Menikah dengan wanita yang jelek membuat Gilang enggan untuk menyentuh istrinya, sikap Gilang yang keterlaluan membuat Nindi istrinya merubah penampilannya dan bekerja sebagai sekertaris Gilang sendiri.
Apakah Gilang nanti akan tau penyamaran sang istri? ikuti terus ceritanya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jujur
Gilang beranjak dan membuang tatapannya jauh menerawang ke depan, kemungkinan-kemungkinan muncul begitu yang membuat Gilang takut, rasa cinta dan sayangnya membuat dia enggan berterus terang tapi sampai kapan dia akan menyembunyikan kebohongan ini? tapi dia tidak sengaja menabrak pak Slamet waktu itu.
Aarrrgggggg
Gilang berteriak sambil mengusap rambutnya dengan kasar, kenapa juga Nindi harus bertanya soal itu biarlah peristiwa itu menjadi rahasia yang hanya dia dan Tuhan yang tau.
Nindi menepuk bahu Gilang sehingga membuat Gilang kaget.
"Kamu kenapa mas?" tanya Nindi
"Sayang, aku mohon jangan tinggalkan aku," kata Gilang yang membuat Nindi heran, kenapa tiba-tiba Gilang mengatakan hal itu, tentu dia tidak akan meninggalkan Gilang.
Nindi sangat mencintai Gilang bagaimana bisa dia meninggalkan suami yang amat sangat dia cintai.
Nindi tertawa, "Kamu tu apaan sih mas, mana mungkin aku meninggalkan dirimu," sahut Nindi
Gilang nampak terdiam, dia bingung antara berterus terang atau menyimpan rapat-rapat rahasia ini.
Gilang menghela nafas, "Sebenarnya akulah yang membuat ayah kamu meninggal sayang," kata Gilang dengan menatap Nindi.
Nindi tersenyum ketir mencoba tidak percaya dengan kata-kata Gilang namun saat Nindi menatap mata Gilang yang nampak adalah sebuah mata sayu penuh penyesalan.
Andaikan waktu bisa diputar tentu dia akan hati-hati saat itu supaya tidak menabrak pak Slamet tapi kalau dia tidak menabrak pak Slamet Nindi juga tidak akan jadi istrinya saat ini.
"Kamu bohong kan mas," kata Nindi tak percaya dengan ucapan suaminya meski hatinya mempercayai perkataan suaminya tersebut, dia ingin berharap Gilang berkata bohong.
Gilang memegang kedua pundak Nindi dengan kedua tangannya dia mencoba mengatakan kenyataanya,
"Aku berkata jujur sayang," ucap Gilang.
Mata Nindi mulai mengeluarkan airnya, sesak rasanya mengetahui kenyataan yang ada, bagaimana tidak pria yang amat sangat dia cintai lah yang membunuh ayahnya.
Nindi melepas tangan Gilang, dia pergi dari tempat dia berdiri sekarang.
Dia menangis sejadinya, Gilang segera menyusul Nindi yang berlari menuju kamarnya.
Nindi menangis di tepi ranjang, hatinya sungguh tak bisa menerima kenyataan kalau Gilang lah yang menabrak ayahnya.
Gilang berjalan mendekat, lalu dia duduk di samping Nindi.
"Maafkan aku sayang, aku tahu kamu pasti marah padaku, tapi aku tidak sengaja waktu itu, aku juga berusaha membawa ayah ke rumah sakit dan meminta dokter untuk menyelamatkan ayah. Dokter pun sudah semaksimal mungkin untuk menyelamatkan ayah tapi Tuhan berkehendak lain, ternyata Tuhan lebih sayang ayah daripada kita," ungkap Gilang.
"Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal mas," kata Nindi dengan nada tinggi.
"Aku tidak berani Sayang," ucap Gilang dengan lirih.
Nindi beranjak, "Tapi maaf mas, aku bisa hidup dengan orang yang telah menyebabkan ayahku meninggal," kata Nindi yang membuat Gilang memucat dengan mata berkaca.
"Please sayang jangan tinggalkan aku, aku bisa gila jika kamu pergi meninggalkan aku," pinta Gilang dengan memohon pada Nindi
Nindi yang kecewa melepas tangan Gilang, dia segera menuju lemari untuk mengambil baju-bajunya.
Gilang yang tidak rela menutup lemari dan membuang baju-baju Nindi sembarang.
"Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskan dirimu sayang, meski kamu kecewa, kamu benci ataupun kamu marah aku akan tetap menahan mu disini!" bentak Gilang.
"Egois mas kamu," bentak Nindi balik
"Mana letak egoisnya, apa aku salah jika mempertahankan istriku dan amanat dari almarhum ayah mertuaku," sahut Gilang.
Nindi menangis dengan terisak, dadanya sangat sesak sekarang. Kenangan akan ayahnya teringat kembali dan kini dia harus menerima kenyataan bahwa orang yang dia cintai yang membunuh ayahnya meski tidak sengaja.
"Apa yang harus aku lakukan supaya kamu mau memaafkan aku?" tanya Gilang
"Membiarkan aku pergi jauh dari hidupmu," jawab Nindi
"Tidak! tidak akan melakukan itu, lalu bagaimana dengan wasiat ayah?" kata Gilang
"Aku tidak perduli, toh dulu bukannya kamu juga ingin pisah dari aku mas," sahut Gilang
Gilang nampak menghela nafas
"Mengertilah Nindi!" bentaknya, "Apa kamu ingin ayah kamu bersedih di sana karena kita seperti ini?" imbuhnya kemudian.
"Aku tidak perduli, karena bagiku kamu tetap pembunuh ayahku mas," ucap Nindi
Gilang nampak menyerah, dia sudah kehabisan kata-kata sekalipun dia memohon sampai menangis darah Nindi tidak akan memaafkannya yang kini dia sesali adalah kenapa tadi dia tidak pergi bekerja daripada Nindi bertanya sesuatu yang kini jadi seperti ini.
Gilang melamun dan ini kesempatan Nindi keluar, sesaat saat Gilang kembali sadar dia sudah tidak melihat Nindi di kamar.
Gilang segera mengejar Nindi untung dia masih bisa menangkap Nindi, "Aku benci padamu mas," kata Nindi
"Aku tidak perduli dengan rasamu yang terpenting kamu berada di sisiku," sahut Gilang
Nindi menggigit tangan Gilang dan lari keluar apartemennya, dia berlari karena lift sedang sibuk dia berlari menuju tangga, dari lantai sepuluh menuju lantai bawah tentu lumayan lelah juga tapi Nindi tak menyerah dia terus berlari hingga akhirnya Nindi terpeleset dan terguling guling hingga lantai bawah.
Dari hidung Nindi menguarkan banyak darah, kepalanya juga terbentuk hingga banyak darah yang keluar juga.
Gilang terpaku melihat istrinya dengan keadaan yang seperti itu.
Dia segera membopong Nindi dan segera membawanya ke rumah sakit.
Saat di depan apartemen Nindi menepuk bahu Gilang
"Maafkan aku mas," kata Nindi lalu memejamkan matanya
"Tiiiidaaaaak," teriak Gilang