nara hanya bisa mengembuskan napas panjang. Ia melihat kertas coretannya masih sangat rapi. Dan juga hanya punyanya saja, yang coretan angka-angkanya sangat rapi.
"Entah apa hasilnya nanti yang penting aku sudah berjuang keras." Batin Nara memberikan semangat pada dirinya.
Hanna sudah lebih dulu meninggalkan kelas, yang diikuti Albert. Seperti biasa pasangan itu tidak terpisahkan. Nara hanya bisa menggeram dalam hati. Setelah mengambil tasnya dari loker, Nara langsung meninggalkan kelas.
.
.
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
dulunya hanya coretan baju doang...eh pulang pulang ke rumah kena marah enyak gue.... pokoknya paling suka jaman jaman sekolah dulu 😍
suatu keberuntungan buat aku dah 😆