Kanaya terkejut saat bosnya yang terkenal playboy kelas kakap tiba-tiba mengajaknya menikah. Padahal ia hanya seorang office girl dan mereka tak pernah bertatap muka sebelumnya. Apa alasan pria itu menikahinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arandiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan gila
"Pak Arjuna? Ada yang salah?" tanya sekretarisnya dengan wajah takut.
"Keluar," perintah Arjuna dingin tanpa menatapnya. "Jangan masuk kalau saya tidak panggil."
Sekretaris itu buru-buru mengangguk dan menghilang di balik pintu, meninggalkan bosnya yang sedang dilanda kepanikan internal.
Arjuna menyugar rambutnya ke belakang dengan frustrasi. Bagaimana dia bisa seceroboh itu? Dia ingat jelas Naya bilang pil KB-nya habis. Naya sudah memperingatkannya. Naya sudah mencoba menghentikannya. Tapi dia, dengan segala keangkuhan dan nafsu binatangnya, malah berkata, "Biar saja. Biar kita punya anak."
Arjuna menyandarkan punggungnya ke kursi kulit yang mahal itu, menatap langit-langit ruangan.
Anak.
Darah dagingnya.
Bayangan Naya yang perutnya membuncit tiba-tiba melintas di benaknya. Anehnya, bayangan itu tidak membuatnya jijik atau marah. Justru, ada desir halus yang hangat di dadanya saat membayangkan Naya mengandung anaknya. Wajah lembut istrinya yang tersenyum sambil mengelus perut...
Arjuna menggeleng kuat, menepis bayangan itu. "Sadar, Juna! Sadar!" bentaknya pada diri sendiri.
Pernikahan ini adalah taruhan. Ini adalah rencana balas dendam dan pembuktian diri. Naya tidak tahu apa-apa. Naya hanyalah korban dari permainan ego para lelaki kaya yang bosan. Jika Naya hamil, segalanya akan menjadi rumit. Sangat rumit.
Bagaimana dia bisa menceraikan Naya nanti jika ada anak di antara mereka? Bagaimana dia bisa menjelaskan pada Naya bahwa pernikahan mereka berawal dari sebuah taruhan konyol jika wanita itu sedang mengandung anaknya? Dan yang paling menakutkan bagi Arjuna... bagaimana jika dia tidak ingin melepaskan Naya dan anak itu?
Rasa takut itu nyata. Arjuna takut terikat. Dia takut jatuh cinta. Dia takut menjadi lemah seperti ayahnya dulu yang hancur karena cinta.
Arjuna membuka laci mejanya, mengambil botol aspirin, dan menelan dua butir sekaligus tanpa air. Dia butuh kepalanya jernih. Dia harus menyusun rencana cadangan. Mungkin dia harus membelikan morning after pill untuk Naya? Tapi ini sudah lewat beberapa jam, dan dia tidak mungkin menyuruh Naya meminumnya tanpa menimbulkan kecurigaan atau menyakiti hati wanita itu lebih dalam. Lagipula, mengingat kejadian semalam di mana dia menumpahkan benihnya berkali-kali... peluang kehamilan itu sangat besar.
Arjuna mengusap wajahnya kasar. "Bodoh. Bodoh."
Di tengah kemelut pikirannya, ponselnya yang tergeletak di atas meja bergetar panjang.
Layar menyala, menampilkan notifikasi dari grup WhatsApp yang paling dia hindari hari ini.
Grup: VIP CLUB (3 Anggota)
Pesan itu datang dari Ferdi dan Bram. Dua sahabat sekaligus rival bisnisnya. Dua orang yang memegang kartu as kehidupan Arjuna saat ini. Jantung Arjuna berdegup lebih kencang. Apakah mereka tahu? Tidak mungkin mereka tahu apa yang terjadi di kamar tidurnya semalam, kan?
Dengan tangan sedikit gemetar, Arjuna membuka kunci layar ponselnya dan masuk ke ruang obrolan itu.
Ferdi: Woy, Pengantin Baru. Tumben diem aja di grup. Sibuk 'olahraga' malam ya?
Bram: Hahaha. Liat muka dia pas meeting minggu lalu aja udah keliatan frustrasi. Jangan-jangan si Arjuna belum dapet jatah sampai sekarang?
Rahang Arjuna mengeras membaca ejekan itu. Kalau saja mereka tahu bahwa dia baru saja menghabiskan malam terpanas dalam hidupnya, mereka pasti akan diam. Tapi Arjuna tidak akan membagikan privasi istrinya kepada bajingan-bajingan ini.
Arjuna baru saja hendak mengetik balasan kasar untuk menyuruh mereka diam, ketika sebuah pesan baru muncul. Pesan yang membuat darah Arjuna berdesir dingin.
Ferdi: Jun, kita bosen nunggu progress lo yang lambat. Kita mau bikin game ini lebih menarik.
Bram: Setuju. Taruhan awal kan cuma siapa yang bisa nikahin dia dan bikin dia jatuh cinta lalu ditinggalin. Tapi itu kelamaan.
Ferdi: Kita ubah sedikit aturannya. Atau lebih tepatnya, kita tambah insentifnya.
Arjuna mengerutkan kening. Perasaannya tidak enak.
Arjuna: Apa mau kalian?
Kedua temannya itu tampak sedang mengetik bersamaan. Detik berikutnya, pesan mereka masuk hampir berbarengan.
Bram: Simple. Kalau lo berhasil buntingin Naya...
Ferdi: Kalau lo berhasil bikin Naya hamil, lo menang mutlak.
Ferdi: Dan hadiahnya, gue sama Bram bakal penuhin SATU permintaan lo. Apapun itu. Lo mau saham gue di proyek Bali? Ambil. Lo mau Bram mundur dari tender pemerintah bulan depan? Dia bakal mundur. Apapun yang lo minta, kita kasih.
Arjuna terpaku menatap layar ponselnya. Tawaran itu gila. "Apapun" adalah kata yang sangat berbahaya dan sangat menggiurkan di dunia bisnis mereka. Saham proyek Bali milik Ferdi bernilai triliunan. Mundurnya Bram dari tender berarti keuntungan besar bagi perusahaan Arjuna.
Ini adalah kesempatan emas untuk mengukuhkan kekuasaannya.
Tapi... syaratnya adalah menghamili Naya.
Hal yang baru saja dia takutkan setengah mati beberapa menit yang lalu, kini tiba-tiba berubah menjadi kunci kemenangan terbesarnya. Ironi ini terasa mencekik lehernya. Takdir seolah sedang mempermainkannya dengan cara yang paling kejam.
Jika Naya hamil, Arjuna mendapatkan segalanya: kekuasaan, uang, dan kemenangan atas teman-temannya.
Tapi di sisi lain, jika dia menyetujui ini, itu artinya dia benar-benar menjadikan anak—darah dagingnya sendiri—sebagai objek taruhan. Itu menjadikannya pria paling brengsek di muka bumi.
Ponselnya bergetar lagi.
Bram: Gimana, Jun? Berani nggak? Atau lo takut punya anak dari cewek kampung kayak dia?
Arjuna menatap kalimat provokatif itu dengan tatapan gelap. Di kepalanya, bayangan wajah polos Naya saat tidur tadi pagi beradu dengan bayangan tumpukan uang dan kekuasaan yang ditawarkan teman-temannya.
Jarinya melayang di atas keyboard layar sentuh. Dia tahu dia seharusnya menolak. Dia tahu ini sudah melampaui batas moral. Tapi iblis di dalam dirinya berbisik bahwa nasi sudah menjadi bubur. Dia sudah menanam benih itu semalam. Kemungkinan Naya hamil sudah ada. Kenapa tidak memanfaatkannya sekalian?
Napas Arjuna memburu. Dengan tatapan dingin dan penuh ambisi yang kembali menyelimuti matanya, dia mengetik satu kata balasan yang akan menyegel nasib pernikahannya, nasib Naya, dan nasib calon anaknya.
Arjuna: Deal.
biar stres semoga Naya pergi jauh ke kampung biar tambah edan
udah akua hapus dari daftar favorit kemarin