NovelToon NovelToon
Author Badut

Author Badut

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Dunia Lain / Mata Batin / Dokter / Misteri / Orang Disabilitas
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

Goresan ISENG!!!

Aku adalah jemari yang gemetar. Berusaha menuliskan cinta yang masih ada, menitip sebaris rindu, setangkup pinta pada langit yang menaungi aku, kamu dan kalian.

Aku coba menulis perjalanan pulang, mencari arah dan menemukan rumah di saat senja.

Di atas kertas kusam, tulisan ini lahir sebagai cara melepaskan hati dari sakit yang menyiksa, sedih yang membelenggu ketika suara tidak dapat menjahit retak-retak lelah.

Berharap kebahagiaan kembali menghampiri seperti saat dunia kita begitu sederhana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Tipu Daya Bangsa Jin

Langit masih gelap dan udara pagi selepas hujan deras semalam masih terasa membeku, Sabil turun untuk melakukan olahraga pagi dengan lari keliling komplek. Kaos ketat berwarna hitam dengan celana training cingkrang ia pilih untuk penampilannya pagi itu, ia menuruni anak tangga sambil bernyanyi kecil, saat di lantai satu, ia melihat makanan sudah tersaji di atas meja makan. Alisnya terangkat sebelah, lalu menatap pintu kamar Hania yang masih tertutup rapat.

"Hania, mau ikut olahraga gak?" tanyanya di depan pintu kamar Hania.

Sepi tidak ada jawaban.

Sabil melirik jam tangannya, "biasanya dia sudah mengaji jam segini," ucapnya lebih untuk menginformasikan dirinya sendiri.

Akhirnya ia keluar rumah sendirian, melakukan pemanasan di teras lalu berlari keluar blok rumahnya menuju bundaran taman komplek yang cukup luas untuk melakukan lari putaran. Di taman itu ternyata sudah ada beberapa bapak-bapak yang berolahraga juga pembantu yang sedang melakukan aktivitas bersih-bersih halaman.

"Pagi dokter Sabil, Selamat jumat pagi," sapa pak Emil tetangga satu blok dengannya.

"Pagi Pak, wah kebetulan sekali ketemu pak Emil. Semalam nggak hadir acara syukuran di rumah pak Prabu?" tanya Sabil seraya mengikuti ritme lari pak Emil.

"Saya pulang sudah hampir tengah malam pak, maklum pak masih kuli di perusahaan orang, bos belum pulang saya juga belum bisa pulang. Istri sudah hadir mewakilkan saya."

"Wah keberuntungan nih ketemu dua orang yang jarang terlihat di komplek kita, saya ikut olah-raga juga deh pak," pak Deo yang baru saja melintas untuk buang sampah menyapa Sabil dan Emil.

"Mari pak biar rame seperti lari maraton," ajak Sabil.

Mereka lari pagi bertiga sambil diisi obrolan ringan. Rute lari pun mulai dipandu pak Deo yang terbiasa lari pagi keliling komplek, mereka mencoba jalur baru di luar komplek. Berdasarkan informasi pak Deo, ada sungai kecil di bawah komplek yang alirannya bermuara ke sebuah danau, dan pemandangan di sana begitu asri dan sejuk.

Udara dingin yang menusuk, kabut tipis yang masih menyelimuti lembah dan aroma tanah basah adalah perpaduan yang sangat menenangkan pikiran Sabil pagi itu, ia menghirup udara bersih sebanyaknya hingga wajahnya tanpa sadar tersenyum manis.

Saat pandangan matanya jauh ke depan, ia melihat sosok yang sangat ia kenali, gadis itu sedang berbincang dengan seseorang di bawah rimbunnya pohon bambu yang menjuntai ke sungai. Sabil sempat mengucek matanya untuk memastikan penglihatannya tidak salah.

"Hania?! Ngapain dia di situ?!" gumamnya sambil berlari ke arah rumpun bambu.

"Pak dokter jangan lewat situ, di situ banyak ular kalau pagi seperti ini!" teriak Deo.

Sabil tidak menghiraukan. Ia terus berlari mendekati tempat Hania berdiri bersama seseorang di sana. Jantungnya berdegup cepat dan kencang, antara efek after burn juga terbakar rasa penasaran dan... Cemburu.

"Hania!" panggilnya dengan suara keras.

Gadis itu tidak menoleh, justru gadis itu membiarkan tubuhnya dipeluk oleh laki-laki yang wajahnya belum bisa Sabil kenali karena kabut tipis seolah menutupi wajah lelaki itu.

Ketika kakinya kian mendekati rumpun bambu, kabut tebal menyelimuti wilayah itu, cahaya matahari yang masih mengintip jauh tidak mampu menerangi lokasi hingga Sabil kesulitan melihat keberadaan Hania.

Kini Sabil sudah berada di bawah rimbun pohon bambu, tapi sosok gadis yang dia yakini adalah Hania, menghilang entah kemana. Sabil berlari tak tentu arah, mencari Hania sampai kakinya nyaris terperosok ke lubang yang becek dan licin. Suara derik ekor ular terdengar makin jelas, dengan kesadaran yang terpecah ia masih menjaga langkahnya agar terus waspada dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam lorong yang tertutup semak dan batang bambu tumbang.

"Pak dokter, anda di mana?!" teriak pak Emil sambil menyibak akar pohon dan menepis kabut.

"Dok, jangan ke sana!" suara Deo menghentikan langkah Sabil, lalu ia menoleh ke arah Deo dan Emil.

"Dokter nyari apa di sana?" tanya Deo saat Sabil kembali menghampiri mereka.

"Tadi... Saya lihat—" ucapan Sabil menggantung saat melihat siluet seseorang dari balik semak yang berkabut.

"Pak Prabu!" pekik Deo.

"Eh... Ada bapak-bapak di sini, dokter Sabil, pak Deo dan ini... Pak siapa?" tanya Prabu

"Saya Emil pak, maaf semalam saya tidak hadir ke rumah bapak, istri saya yang mewakili." Emil mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Sabil menyapu penampilan prabu dari atas hingga ke kaki. Ia yakin lelaki yang bersama Hania tadi adalah sosok Prabu, dari gestur tubuh, tinggi badan dan siluet wajahnya sama persis dengan Prabu. Sabil langsung menarik kerah kaos hem Pabu dengan kasar.

"Dimana Hania?!" tanyanya.

"Hania? Kenapa bertanya pada saya, bukankah Hania keluarga pak dokter?" Prabu bertanya balik.

"Sudah... Sudah kita bicara di tempat lain saja. Berdiri di sini bulu kuduk saya merinding... Hiii... " sela Emil sambil melerai cengkraman tangan Sabil dari kerah Prabu.

Mereka akhirnya menjauhi rimbunan pohon bambu dan berjalan terpencar dengan pikiran masing-masing. Sabil masih dengan keyakinannya melihat Hania bersama Prabu di bawah pohon bambu tadi. Sementara, Emil dan Deo masih bertanya-tanya siapa Hania yang dokter Sabil tanyakan pada Prabu, dan mengapa Prabu berada di semak-semak sepagi itu, di tempat yang masih belum tersentuh cahaya pagi.

"Pak dokter, apa masih ada yang perlu ditanyakan?!" tanya Prabu dengan senyum menyeringai dan sorot mata penuh misteri. Ia merasa puas sudah membuat tipu daya pada pandangan dan mengacaukan perasaan Sabil pada Hania.

Begitulah keahlian bangsa jin, membuat tipu daya dan fitnah. Tujuannya untuk menguji keimanan manusia.

Sabil mengangkat tangannya, tidak ingin diajak bicara. Dia terus berjalan cepat dengan wajah kaku, ada tanda tanya besar di kepalanya juga kemarahan yang dia tidak tahu untuk siapa.

Ketika ia sampai di teras rumah, Hania dan bude Sunti baru saja pulang dari masjid masih memakai mukena dan memeluk Al-quran di dada mereka. Mata Sabil melebar melihat kedatangan dua orang tersebut, ia langsung mencengkram kedua lengan Hania dengan wajah menegang.

"Kamu ngapain di bawah pohon bambu tadi, hah?! Sepagi ini kamu sudah dari sana, bersama siapa kamu di sana, Hania? Dan kenapa kamu lari saat aku kejar!" cecar Sabil dengan suara meninggi.

"Mas!" Hania meronta dari cengkraman tangan Sabil di lengannya.

Plak!

Bude memukul punggung Sabil dengan keras. "Kamu ini apa-apaan, Bil! Hania dan bude baru pulang dari masjid, tadi ada ceramah kultum setelah sholat subuh. Kamu darimana kok kayak orang kesurupan gitu!"

Hania berhasil melepaskan tangan Sabil dari lengannya, gadis itu cemberut dan matanya memerah menahan tangis, ia menghentakkan kakinya ke lantai teras sebelum berbalik. Saat sampai di depan pintu, ia menoleh lagi ke arah Sabil dan memakinya dengan kesal.

"Ngga jelas, datang-datang marah kayak orang kesambet!"

Sabil mengusap wajahnya dengan kasar, "Astaghfirullah!"

Sorot mata bude Sunti semakin tajam lalu menjewer kuping Sabil dengan keras dan menariknya hingga masuk ke dalam rumah. Sabil hanya meringis mendapatkan hukuman dari bude.

Di ruang tengah, jeweran di kuping Sabil baru dilepas, bude berkacak pinggang sambil menatap Sabil dengan sorot mata tajam mengintimidasi. "Kenapa denganmu? Datang marah-marah, di depan rumah pula, apa kata tetangga kalau mereka melihat kejadian tadi. Kamu nggak menghargai bude juga Hania!" maki bude, suaranya meninggi.

Hania baru keluar dari kamar setelah melepas mukena dan berganti dengan hijab pasmina berbahan kaos. Ia masih cemberut saat melewati Sabil. Ia berdiri di depan coffe machine lalu memulai rutinitasnya membuatkan Sabil dan bude kopi kesukaan mereka.

"Kamu... Beneran dari masjid, Hania?!" tanya Sabil dengan suara tercekat. Hania hanya diam, meliriknya dengan sinis, malas menjawab pertanyaan dokter tampan itu.

"Ya bener Sabil!! Dari bangun tidur dia selalu di samping bude!" teriak bude. "Kamu pikir makanan di meja ini kami buat pakai sihir!"

Sabil menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia bingung, malu dan pikirannya dihantam gelombang overthinking berlebihan. Ia melangkah ke lantai dua untuk segera membasuh dirinya. Di bawah terpaan air shower, pikirannya berusaha merubah kata tanya menjadi sebuah penyataan untuk dirinya sendiri.

"Aku salah lihat, bisa saja gadis itu hanya mirip Hania. Pakaian mereka berbeda. Hania sekarang berhijab, dia tidak mungkin keluar rumah tanpa hijab menutupi kepalanya. Ya, betul. Gadis itu bukan Hania."

Setelah berpakaian lengkap, Sabil turun ke lantai bawah sambil menenteng tas kerja dan jas dokternya. Diam-diam ia mencuri pandang pada Hania yang sedang berdiri di depan countertop kitchen set. Gadis itu sedang fokus menata sandwich dan makanan lain di kotak bekal untuknya. Bude Sunti sedang di lantai tiga untuk menjemur pakaian.

Sabil meletakkan tas dan jasnya secara perlahan lalu berjalan mengendap mendekati Hania. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Hania dengan lembut.

Sontak Hania berontak dan memukul bahu Sabil bertubi-tubi. "Mas jangan macem-macem deh! Kamu mulai nakal, ini pelecehan tau gak!!" maki Hania masih terus memukuli Sabil.

Sabil terbahak dan pasrah dengan pukulan tangan mungil Hania.

"Aku hanya ingin memastikan kalau kamu yang ada di hadapanku ini manusia yang nyata, bukan hantu apalagi hologram dari sebuah sistem," dalihnya sambil menangkap kedua tangan Hania dengan gemas.

"Alasan! Bilang aja mas mau pegang-pegang aku!" Hania marah dan pipinya cemberut, bibirnya semakin terlihat ranum saat ia merengut seperti itu. "Nyesel nya aku buatin bekel," sesalnya sambil mendorong dada Sabil.

"Kamu makin cantik kalau cemberut gitu," rayunya masih menahan telapak tangan Hania di dadanya.

"Lepasin mas!"

"Ngga! sampai tanganku berpindah di atas setir mobil, tangan ini akan terus aku genggam." Dengan keras kepalanya Sabil terus menggenggam tangan Hania meski gadis itu semakin merengut dan selalu buang muka padanya.

1
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
selamatkan orang-orang waras itu, Arman. anakmu gila. obati dia dengan cara yang benar
Aksara_Dee: udah psikopat gak sih jatuhnya. selama ini Arman gak tahu kondisi kegilaan anaknya yg udah berkembang
total 1 replies
Cakrawala
masa bisa bikin Diva hamil?
Aksara_Dee: secara fisik dia kan memang normal ka, lelaki normal yg butuh hasrat. tapi jiwanya yg sakit
total 1 replies
Cakrawala
makin kesini makin penasaran sama raditya. dia bneran sakit gak sih?
Aksara_Dee: sakit kejiwaan ka, punya pribadi ganda
total 1 replies
🌹Widianingsih,💐♥️
cantiknya Hania, pantas saja dokter Sabil sampai terpesona
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga segala sakit ini segera sembuh. 🥺😭
Aksara_Dee: iya kasian 22nya
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
nggak enak banget kalau terkekang 😭
Aksara_Dee: bener kak
total 1 replies
Dee
Ayolah Hania, masa kamu lebih percaya sm Raditya
Aksara_Dee: hania beneran polos, gak punya pikiran waspada sama orang
total 1 replies
Dee
/Cry//Cry/
Aksara_Dee: aku sampe skrg masih jatuh cinta sama Marcelino, tokoh novelku sendiri. Sampe aku buat ratusan episode di Platform lain. 😂 segila ituuhh, gak tau pas ceritain dia itu nemu aja feelnya
total 5 replies
Dee
Mungkin mahluk2 itu ada di peninggalan2 purba ayahnya Hania
Aksara_Dee: yup, ada pusaka yang ditanam di halaman rumah Hania
total 1 replies
Dee
Suami!! Pasti Sabil kaget
Aksara_Dee: tapi dia gak heran sama Raditya
total 1 replies
Dee
Aku ingin tau perasaan Hania ketemu Sabil
Aksara_Dee: takut, rindu campur aduk deh
total 1 replies
Dee
/Cry//Cry/
Dee
Iih.. sedih, ngerasaain kehampaan dr Sabil
Aksara_Dee: bayar sewa tempat gak ka 😂
total 3 replies
Dee
Gampang amat kalo ada duit ya🤭
Dee: /Grin//Grin/
total 2 replies
Dee
Buset 20 jam kerja dalam sehari.. apa Hania punya kloningan? Dimana2 jg 8 jam sehari, tya..
Aksara_Dee: Iya apalagi berantem terus masalah warna lipstik sama Raditya
total 3 replies
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sabil harus bisa memancing radit menunjukkan sosok psikopatnya, agar hania percaya & ikut ke rumah sabil. bener gak ya?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸: tapi, sejahat apapun radit & Prabu. hania pasti punya perisai kan ya? sadar atau tidak?
total 2 replies
Dinar Almeera
Merinding sampe sini 😭
Aksara_Dee: mulai masuk inti misterinya ya ka
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
ikut membeku dan ikut berisik nih pikiranku 😄 top 👍
Aksara_Dee: mikirin akhir tahun kan kaaa... mau liburan banyak bencana. ngeri
total 1 replies
Cakrawala
sabil ketemu hania nggak ya?
Aksara_Dee: ketemu akhirnya ka
total 1 replies
Cakrawala
nah gitu. nurut dong🤣
Aksara_Dee: mundur selangkah untuk bikin Hania makin terikat. dia pebisnis kejam 💔
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!