Adiba (18) gadis sederhana melanjutkan study di Ponorogo. Dia gadis dari keluarga sederhana tanpa kemewahan. Karena kegeniussan ia mampu menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di usia 15 tahun. Kini dia kuliah di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Ponorogo sembari mondok di Darul Huda Mayak Tonatan Ponorogo.
Hal mengejutkan terjadi ketika terjadi kesalahan fatal, Adiba harus berurusan dengan Dosen sekaligus Gus di Pesantren. Karena sebuah sebab Adiba dan Gus yang diam-diam dicintai terpaksa menikah.
Cinta Adiba sangat tulus untuk Zaviyar, tetapi tidak untuk Gus Zaviyar. Sang Suami awalnya memiliki tunangan dan kurang 2 bulan lagi menikah. Adiba merasa ciut akan kekalutan hati karena Zaviyar masih terlihat peduli pada matan tunangan. Sang gadis kecil harus ekstra sabar demi meluluhkan dan menjadi atensi utama, Suaminya.
Mampukah Adiba menaklukkan hati Gus yang terkenal, dingin, pendiam dan tegas? Akankah Adiba mampu bertahan pada bahtera rumah tangga tanpa cinta dari Suaminya? Bisakah Adiba membalut luka dengan senyum manis? Mampukah Adiba meluluhkan hati Zaviyar dengan ketulusan cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose_Crystal 030199, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BCZA - Mas Tersayang Adiba!
Maaf banyak typo's bertebaran dan kesalahan dalam penulisan di bawah ini
👇👇👇
********
Adiba memasak makanan dengan semangat. Entah kadang kalau di dapur dia muntah dan kadang begitu semangat ingin masak. Kandungan Adiba mulai memasuki bulan ke dua, dan hubungan dengan Zaviyar tambah manis.
Zaviyar mendekat ke arah Adiba, lalu tanpa babibu merengkuh erat sang Istri dari belakang. Dengan sayang dia ciumi puncak kepala Istrinya sesekali tangan jahil menyentuh dada sang Istri. Senyum terbit ketika Adiba mencubit perutnya dengan gemas.
"Mas lepas, Adek masak nih," rengek Adiba.
"Masak apa Hm?"
"Masak apa saja itu."
Zaviyar melihat Istrinya masak sayur oseng daun ubi di campur udang rebon. Lalu di samping ada lauk tempe dan tahu. Kelihatannya enak masakan Istrinya yang manis ini. Kalau sudah begini perut Zaviyar minta di isi makanan Adiba.
Adiba masih masak seolah Zaviyar menganggu tidak dipedulikan. Walau usil dengan ulah Suaminya menciumi lehernya. Kalau begini ia jadi berdebar kencang menerima godaan Suaminya semakin nakal. Sabar Adiba abaikan Zaviyar biar kapok sendiri.
"Ada gerangan apa Istriku masak? Apa Dedek bayi yang ingin ke dapur?"
Adiba merengut sebal mendengar godaan Zaviyar. Dia berbalik menghadap Suaminya lalu tanpa babibu menarik kerah dan berakhir ciuman. Dengan cepat dia lepas ciuman sepihaknya ketika Zaviyar terdiam.
"Mas diam lebih bagus. Gih duduk nanti Adek taruh masakannya."
Zaviyar terdiam menerima ciuman di bibir tipisnya. Dia tidak bisa berkutik sehingga menurut saat Adiba mendudukan di bangku. Sebelum Istrinya berlalu dengan segera Zaviyar menarik pelan Adiba.
"Mulai nakal, Istriku?"
Adiba merasa mual mencium bau parfum Zaviyar ketika semakin intim. Dia langsung minta turun kemudian berjalan cepat menuju wastafel.
Zaviyar mendelik horor melihat Adiba muntah-muntah. Dengan segera ia beranjak untuk mematikan kompor dan beralih memijat tengkuk Istrinya.
"Mas pakai parfum apa sih? Ugh, hoek hoek."
Zaviyar menyengit heran pasalnya parfum yang di gunakan Adiba tahu. Kenapa bertanya memakai parfum apa? Apa baunya aneh? Padahal Zaviyar tidak memakai parfum jika di rumah. Paling memakai parfum jika di kampus atau mengajar santri.
Adiba mengusap bibirnya dan menghidupkan kran. Dia cuci tangan kemudian mematikan kran setelah bekas untahan terbawa air mengalir. Kepalanya pusing sendiri menghirup aroma Zaviyar terkesan sangat maskulin.
"Mas tidak pakai parfum, ah mungkin parfum Mas masih menempel di baju. Ada apa, Dek?"
Adiba mendorong pelan dada Zaviyar agar menjauh dari dirinya. Sepertinya dia bum kuat menghirup aroma Suaminya. Padahal bau maskulin Suaminya adalah favorit baginya.
"Lepas baju Mas, Adek mual menciumnya. Ugh, pokoknya mulai sekarang pakai parfum bau lembut seperti vanila, lavendel, stroberi dan cokelat!"
Adiba menyeru biar Suaminya tambah lembut. Pokoknya Zaviyar harus pakai parfum itu biar dia betah menempel.
Zaviyar menyengit dalam mendengar perkataan Adiba. Apa itu serius? Buka baju, tidak masalah bahkan bertelanjang dada seharian tidak apa-apa. Ini Zaviyar suruh memakai parfum khas wanita, ya Allah harga diri anjlok mariman.
"Lebih baik Mas tidak pakai parfum apa pun, Dek."
Zaviyar melepas pakaiannya dan menaruh di sofa. Alhasil tubuh proporsional terpampang menggoda. Dia duduk manis di meja makan hanya menggunakan celana panjang.
Adiba meneguk saliva melihat tubuh atas Zaviyar yang ehmz menggiurkan. Ingin sentuh sampai puas, tetapi dia sedang lapar. Nanti saja nyentuh tubuh kekar Suaminya.
Zaviyar menyeringai penuh kemenangan saat Adiba terus mencuri pandang ke arah tubuh atasnya. Lucu sekali ekskresi Istrinya saat bersemu dengan pikiran ajaib.
Adiba menaruh masakannya di meja makan. Dengan tenang ia berdoa sebelum makan. Dia jadi tidak Konsen makan ketika tubuh Suaminya terus jadi atensi. Kya, wajah Adiba semakin memerah merekah ingin itu.
Zaviyar tidak peduli dengan ekspresi Adiba yang sangat tersiksa. Dia makan dengan lahap karena memang enak. Istrinya itu sebenarnya kalau memasak enak, hanya saja belum bisa masak terlalu sulit.
"Kemari sentuh Mas sepuas Adek!" perintah Zaviyar pada akhirnya.
Adiba langsung mendongak menatap Zaviyar penuh arti. Dan dengan malu-malu dia Malangkah menuju Suaminya kemudian meminta duduk di pangkuannya. Jari lentik perlahan terulur untuk mengusap dada bidang Zaviyar turun ke perut. Meremas pelan perut penuh otot Summinya tanpa kecuali.
Zaviyar masih santai walau hawa panas menggerogoti tubuh. Istrimya benar-benar biang kerok sesuatu di bawah menegang.
"Mas, makan," rengek Adiba.
Zaviyar menyuapi Adiba dengan telaten. Tetapi, hanya dua suap Istrinya tidak mau lagi makan. Inisiatif tinggi penuh arti menguar. Zaviyar mengambil satu sendok nasi dan lauk memasukan mulutnya.
Adiba terbelalak ketika Zaviyar menciumnya penuh irama. Kemudian dia menerima suapan lewat mulut. Wajahnya bersemu merah akan situasi ini.
"Mau makan lewat mana, mulut atau sendok?"
Zaviyar menggoda iman Adiba dengan senyum tipis penuh makna. Sepertinya mesum sedikit tidak masalah.
Adiba menunduk malu karena Zaviyar. Tangan mungil menutupi wajah yang merona parah. Dia tidak kuasa menahan debaran jantung dengan perubahan Zaviyar. Summinya sedikit berekspresi dan sedikit mesum.
"Dek, mau makan atau Mas sendiri yang makan?"
Adiba langsung menatap Zaviyar malu-malu. Dia meminta suapi Suaminya, alhasil semua berubah menjadi makan lama campur gairah.
***
Adiba masuk kelas penuh semangat. Wajah ayunya tambah berseri menandakan betapa senang dirinya. Sesekali dia goda teman-temannya sampai kelimpungan.
"Hoi, Dik ... kamu habis menang lotre ya?" pungkas Doni.
Adiba menyengit dan langsung bertanya, "lotre apa? Aku tidak pernah main begituan. Emang kenapa?"
"Kamu girang banget, apa Pak Afraz sudah mencair? Oo, jangan-jangan kalian sudah merencanakan bulan madu!" punkas Doni.
Adiba memiringkan kepala imut membuat seisi kelas gemas. Anak ini benar-benar menyebalkan.
"Belum cair, walau sudah bisa berekspresi sedikit. Walau datar sudah agak luluh, tetapi wajahnya masih datar begitu pun dengan ucapannya. Bulan madu apa? Jangan ngasal."
Mereka menepuk bahu Adiba kasihan. Suaminya itu sangat datar pasti kesusahan punya Suami kulkas berjalan. Syukur saja Adiba ceria kalau tidak tamat sudah.
"Hai, ayo ke kantin kita makan bersama!" seru Bastian.
"Ok, Pak ketua ....!" kor mereka.
Di kantin Adiba di samperin Zaviyar. Wajah Adiba merona melihat tatapan menggoda teman-temannya. Dia jadi sangat malu saat Zaviyar meminta Adiba ikut makan bersama.
Adiba duduk di depan Zaviyar, sementara Dosen wanita duduk di sampingnya. Jantungnya terasa berdegup kencang karena di pandang menggoda penghuni kampus.
Diana, Sintia dan Siti menatap Adiba muak pasalnya bukan menderita namun semakin bahagia. Mereka harus melakukan sesuatu agar Adiba tahu akibatnya bermesraan-mesraan bersama Zaviyar.
Seringai licik keluar dari bibir Diana ketika ada Mahasiswi selesai mengambil pesanan. Diana melihat gadis itu memesan soto setelah di samping kursinya, dengan sengaja Diana menjegal kaki gadis itu. Alhasil kuah soto panas tumpah mengenai paha Adiba.
"Argh, panas ....!" teriak Adiba spontan.
Zaviyar mendelik mendengar teriakan Adiba. Sontak dia mendekat ke arah Istrinya dan tanpa babibu mengangkat tubuh mungil Adiba menuju ruang kesehatan.
Anak fakultas Ekonomi dan Bisnis langsung menyerang Diana. Karena mereka tahu Diana lah yang menjegal kaki Intan Mahasiswi fakultas Syariah.
Diana terdiam ketika banyak orang menghardiknya. Dia dengan lempeng mengatakan tidak sengaja dan memilih pergi tanpa dosa bersama 2 temannya.
"Sudah, Bas. Ayo kita lihat kondisi l, Cyra," usul Marisa menengahi permasalahan.
"Baik."
***
Adiba meringis kesakitan karena ketumpahan kuah panas. Walau kulit pahanya terlindungi oleh kain rok bahan. Dia memejamkan mata ketika Zaviyar mengolesi salep agar meringankan sakit.
Zaviyar hanya diam tetapi hatinya bergemuruh marah. Dia sudah menangkap dua orang yang mengunci Istrimya dan belum menemukan pelaku yang menjebak mereka di perpustakaan. Ya Allah, semoga Zaviyar kuat menahan diri untuk tidak meledak.
Adiba tersenyum saja ketika Zaviyar melilitkan selimut ke pinggul sampai batas menjuntai ke bawah. Roknya terlepas karena terkena noda kuah. Bersyukur saja tidak sampai melepuh.
Zaviyar membuka kuncian pintu untuk membiarkan para teman Adiba meliha Istrimya. Dia memilih pergi untuk mengambil tas untuk pulang.
Adiba di kerubung teman sefakultas, dan mereka memberikan banyak pertanyaan. Dia hanya tersenyum seraya mengatakan, Alhamdulillah aku baik-baik saja.
"Cyra, kamu tahu tadi Intan tersandung karena Diana. Dari kemarin kami melihat Diana menatap mencemooh padamu. Apa jangan-jangan yang menjebak kamu Diana dan dua temannya!" cetus Marisa mengingat semuanya.
Adiba terdiam mencerna perkataan Marisa. Dia juga merasa begitu, lalu apa alasannya Diana melakukan itu padanya?
"Jangan suudzon, tidak baik. Sebelum ada bukti jangan menuduh sembarangan."
Adiba mengeluarkan kata agar mereka tidak suudzon. Dia berusaha berpikir positif agar tidak menimbulkan fitnah. Sebelum terbukti Adiba tidak mau menyalahkan orang.
Intan datang ke ruang kesehatan. Dia meminta maaf secara tulus. Semua yang terjadi tadi tidak di sengaja karena itu murni kecelakaan.
Adiba tersenyum maklum dan meminta Diana agar bersikap biasa saja. Dia sudah memaafkan sebelum Intan meminta maaf.
Zaviyar datang kembali membawa tasnya. Dia tidak mungkin membiarkan Adiba jalan makanya dengan gagah menggendong sang Istri.
Mereka bersemu melihat Zaviyar sangat romantis. Senang sekali melihat Adiba terlindungi oleh manusia es itu.
Dalam perjalanan pulang, Zaviyar diam begitupun Adiba. Dia masih marah makanya memilih bungkam.
"Mas, tolong belikan buah apel hijau. Adek ingin mangga muda dan apel hijau."
Zaviyar menengok ke arah Adiba dan memilih menuruti keinginan sang Istri. Dia tepikan mobil untuk membeli buah pesanan Adiba. Sebelum Zaviyar keluar mobil, Adiba lebih dulu mencekal lengannya.
"Mas, jangan marah Adek baik-baik saja. Adek siap terluka asal ada Mas ya siap mengobati luka, Adek. Mas, jangan aedih karena Adek tidak apa-apa. Adek mencintai Mas karena Allah," tutur Adiba sembari mencium rahang tegas Zaviyar yang mengerat.
Zaviyar perlahan luluh mendengar ucapan lembut Istrinya. Dia langsung merengkuh Adiba erat sembari menciumi puncak kepala Istrinya. Dia sangat sakit melihat Istrinya di sakiti. Kenapa bukan dia yang terluka malah Adiba?
"Mas sangat marah pada diri sendiri. Kenapa Mas sangat lemah tidak mampu melindungi, Adek. Maafkan Mas yang bodoh ini. Mas sangat khawatir jika Adek terluka, maaf."
Zaviyar akhirnya mengutarakan kegundahan hati. Dia tidak sanggup melihat Adiba terluka karena itu sangat menyakitkan.
Adiba tersenyum tulus mendengar perkataan Zaviyar. Dia balas pelukan Suaminya tidak kalah erat. Kalau begini Adiba bakal manja pada Suaminya.
"""""""**""""""'*****""""""""
Maaf belum aku koreksi jadi jika banyak typo bertebaran dan kesalahan dalam penulisan harap maklum.
ooo
opo
o
mo? ko
o m
m ok