Istri Juragan
Pagi itu, dengan senyum lebar dan secangkir kopi hitam ditangan, Tutik berjalan menemui suaminya yang sedang duduk santai di kursi teras.
“Ini Mas kopinya. tunggu dulu jangan langsung diminum, masih panas.”
“Hemm..”
Setelah meletakkan cangkir kopi di meja, tutik tidak langsung kembali ke dalam rumah, melainkan tetap berdiri mesam-mesem sambil memilin ujung dasternya.
“Mesam-mesem nyapo Kowe Dek? Setres opo kesambet?” (senyam-senyum kenapa kamu Dek? Setres apa kesambet?) Ujar Sutrisno, suami Tutik.
“Biasa lah Mas.. wes wayahe iki.” (Biasa lah Mas, sudah saat nya ini.) Tutik masih saja cengengesan dan menyodorkan telapak tangan di depan suaminya yang terlihat tidak peka.
“Jatah mingguan.” Ucapnya dengan senyum lebar dan menjulurkan tangan meminta uang.
“Nek perkoro duit ae eleng.” (kalau masalah uang aja, inget.) Sutris mengambil dompet dari saku bagian belakang celananya, saat Tutik berusaha mengintip isinya, sontak Sutris menjauh.
“Ora ilok, ndelok dompet e wong lanang.” (Gak baik liat isi dompet suami) Sutris mengambil dua lembar uang pecahan seratus ribu dan menyerahkanya ke Tutik. “Dihemat, ojo boros ben cepet sugih.” (Dihemat, jangan boros biar cepet kaya.)
“Iya-iya.. perasaan dari dulu uda dihemat tapi tetep aja gak kaya-kaya.” Tutik merengut dan kembali ke dalam rumah setelah menerima uang pemberian suaminya.
Tidak lama kemudian Tutik kembali lagi ke teras dengan membawa sebuah undangan, dan menyodorkanya ke Sutris.
Sutris mendongak, “Apa lagi?”
“Undangan.”
“Iya.. Aku juga tau kalau itu undangan, tidak buta mataku. Maksudku itu undangan dari siapa?”
“Undangan dari Pak RT, lusa anak nya menikah sama anak Pak Lurah.”
“Ooo” Sutris menjawab dengan acuh lalu menyeruput kopi nya.
“Kok Cuma Ooo saja.” Tutik kembali merengut.
“Terus Aku harus apa? Teriak Auwooo! auwooooo wuoooo! sambil gelantungan dipohon gitu, seperti tarzan?” Sutris mulai emosi.
“Ya gak gitu juga, maksud Aku ya tambahin uang jatah mingguannya, kan lusa harus kondangan, masa iya gak ngasih amplop. Kan malu lah Mas.”
“Halah, ada-ada saja. Lagian di undangan kan hanya tertulis mohon kehadiran dan doa restunya saja, nggak ada tuh disitu tulisan, mohon kehadiran dan amplopnya. Iya kan? Yasudah tinggal datang aja terus kasih Doa restu. Beres kan?”
Tutik menghela nafas berat. “Ya gak gitu juga... masa iya gak malu, datang ke kondangan Cuma ngasih Doa restu, nggak ngasih amplop, ya malu lah. Kan suamiku ini seorang mandor perkebunan, apa kata orang-orang nanti?”
“Haishh.. iya-iya! Kamu kasih lah itu amplop, jangan lupa ditulis nama nya yang besar, biar tau Dia kalau Aku juga nyumbang. Nih!” Sutris menyerahkan selembar uang pecahan 50 ribu kepada Tutik.
“Nahh.. gitu dong. Itu baru cocok.” Tutik tersenyum lebar sambil mengangkat dua jempol nya tinggi-tinggi.
“Bau apa ini” Sutris mengendus-endus aroma yang menurutnya sangat aneh, seperti bau got.
Sutris terus mengendus hingga berhenti didepan ketiak istrinya, seketika pria berusia 32 tahun itu muntah-muntah. “HUEK! Bau sekali ketiakmu itu Dek! Apa tidak mandi kamu, baunya sudah macam comberan saja.” Sutris menjauh dan menutup hidungnya rapat-rapat.
“Heheheh.. belum sempat mandi Aku Mas, belum selesai pekerjaanku. Cucian masih banyak, ditambah lagi baju-baju mamak ada dua karung yang belum sempat Aku cuci.” Tutik meringis, menurunkan tangan dan menutup ketiak nya rapat-rapat.
“Sudah-sudah, pergi sana! Pagi-pagi bikin moodku hancur saja kau!”
“Iyalah..” Meskipun ada sedikit rasa sedih di dasar hatinya atas perlakuan Sutris, namun Tutik tetap menghiraukanya. Pasalnya Ia sudah kebal dengan ucapan-ucapan kasar yang keluar dari mulut suaminya.
Sutrisna, atau yang kirap disapa Sutris, adalah pria berusia 32 tahun yang bekerja sebagai mandor perkebunan karet terbesar di Desa Rukun Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
Sebuah Desa yang sebagian besar warganya bekerja di perkebunan karet, atau ada juga yang bekerja di pabrik pengolahan karet hasil dari perkebunan itu. Selain karet, Desa itu juga penghasil tebu serta singkong, terbesar di kabupaten Jepara.
Watak yang disiplin dan tegas, membuat Sutris dipercaya menjadi mandor perkebunan sejak 10 tahun yang lalu, membawai lebih dari 700 orang yang bekerja di pabrik serta perkebunan.
Meski memiliki gaji yang cukup besar, namun Sutris bukanlah Orang yang royal terhadap Istri, Tutik bahkan tidak pernah tau, berapa jumlah gajibyang diterima oleh suaminya setiap bulan. Sutris selalu mengatakan jika gajinya kecil meskipun Ia sebagai mandor, demi untuk mencukupi kebutuhan, Sutris meminta Tutik untuk selalu berhemat.
Pria itu memberi jatah uang 200 ribu untuk keperluan belanja selama satu minggu, dan akan ditambah jika ada keperluan lain yang harus disertai dengan bukti, seperti halnya yang dilakukan oleh Tutik pagi tadi.
Pukul setengah delapan pagi, Sutris berangkat ke Pabrik dengan mengendarai motor besarnya. Tidak ada acara cium tangan atau cipika-cipiki, Setelah menghabiskan sarapanya, Sutris berangkat tanpa berpamitan kepada Tutik.
Hanya suara motor yang menjadi penanda buat Tutik bahwa suaminya telah berangkat ke kebun.
Baru saja tangannya mengambil piring dan ingin menyendokkan nasi, terdengar gedoran cukup keras dan berulang-ulang dari pintu depan.
Tentu Tutik sudah hafal betul siapa tamu yang mengunjungi rumahnya sepagi ini.
Baru saja membuka pintu, Mamak Sri, Ibu mertua Tutik sudah melotot dengan tangan berkacak pinggang. Mulutnya siap menyemburkan api seperti naga. "Lama sekali Kamu buka pintu! apa tidak dengar kupingmu dari tadi Aku panggil-panggil."
"Dengar lah Mak.. tapi Aku kan jalan dulu kesini, baru lah buka pintu buat Mamak."
"Alasan saja! minggir! mau masuk Aku, Badanmu itu nutupin pintu, apa tidak suka Kamu kalau Aku datang kesini?"
"Tidak lah Mak.. Aku senang sekali kalau Mamak berkunjung kesini, apalagi Aku perhatikan semakin hari, Mamak ini bertambah cantik saja. Apa mamak pakai produk yang ada di TV itu? yang katanya bisa bikin 10 tahun lebih muda? Aku perhatikan, Mamak ini tampak 10 tahun lebih muda."
"Ah bisa saja Kau ini memujiku. Tapi sepertinya memang iya, Tambah cantik saja Aku sekarang ini, semakin muda juga. Nanti Aku kasih tau sama Kamu rahasianya ya, biar awet muda juga Kamu. Tapi sekarang minggir dulu lah Kamu, mau lewat Aku. Badanmu itu makin hari sudah seperti truk tronton saja, menutup jalan dan bikin macet."
Mamak Sri melenggang masuk dan duduk di sofa empuk yang berada di ruang tamu. "Tik! nyalakan kipas anginmu! gerah sekali Aku, bisa luntur nanti kecantikanku kalau berkeringat. Peka sedikit lah jadi menantu."
"Iya lah Mak." Tutik bergegas mengambil Kipas angin berdiri, menyalakanya dan meletakkan disamping sang Mamak.
"Hei! mau bikin Aku mati masuk angin Kamu? kalau tidak suka sama Aku bilang saja, tidak perlu membunuhku seperti ini." Teriak Mamak Sri.
"Jauhkan kipasnya! jangan terlalu dekat, bisa masuk angin Aku." Teriaknya lagi.
"Iya lah Mak, maaf.. tidak tau Aku. Yasudah, Mamak tunggu disini ya, Tutik buatkan minum dulu buat Mamak."
"Suka-suka Aku lah mau nunggu dimana, ini kan rumah Anakku. Berani nya Kamu ngatur-ngatur Aku."
'Ah terserah Mamak saja lah, pusing Aku sama mahluk tuhan yang satu ini' batin Tutik.
Tutik sedang sibuk mengaduk teh dicangkir, tiba-tima Mamak muncul di ambang pintu dapur.
"Tik, bagi duit 100 ribu ya, Mamak lupa, hari ini ada arisan. Mamak tidak bawa uang." Mamak Sri menyodorkan tangan di depan Tutik.
Dengan sangat terpaksa Tutik merogoh saku dasternya, memberikan satu lembar uang merah pemberian suaminya tadi pagi kepada Mamak. Tutik hanya mampu menatap nanar uang yang sudah berpindah tangan.
Setelah mendapat apa yang diinginkan, Mamak oun berpamitan untuk pulang.
"Mau pulang dulu lah Aku Tik. Mau pergi arisan."
"Loh, kok pulang Mak? tidak diminum dulu ini teh nya?"
"Tidak, Kau minum saja sendiri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Sriza Juniarti
semangat kk..terus berkarya 🥰💕
2022-11-28
0
Devi Ratna Sari
kenapa mamak nya ndak minta uang langsung ma anaknya sih? kasihan atuh mantunya. uang nya tinggal 100 ribu
2022-09-29
2