"Dihemat! jangan boros, biar cepat kaya."
Begitulah kalimat yang diucapkan Sutris ketika memberi dua lembar uang pecahan berwarna merah kepada Tutik.
Uang itu adalah jatah belanja Tutik selama satu minggu kedepan, kerap kali Tutik harus memutar otak ketika uang sudah habis di pertengahan minggu. Mertuanya, Mamak Sri. Sering meminta uang kepada Tutik untuk sekedar membayar arisan atau sekedar jajan.
Mungkin Tutik masih bisa bertahan dengan nafkah 200 ribu pemberian suaminya, namun bagaimana jika Tutik tau, Rezeki yang seharusnya menjadi hak keluarga justru diberikan kepada wanita lain yang bukan siapa-siapa?
Titik tertinggi dalam mencintai adalah mengihlaskan, begitupun dengan Tutik yang memilih mengihlaskan Suaminya untuk Wanita lain.
Saat Tutik memutuskan pergi untuk menata Dunianya yang jungkir balik, Sutris justru baru menyadari betapa berartinya Tutik dalam kehidupanya.
Lantas apakah Tutik mau menerima Sutris kembali? Atau justru tetap dengan pilihanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom alfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Endang.
Suara alunan musik dangdut menggema di seluruh penjuru kampung, pesta penikahan antara Sutris dan Mayang menjadi berita terhangat belakangan ini.
Kabarnya pesta itu akan digelar dua hari dua malam full hiburan, mulai dari orkes hingga rebanaan.
Para penjual mainan anak-anak, hingga makanan seperti lontong pecel, tahu campur dan lain sebagainya turut meramaikan acara.
Konon katanya Sutris sampai benyebar dua ribu undangan. Serta menyewa 5 orang MUA untuk merias Mayang.
Demi mewujudkan pernikahan impian itu, Sutris sampai rela menjual mobil serta sawah warisan dari bapaknya.
Seluruh warga kampung telah berkumpul di tempat diadakanya pesta, begitupun dengan Tutik dan Sugeng.
Sebagian warga yang belum mengetahui wajah istri baru Sutris tentu sangat dibuat penasaran. Wanita seperti apa yang meminta pesta pernikahan sampai sedemikian meriahnya. Secantik apa wanita itu?
Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala warga.
Tutik datang bersama-sama dengan Sugeng, mamak, bapak serta Bima.
Meski terlihat raut kesedihat di wajah Bima, namun anak itu tetap berusaha untuk biasa saja. Mungkin Bima tidak ingin membuat mamaknya ikut bersedih.
Bertemu dengan Endang, kali ini Tutik merasakan sesuatu yang berbeda dengan mantan adik iparnya yang selalu resek itu.
Jika biasanya Endang akan julid, bahkan suka menghina Tutik, maka hari ini wanita dengan dua anak itu terlihat lebih kalem, dan sedikit murung. Seakan tidak menikmati pesta barang sedikitpun.
Ingatan Tutik pun kembali pada kejadian beberapa hari yang lalu saat melihat suami Endang bersama dengan wanita di hotel.
"Eh Tik.. sudah makan kau?" Mamak Sri tiba-tiba muncul di belakang Tutik.
"Eh Mamak.." Tutik menyalami mamak Sri.
"Sudah makan aku Mak, mamak sudah makan? jangan sampai karena sibuk menyambut tamu malah lupa makan ya Mak? mamak harus jaga kesehatan." peringat Tutik.
Tiba-tiba saja Mamak sri menyeka cairan bening yang merembes melalui sudut matanya. Perasaanya begitu haru.
"Kau ini sudah bukan mantu Mamak, tapi masih saja perhatian sama mamak Tik." akhirnya mamak Sri tidak bisa lagi menahan air matanya, wanita tuq itupun memeluk tubuh Tutik.
"Sudah ya Mak.. jangan menangis. Meskipun Tutik bukan lagi jadi menantu mamak, tapi Tutik ini tetap anak Mamak."
"Dosa apa mamak ini Tik.. satu persatu rumah tangga anak mamak hancur berantakan. Dulu Sutris menyakiti hatimu, sekarang justru Endang yang menerima balasan atas perbuatan Kakak nya."
Tutik sempat dibuat melongo, ternyata mamak Sri sudah tau, dan yang dilihat Tutik kapan hari itu berarti memang selingkuhan suaminya Endang.
"Mak.. jangan bicara seperti itu. Semua itu terjadu atas kehendak Allah Mak. Jadi bukan karena siapapun. Mamak yang sabar ya.."
Melihat Mamak Sri yang semakin menangis sesenggukan, Tutik akhirnya mengajak mamak untuk masuk kedalam rumah agar tidak menjadi tontonan warga.
Selesai mengantar mamak ke dalam kamar, Tutik berjalan menuju toilet di dekat dapur. Namun Tutik terpaksa harus menghentika langkahnya saat mendengar suara tangisan seorang perempuan.
Lama kelamaan suara itu semakin dekat dan kencang, Tutik jadi merinding tidak karuan.
"Dedemit mana itu, yang nangis malam-malam. Apa tidak tau dia kalau sedang ada pesta, atau justru lagi patah hati dia? kenapa pula menyedihkan sekali suara tangisanya. Apa mau beranak dia?"
Tutik mengendus-endus aroma di sekitarnya, "Tidak bau melati, bau busuk pun tidak. Lalu siapa yang menangis?"
Saking penasaranya, akhirnya Tutik mencoba memberanikan diri untuk mencari sumber suara, semakin berjalan kebelakang, semakin kencang pula suara tangisanya.
Hingga Tutik berhenti tepat di balik pintu belakang rumah yang tidak tertutup. Disana memang sepi, karena dapur untuk memasak dipindah ke samping rumah yang lahanya lebih luas. Terlalu sempit jika harus memasak di dapur untuk acara pesta.
Tutik menyalakan senter dari HP nya dan mengarahkan ke beberapa tempat yang gelap.
Seseorang sedang menangis dengan menelungkupkan kepalanya diatas lutut.
"Manusia apa bukan ya?"
"Mbak...? Mbak manusia bukan, kalau manusia tolong jawab mbak.."
Mendengar suara Tutik, wanita itupun menoleh, wajahnya bertabrakan langsung dengan cahaya dari senter. Sontak Tutik menjerit kaget.
"Sundel Bolong...!" teriak Tutik.
"Mbak..Mbak.. ini aku Mbak.. bukan setan." ucap seorang wanita yang ternyata adalah Endang.
"Endang? ngapain kamu nangis disitu? bikin jantungku mau copot saja."
Endang memeluk tubuh Tutik dan menangis sejadi-jadinya.
"Suamiku selingkuh Mbak, suamiku pergi ninggalin aku dan anak-anak. Sekarang aku harus apa Mbak?" Endang meraung meratapi nasibnya.
Jujur Tutik bingung harus berbuat apa, memberi saran pun Tutik takut salah, Tutik hanya bisa memeluk dan menenangkan mantan adip iparnya itu.
"Maafin aku Mbak.. maafin aku. Aku selama ini uda jahat sama kamu, sekarang aku bener-bener ngarasain diselingkuhin suami Mbak. Aku salah sama kamu." Endang masih terus menangis.
"Endang.. udah ya, kamu yang tenang. Semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya, Aku uda maafin kamu dari jauh-jauh hari kok. Jadi kamu gak perlu ngerasa bersalah, semua ini terjadi atas kehendak Allah."
panas jobo Jero Tah piye
fiksi si fiksi
logika tetap penting untuk digunakan