Wabah corvid 19 membuat banyak perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan , Jaka seorang pemuda tampan pun ikut terkena PHK, kehidupannya menjadi semakin terpuruk saat melihat sang istri berselingkuh dengan temannya yang sekaligus mantan atasannya , yang lebih menyakitkan lagi ternyata pemecatan dan tidak di terimanya ia bekerja juga karena ulah mereka berdua, bagaimana Jaka menghadapi penghianatan istri dan temannya....
yuk kita baca kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Penari
Boris berdiri terpaku. Matanya menatap Ratri seolah menatap masa yang sudah dikubur puluhan tahun.
"Ratri…" suaranya bergetar, “kau… tak berubah sedikit pun.”
Ratri hanya menunduk, menahan perasaan yang bergemuruh.
“Aku… memakan buah itu, Boris, buah dewa yang hanya mekar satu kali dalam seratus tahun di lembah angin senyap. Buah itu memberiku tubuh abadi… dan kutukan kesepian sepanjang hidup.” jawab Ratri sambil menatap sendu ke arah bori
Boris terdiam.
Ingatannya melayang jauh ke masa muda, saat mereka pernah bersumpah setia di bawah rembulan purnama, saat Ratri masih gadis biasa, dan ia hanyalah pendekar muda penuh ambisi.
“Kau menghilang setelah serangan itu… aku mencari… tapi… aku kira kau mati.” ucap Boris nyaris tak bisa mengendalikan suaranya.
“Aku ingin kembali padamu, Boris,” ucap Ratri pelan, “tapi setelah sekteku hancur dan kau menjadi Pendekar Dua Alam, aku tahu… dunia kita sudah tak sama.” lanjut Ratri sedih
Mereka diam. Tak ada kata yang cukup untuk menebus waktu yang hilang. Di antara mereka, Jaka berdiri, merasakan kedalaman cinta yang tak lekang oleh zaman.
Namun momen itu tak berlangsung lama.
Seketika langit berubah mendung. Petir menyambar di kejauhan. Angin membawa kabar buruk dari dunia bawah.
jlegaaaar
Brug
Seekor burung gagak berwarna abu-abu jatuh ke tanah di hadapan mereka, lehernya patah, matanya menyala merah sebelum padam.
Jaka berlutut dan memeriksa tubuh burung itu. Di balik bulunya, ada ukiran aneh di kulitnya—simbol segitiga terbalik dengan tetesan darah di tengahnya.
“Ini… simbol Ajian Sukma Luruh. Ilmu terlarang dari Era Kegelapan,” ucap Boris terkejut
“Ilmu itu telah dilarang sejak ribuan tahun lalu,” tambah Ratri. “Itu ajian yang bisa mencuri jiwa orang hidup dan menjadikannya boneka pembunuh.” ucapnya memberitahukan kedahsyatan ilmu hitam itu
⚫⚫⚫
Malam itu juga, dari siaran radio tua di sudut gubuk, terdengar berita dari dunia luar.
“…telah terjadi pembunuhan berantai misterius di Kota Lama. Semua korban kehilangan mata dan jantung, tanpa ada tanda-tanda pelaku masuk secara fisik. Polisi menemui jalan buntu. Pihak paranormal dan kepolisian spiritual telah dikerahkan, namun belum membuahkan hasil…”
Jaka menggenggam radio itu erat.
“Guru… ini bukan kejahatan biasa. Ini… pekerjaan ilmu hitam.”
Boris mengangguk pelan. “Dan tak sembarang orang bisa menggunakan Ajian Sukma Luruh. Hanya satu yang mungkin…”
Mata Ratri membesar. “Sang Penari Hitam… sudah bangkit.” ucapnya kaget
“Tidak,” ucap Boris pelan. “Lebih buruk… muridnya.” lanjut Boris
Pagi itu, Jaka menuju Kota Lama. Di sana, kabut spiritual menggantung di atas gedung-gedung tua. Penduduk berjalan dalam diam, wajah mereka pucat. Suasana seperti ditelan ketakutan tak terlihat.
Jaka menemui Inspektur Ardi, pemimpin satuan khusus investigasi paranormal. Pria itu awalnya skeptis, tapi saat melihat Jaka meredam bayangan arwah penasaran hanya dengan satu sentuhan Ajian Nadi Lapis Tiga, ia langsung percaya.
“Kami sudah kehilangan sembilan korban. Semuanya tokoh berpengaruh: dukun, jenderal tua, bahkan satu hakim agung,” ucap Ardi. “Semua tewas dalam keadaan yang sama. Tanpa suara. Tanpa jejak.”
Jaka memeriksa TKP terakhirsebuah rumah kuno di pinggir kota. Dengan sentuhan telapak tangan, ia merapal:
“Ajian Jejak Jiwa.”
Sekejap, ruangan itu berubah. Cahaya biru bergetar. Jaka melihat kilatan bayangan hitam menari di dinding. Di sana… sesosok pria bertopeng menyeret jiwa korban keluar dari tubuhnya.
“Dia… mencuri roh sambil menanam racun di tubuhnya.”
Jaka mengepalkan tangan. “Dia sedang mengumpulkan jiwa-jiwa untuk membuka Gerbang Sukma Kelima—tempat di mana makhluk tertua pernah dikurung oleh para dewa.”
“Kalau gerbang itu terbuka…” Ardi menelan ludah, “apa yang terjadi?”
Jaka menatapnya dalam. “Maka dunia akan kehilangan batas antara hidup dan mati.” jawab Jaka
Malam itu, mereka menetap di markas investigasi. Jaka duduk di kamar kecil, membungkus cambuk Gembolo Geni dengan kain linen. Di luar, suara hujan menyanyikan nyanyian pertanda.
⚫⚫⚫
Di luar markas, angin berhenti berhembus.
Dan di atap tertinggi kota, sesosok pria bertopeng berdiri. Di tangannya, sebuah botol kecil berisi cahaya merah—jiwa korban terakhir.
Ia tertawa.
“Jaka…Pewaris Pendekar Dua Alam… mari kita lihat seberapa jauh kau bisa menjaga batas dunia…”
Dari balik jubahnya, muncul sosok wanita setengah arwah, bermata merah—Dinda, yang kini telah dirasuki dan dikendalikan.
Api unggun di pekarangan belakang markas sementara menyala tenang. Di bawah cahaya oranye itu, Boris duduk bersila. Di seberangnya, Ratri menatapnya lama, seolah masih tak percaya sosok itu masih hidup di hadapannya.
“Dulu…” Boris membuka suara, “aku tak lebih dari murid keras kepala dari perguruan Gunung Batu Geni. Tapi saat aku pertama kali melihatmu, Ratri—gadis yang mampu menjinakkan bayangan siluman di Gunung Pancar… hatiku tak pernah sama lagi.”
Ratri tertawa lirih. “Dan kau bilang aku seperti cahaya bulan… padahal aku murid paling galak di Sekte Bulan Langit.”
Boris tersenyum. Tapi senyumnya mengandung getir.
“Kita berjanji untuk membangun jalan damai antara sekte kita. Tapi malam itu… malam saat Sekte Bulan Langit diserbu… aku datang terlambat. Dan kau lenyap… seperti kabut pagi di atas tebing.”
Ratri menunduk. “Aku ditangkap oleh Sang Penari Hitam. Ia menganggap ku ancaman karena aku satu-satunya yang bisa memanggil Ajian Cermin Jiwa. Ia ingin memaksa aku jadi inkarnasi iblis… tapi buah dewa menyelamatkanku.”
“Buah Dewa…” gumam Boris.
“Itu bukan keabadian,” sambung Ratri. “Itu penjara dalam waktu. Setiap tahun berlalu… tubuhku tak menua, tapi hatiku… makin dingin, makin sunyi.”
Boris berdiri perlahan, lalu menatap bulan.
“Aku mencarimu bertahun-tahun… sampai akhirnya aku berhenti percaya kau masih hidup. Dan aku menua… hidup dalam penyesalan. Tapi malam ini, melihatmu lagi…”
Ratri berdiri, menatapnya dalam.
“Jika kita bisa menebus masa lalu dengan membantu muridmu sekarang… maka mungkin kita masih diberi kesempatan… walau hanya sebentar.”
Boris mendekat, dan memegang tangannya. Dalam keheningan, dua hati tua yang penuh luka akhirnya bersatu kembali, bukan sebagai pendekar dan pendekar wanita, tapi sebagai dua manusia yang pernah saling mencintai dan kehilangan.
Sementara itu, di kota tua yang telah diliputi kabut spiritual, Jaka berdiri di atas atap markas, menatap langit kelam.
Ia tahu… malam ini ia harus melawan sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dinda… telah dirasuki.
"Dia memanggilku malam itu… aku melihat matanya. Tapi bukan dia lagi. Itu bukan Dinda..." – kata salah satu korban selamat yang diselamatkan Inspektur Ardi.
Di tengah kota, di dalam bekas gereja tua yang ditinggalkan, Sang Penari Hitam berdiri, tangannya menari memanggil kekuatan purba. Di depannya, tubuh Dinda mengambang… matanya kosong, rambutnya beterbangan seperti kobaran api hitam.
“Darahnya… sempurna. Tubuhnya akan jadi wadah untuk Arwah Ketujuh, sang pemutus batas alam…” gumam Penari senang
Jaka mendobrak masuk.
“LEPASKAN DIA!!!” teriaknya, cambuk Gembolo Geni menyala menyambar altar.
Sang Penari hanya tersenyum.
“Kau datang, pewaris Pendekar Dua Alam. Tapi kau tak bisa menyelamatkan apa yang sudah ditandai oleh bayangan.” Ucap Penari menatap acuh
Dinda menoleh padanya. Tapi matanya… merah menyala.
“Jaka… menjauh… atau aku—aku akan membunuhmu…” suaranya serak, berjuang antara batinnya
Jaka maju, menahan air mata. “Dinda, aku tahu kau masih di sana. Dengar aku. Ini aku. Orang yang pernah kau peluk saat malam hujan di kaki gunung. Yang kau panggil saat tubuhmu menggigil. yang....
“Cukup!!!” potong Sang Penari
Hiaaaaaat
Blaar
Sang Penari menghantam tanah. Cincin sihir muncul di lantai. Rantai bayangan melilit tubuh Jaka, menahan cambuknya.
Tapi Jaka merapal dalam hati:
“Ajian Gembolo Geni!" Teriak Jaka
Tubuhnya bergetar cahaya. Rantai putus. Ia lompat ke arah Dinda, meraih tangan wanita itu.
“Kalau kau benar-benar mencintaiku… lawan dia. Sekarang, Dinda. Lawan dia dari dalam!” bentak Jaka mencoba menyadarkan Dinda, Dinda terdiam perlahan
Cahaya putih mulai muncul dari dada Dinda.
Ia berteriak.
“AaaaAAARRRGHH!!!”
Sang Penari Hitam terkejut.
“Apa?! Tidak… ini tak mungkin!” teriaknya tak percaya
“Cinta…” ujar Jaka, “lebih kuat dari pengaruh ajian mu.” ucap Jaka datar
Dinda jatuh ke pelukan Jaka, tubuhnya masih gemetar.
“Ka-kau datang…”
“Selalu.”
Sang Penari mencoba menyerang, tapi cambuk Gembolo Geni berputar dan menghantamnya dengan kekuatan penuh.
HIAAAAAAT!!
BLAAAAARRRR!!!
Dinding gereja runtuh.
Tapi tubuh Sang Penari Hitam lenyap jadi bayangan.
Di markas, malam itu terasa lebih hangat.
Boris dan Ratri duduk berdampingan, tak banyak bicara.
Jaka dan Dinda duduk di dekat jendela, tangan mereka saling menggenggam.
“Kau menyelamatkanku…” bisik Dinda.
“Dan kau… menguatkan ku untuk terus berjalan.” peluk jaka
Namun jauh di dalam tanah kota tua… sebuah tangan hitam merangkak keluar dari batu:
“Ini belum selesai… belum… Sang Penari hanya permulaan…” Desis bayangan itu melesat pergi