Hidup Freya Almeera Shanum berubah setelah tragedi tahun baru 6th silam yang membuatnya menjadi single parent dari anak bernama Maura Hanin Azzahra.
Maura, gadis berusia 5th itu selalu menanyakan keberadaan Ayahnya yang tak pernah diketemuinya dari kecil.
Pertanyaan sederhana tentang keberadaan sang Ayah yang selalu di lontarkan Maura membuat sang Bunda Freya (25th) merasa bersalah dan sedih. Bahkan Freya juga kadang teringat akan tragedi malam itu setiap sang putri bertanya keberadaan Ayahnya.
Semua salah wanita tak tahu terima kasih itu. Karena wanita itu, Freya sekarang menjadi single parent tanpa status.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta Maaf
Freya menatap tajam wanita yang berdiri di samping pria berkacamata yang baru saja datang itu dengan tatapan amarah dan kebencian. Freya bahkan sampai mengepalkan tangannya.
Bryan mengambil handphone dan tas Freya yang jatuh dan memintanya untuk duduk.
Freya melirik Bryan tajam dengan wajah yang sudah memerah karena marah. Dengan terpaksa dia duduk tapi matanya kembali menatap wanita itu dengan tajam.
Berbeda dengan wanita itu yang biasa saja dan sesekali menampilkan senyum. Dia duduk tenang tepat di depan Freya hanya meja yang memisahkan mereka.
"Langsung nih?" tanya pria berkacamata menatap Bryan.
"Ehhmmm.." Bryan hanya berdehem dan mulai memakan menu yang dihidangkan.
Freya mengambil gelas yang berisi air minum dan meneguknya sekali hingga tandas. Diletakkannya gelas itu kembali sedikit kasar.
"Maaf, saya ke toilet sebentar." pamit Freya pergi begitu saja.
Hatinya sakit saat melihat wanita tadi. Karena wanita itulah yang membuat hidup Freya hancur. Freya berdiri di depan wastafel menatap pantulan dirinya di cermin.
"Tahan emosi kamu Freya. Hadapi wanita licik tadi dengan elegan."
"Jangan sampai kamu mengeluarkan air mata kamu dihadapan wanita tak tahu diri itu."
"Jangan lihat kan kelemahanmu."
Aakkhhhhh
"Kenapa wanita itu ada disini?" jerit Freya tertahan.
"Pasti Bryan sengaja mengundang wanita itu untuk membuka luka lama ku." batin Freya.
Freya terlihat menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Dia melakukan itu berulang kali sampai dirinya merasa tenang.
"Oke Freya. Jangan tampilkan wajah sedih kamu."
"Jangan juga tampilkan wajah marah kamu."
"Cukup hadapi mereka dengan tenang dan elegan."
Freya lantas memperbaiki riasannya supaya lebih segar sebelum kembali ke meja.
"Maaf lama." ucap Freya dengan tenang dan tak lupa menampilkan senyum manisnya.
Bara, pria berkacamata itu yang menjawabnya. "Tak masalah, kita juga masih makan."
Freya tersenyum pada Bara dan kembali duduk untuk melanjutkan makannya.
Setelah semuanya selesai makan terdengar obrolan tentang kerjaan antara Bryan dan Bara juga terkadang Rendy menimpali obrolan itu.
Freya hanya diam saja pura-pura sibuk dengan handphone nya padahal mah enggak. Dia sesekali melirik wanita yang dihadapannya yang terlihat berbeda dari saat baru datang tadi. Ketenangan di wajah wanita itu berubah jadi kecemasan yang Freya sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan wanita di hadapannya itu.
Freya melihat pesan masuk yang baru saja masuk ke handphone nya. Dia melirik Bryan karena dialah pelaku pengirim pesan. Dengan malas dia membuka pesan itu.
"Saya minta maaf. Saya sungguh minta maaf atas kejadian enam tahun silam."
"Maaf tidak mendengarkan anda dan melepaskan anda waktu itu."
"Maaf sudah membuat anda harus menanggung malu, dan hinaan dari masyarakat."
"Saya sungguh minta maaf pada anda, Freya." Freya menghembuskan nafas kasar setelah membaca pesan dari Bryan. Diliriknya Bryan dari sudut matanya dengan tajam.
Belum sempat Freya membalas pesan itu, sudah ada pesan masuk lagi dari Bryan.
"Dua orang yang duduk didepan kita akan menjelaskan kenapa saya yang ada di dalam kamar apartemen kala itu." Freya melirik dua orang yang duduk dihadapannya bergantian.
Bryan berdehem sebelum akhirnya masuk ke pembahasan inti kenapa mereka semua ada di tempat yang sama saat ini.
"Bara, tolong jelaskan kejadian waktu itu." perintah Bryan dengan tegas, Dia tak ingin Freya menyalahkannya terus walau sebenarnya memang dia yang salah.
"Malam Nona, saya Bara."
"Mungkin anda ingat nama saya sebagai calon tunangannya shelin." Bara menatap Shelin dan teihat menggenggam tangan Shelin.
"Tapi sekarang dia sudah menjadi istri saya." kata Bara membuat Freya mengangkat kepalanya lebih tinggi menatap kedua orang dihadapannya.
Freya semakin mengerutkan dahinya saat Bara bilang kalau saat itu dia tidak salah masuk apartemen. Memang itu apartemen milik Bara yang dipinjam Bryan selama tinggal beberapa hari di kota S.
"Dan untuk Shelin, Saya sudah memberi tahunya kalau saya minta bertemu di restoran yang ada di hotel samping apartemen. Walau saya telat memberitahunya."
"Dan mungkin anda saat itu sudah sampai di apartemen saya, karena Shelin beberapa kali menghubungi anda tidak anda angkat."
Freya ingat kalau Shelin menghubungi nya beberapa kali saat itu. Tapi bagaimana bisa dia mengangkatnya kalau dia sendiri saat itu sudah dibawah kungkungan Bryan.
Freya tersentak saat tiba-tiba Shelin bersimpuh di sampingnya.
"Aku minta maaf Freya."
"Aku benar-benar menyesal saat itu telah memintamu untuk menggantikanku bertemu Bara."
[Iya, menyesal karena bukan kamu yang digagahi Bryan.]
"Maafkan aku telah membuat mu menderita Freya."
"Nona berdirilah." Freya memegang bahu Shelin membantu wanita itu berdiri.
"Aku minta maaf Freya." Shelin menatap Freya dengan berlinang air mata.
"Aku bukan bermaksud menjebakmu saat itu."
"Aku benar gak tahu kalau kejadiannya bakal seperti itu." Freya menghembuskan nafas perlahan, matanya sudah mulai memanas. Namun dia tahan supaya tidak menjatuhkan butiran air matanya.
"Duduklah Nona." Freya menuntun Shelin untuk duduk kembali ke kursinya.
"Freya. Kamu memaafkan ku kan?" Shelin memegang tangan Freya yang akan kembali duduk.
Freya melepas tangannya yang dipegang Shelin dan tersenyum kecut pada wanita itu.
"Maaf. Aku memaafkanmu atas kelakuanmu padaku, tapi tidak pada ibu ku." Setelah mengatakan itu Freya mengambil tasnya dan pergi begitu saja.
"Freya." panggil Bryan yang sedari tadi diam saja melihat drama di depannya.
Bryan segera menyusul Freya sebelum gadis kecilnya itu menjauh.
Bryan menatap sekeliling tempat parkir restoran mencari Freya. Tadi dia tidak sempat mengejar Freya saat Freya sudah masuk lift.
Bryan berjalan mendekati pohon besar yang tak jauh dari tempat parkir. Dia mendengar suara tangisan disana juga orang yang sedang berbicara.
"Dengan mudahnya mereka minta maaf."
"Memang dengan minta maaf bisa merubah segalanya apa."
"Bisa mengembalikan keperawanan ku, mengembalikan ibu."
"Mereka tidak tahu saja, bagaimana sakit dan malunya saat dihujat orang."
"Dibilang wanita tak benarlah, wanita malam lah."
"Orang kaya memang suka seenaknya saja."
Huwaaa
Freya menunduk, menangkupkan kedua tangannya untuk mereda suara tangisnya.
Bryan menghembuskan nafas perlahan dan berdiri di samping Freya yang tidak menyadari kehadirannya itu. Bryan diam beberapa menit untuk membuat Freya melampiaskan rasa sedih dan kesalnya.
"Menangislah jika itu membuatmu tenang." kata Bryan pelan, tak ada nada tegas dan aura dingin disekitarnya. Yang ada aura kehangatan.
Freya menghapus air matanya dengan kasar. Dia tahu tadi ada orang yang berdiri di dekatnya. Awalnya Freya mau menghindar, tapi setelah mencium aroma parfum yang dikenalnya beberapa hari terakhir ini dia diam saja. Bau kayu-kayuan yang membuat pria lebih maskulin dan menambah gairah. Oh Freya, apa yang kamu pikirkan. Jangan gila kamu. Freya merutuki pikiran mesumnya yang tiba-tiba muncul disaat seperti ini.
"Aku minta maaf Freya." Bryan menatap Freya lekat.
"Aku akan mempertanggung jawabkan perbuatanku walau aku datang terlambat.
"Maafkan aku Freya." kata Bryan dengan lembut.
Freya membalas menatap Bryan. Dapat Freya lihat tatapan mata Bryan yang hangat tidak seperti biasanya yang tajam dan menghulus seperti pedang. Raut wajah yang terlihat penuh penyesalan.
"Apa dia sungguh menyesal akan perbuatannya.?"
"Tidak Freya. Jangan dengan mudahnya kamu luluh hanya karena perkataannya dan juga tampangnya yang memelas itu."
"Lihat saja dulu, Freya.
"Apa dia hanya ingin bertanggung jawab karena adanya Maura atau karena dia sungguh ingin bersama kamu." Freya berperang dengan batinnya.
"Aku minta maaf." ulang Bryan sambil memegang tangan Freya.
"Dingin, saya mau kembali ke hotel." Freya mengalihkan pembicaraan dan mengajak kembali ke hotel.
Bryan masih tetap memegang pergelangan tangan Freya saat berjalan menuju mobil. Bryan memperkecil langkahnya supaya bisa sejajar dengan Freya.
"Aku akan berusaha untuk membuatmu jatuh cinta pada ku, Freya Almeera Shanum."