Ketika cinta berubah menjadi luka, dan keluarga sendiri menjadi pengkhianat. Dela kehilangan segalanya di hari yang seharusnya menjadi miliknya cinta, kepercayaan, bahkan harga diri.
Namun dalam keputusasaan, Tuhan mempertemukannya dengan sosok misterius yang kelak menjadi penyelamat sekaligus takdir barunya. Tapi apakah Dela siap membuka hati lagi, ketika dunia justru menuduhnya melakukan dosa yang tak pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Ganti Rugi
"Apa, Ibu menjaminkan sertifikat rumah ini ke Bank?" Tanya mereka semua dengan suara terperanjat, kecuali Tika! Karena Tika sudah tau. Kesepakatan itu memang diambil antara Rena dan Tika saja, tidak melibatkan suami dan anak-anaknya yang lain.
"Ibu sampai rela menjaminkan sertifikat rumah ini untuk pesta pernikahan impian Tika, tapi malah berakhir seperti ini," jawab Rena sambil terisak-isak.
Surya yang mendengar pengakuan dari istrinya itu, tiba-tiba merasakan sakit di dadanya lagi, padahal tadi sudah mereda. Sementara Rian dan Eka juga sama terkejutnya dengan Surya, mulut mereka sampai terbuka lebar.
"Apa, Ibu sampai menjaminkan sertifikat rumah ini. Kenapa Ibu tidak bicara dulu sama Bapak, seharusnya kalau mengambil keputusan besar harus dimusyawarahkan dulu, jangan terburu-buru," ujar Surya seraya memegangi dadanya yang terasa sakit.
"Iya Bu. Seharusnya Ibu bilang dulu sama Eka, aku ini anak tertua, jadi aku berhak tahu," imbuh Eka.
"Nanti kalau sampai rumah ini disita bagaimana, kita semua mau tinggal di mana?" Tanya Rian.
"Kalian tenang dulu, Ibu menjaminkannya juga baru tadi. Uangnya masih ada sama Ibu, cuma terpakai buat makan siang di kafe tadi," ujar Rena.
"Ya ampun, bisa-bisanya Ibu makan di cafe pakai uang hasil utang," cibir Rian.
"Sudah, lebih baik uang itu disimpan nanti buat menebus sertifikatnya di Bank kalau uangnya sudah cukup," ujar Surya yang langsung berjalan ke kamarnya.
Rasanya Surya sudah tak kuat menahan rasa sakit di dadanya, Surya ingin beristirahat. Keesokan harinya Tika memutuskan menemui Riki di rumahnya. Tika butuh bicara dengan Riki soal pernikahannya yang tidak jelas. Mau bicara lewat telepon, tapi sepertinya kurang tepat. Lebih baik bicara secara langsung. Sesampainya Tika di rumah Riki, Tika malah melihat Riki yang sedang bersiap pergi dengan wanita selingkuhannya. Hati Tika semakin hancur saat melihat keduanya saling bergandengan tangan dengan mesra.
"Ternyata kalian malah masih asyik ya dengan hubungan gelap kalian, terutama kamu Mas Riki. Seharusnya kamu memikirkan perasaanku bukan malah begini, kita ini sudah hampir menikah, sementara hubungan kalian masih sebatas kesenangan sesaat. Apa kamu memang tidak serius dengan pernikahan kita," gumam Tika dengan air mata mengalir.
Tika segera menghampiri Riki, Tika perlu bicara dengannya. Tika mau menanyakan soal kepastian pernikahan mereka, menurut Tika hubungannya dengan Riki tidak bisa dibuat main-main. Tika masih saja berharap menikah dengan Riki, padahal sudah tahu jika calon suaminya itu tengah selingkuh. Kalau wanita yang cerdas sudah tidak akan mau dia sama laki-laki tukang selingkuh seperti Riki.
"Riki," panggil Tika seraya menghapus air matanya.
Sedangkan Riki langsung menoleh ketika namanya dipanggil.
“Tika," gumamnya. Riki cukup terkejut dengan kedatangan Tika yang tiba-tiba ke rumahnya.
"Mau apa lagi kamu mendatangi Riki? Bukankah kamu sudah membatalkan pernikahan kalian," ujar Sinta, selingkuhan Riki.
"Aku datang ke sini karena mau bicara penting sama kamu Ki. Kita butuh bicara," pinta Tika.
"Memang apalagi yang mau kalian bicarakan, kalian itu sudah putus," sahut Sinta yang tidak suka dengan kedatangan Tika.
"Aku bicara sama Mas Riki bukan sama kamu," Tika berusaha menguatkan dirinya agar tidak menangis di hadapan Riki dan Sinta.
"Baiklah, tapi aku tidak punya banyak waktu," ujar Riki.
"Kok kamu mau sih Ki," protes Sinta dengan kesal.
"Tidak apa-apa Sinta. Aku juga butuh bicara sama dia," ujar Riki.
"Bagaimanapun hubungan kita ini sudah melibatkan orang tua, aku tunggu kamu nanti siang. Tempatnya nanti aku kirim lokasinya, ingat! Aku hanya ingin bicara berdua saja." Sengaja Tika bilang begitu supaya Sinta tidak terus-menerus mengikuti. Setelah mengatakan itu Tika langsung pergi dari rumah Riki.
"Ki aku ingin ikut. Aku itu pacar kamu loh, dia sendiri yang kemarin sudah memutusimu, jadi di antara kalian itu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi," ujar Sinta yang merengek ingin ikut.
"Sinta tolonglah aku hanya ingin bicara berdua saja. Aku janji ini untuk yang terakhir kalinya."
"Baiklah," akhirnya Sinta hanya bisa pasrah.
"Tapi janji ini yang terakhir kali." Dengan terpaksa Riki hanya menganggukkan kepalanya.
Siang harinya, Riki jadi menemui Tika seorang diri di sebuah cafe. Sesampainya di sana, Tika sudah tiba lebih dulu, hingga Riki langsung mengambil tempat duduk di hadapan Tika.
"Langsung saja aku tidak mau basa-basi. Kamu tega banget melakukan ini padaku, ini sakit sekali Mas. Aku sudah mempersiapkan pernikahan kita, lalu mau dibatalkan begitu saja," ujar Tika seraya menangis.
"Loh aku tidak bilang batal. Bukankah Ibu kamu sendiri yang membatalkannya," balas Riki.
"Iya lalu kamu menyetujui begitu saja. Ibu mana yang tidak sakit hati melihat calon suami putrinya selingkuh. Pantas kalau Ibuku emosi dan bilang begitu."
"Ya sudah lalu maumu bagaimana?" Tanya Riki.
Bukannya Riki meminta maaf dan mencoba membujuk Tika. Ini malah menanyakan kemauan Tika.
"Ya seharusnya kamu bujuk aku kek. Kamu datangi aku atau apa ini kamu anggap tidak ada usaha sama sekali, malah membiarkan pernikahan kita menggantung," omel Tika.
"Sebenarnya aku dan Sinta itu tidak ada niat serius, aku hanya sebatas main-main saja kok," ujar Riki dengan entengnya.
"Apa kamu bilang? Hanya main-main jadi rencana pernikahan kita juga main-main."
"Aku tidak bilang begitu."
"Aku itu sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan kita. Aku sudah habis banyak untuk sewa ini dan itu tapi kamu malah begini. Kalau pernikahan kita dibatalkan, aku minta uang ganti rugi sama kamu." Mendengar perkataan dari Tika, Riki sangat tidak setuju.
"Apa uang ganti rugi? Tidak, enak saja kamu yang sewa, kenapa aku yang harus menggantinya, itu salah kamu tau, kamu tidak ada rundingan dulu sama aku sebelumnya," tolak Riki.
"Mau rundingan yang bagaimana? Kamu saja bilang sibuk terus. Jadi aku terpaksa memutuskan apa-apa sendiri kalau menunggu kamu mau sampai kapan. Aku pikir kamu sibuk kerja tapi nyatanya malah sibuk selingkuh," ujar Tika.
"Tidak, pokoknya aku tidak mau ganti rugi. Kalau kamu mau membatalkan pernikahan kita ya kamu tanggung sendiri akibatnya. Enak saja mau minta ganti rugi sama aku." Setelah mengatakan itu Riki langsung pergi begitu saja, meninggalkan Tika yang menangis tersedu-sedu.
Mau dilanjutkan tapi Tika tidak mau memiliki suami selingkuh seperti Riki, belum menikah saja rasanya sesakit ini, bagaimana kalau sudah menikah nanti. Begitu pikir Tika. Kini akhirnya Tika hanya bisa pasrah dengan nasib pernikahannya yang gagal. Pernikahannya terpaksa dia batalkan, acara pesta yang rencananya akan digelar nanti malam juga terpaksa dibatalkan. Dulu dia berhubungan dengan Riki dari hasil merebut milik kakaknya, dan sekarang sesuatu yang dia rebut malah direbut balik oleh orang lain. Sekarang Tika jadi lebih banyak diam, sehingga membuat Rena sangat khawatir dengan putrinya itu.
Kondisi Surya semakin hari juga semakin memburuk, karena banyak pikiran. Dadanya terasa begitu sakit tapi Surya berusaha untuk menyembunyikannya. Sengaja Surya tidak bilang ke siapapun karena Surya takut akan merepotkan anak dan istrinya. Sampai-sampai Surya tidak sanggup untuk sekadar turun dari ranjang untuk mengambil makan atau minuman. Semenjak tidak ada Dela, tidak ada orang yang perhatian lagi di rumah itu.
"Wah masak apa kamu Sayang?" Tanya Mira saat melihat Dela menyajikan makanan di atas meja makan.
“Masak gulai ikan salmon dan perkedel daging Oma," jawab Dela.
"Wah sepertinya enak ini. Perkedel itu makanan kesukaan Oma loh."
"Benarkah kalau begitu ayo Oma kita makan bersama," ajak Dela.
"Iya nih Oma juga sudah lapar," ujarnya. Dengan sigap Dela langsung mengambilkan piring dan mengisinya dengan nasi.
"Segitu cukup Oma? Tanya Dira.
"Cukup Sayang," jawabnya yang langsung mengambil lauk sendiri.
"Ambil yang banyak Oma. Dela ini masakannya enak," beritahu Arsen yang membanggakan istrinya.
"Sudah bisa Oma tebak dari baunya saja sudah harum begini," Mira langsung mencicipi masakan Dela, dan setelah dirasakan rasanya memang enak.
"Kamu sangat beruntung bisa mendapatkan istri seperti Dela, sudah pintar masak, cantik lagi orangnya."
"Ah Oma bisa saja ini juga Ibuku yang mengajarinya Oma." Berbicara soal Ibunya, Dela jadi ingat dengan sang Ibu.
Walaupun Ibunya itu selalu bersikap pilih kasih, bagaimanapun juga Ibunya yang mengajarinya memasak. Walaupun dengan cara memarahi dan sedikit kasar.
"Oh! Iya Oma belum kenal loh sama keluarga kamu Dela. Kalau bisa dikenalkan lah, masa Oma tidak tau keluarga cucu menantu Oma," ujar Mira.
"Iya nanti juga bakal dikenalkan Oma. Aku dan Dela ini kan belum mengadakan resepsi pernikahan, jadi nanti pas mengadakan resepsi pernikahan pasti mereka bakal diundang karena mereka ada andil besar di dalamnya," ujar Arsen.
Sementara Dela malah tidak terpikir kalau suaminya akan mengadakan pesta pernikahan untuk mereka.
"Jadi kamu akan mengadakan resepsi pernikahan Mas?" Tanya Dela.
"Iya dong Sayang. Aku ini kan seorang pebisnis, dan semua orang harus tahu kalau aku ini sudah menikah. Aku mau menyelesaikan pekerjaanku lebih dahulu, nanti setelah itu kita bisa menggelar pesta pernikahan," jawabnya.
"Betul kata Arsen kalian harus mengadakan resepsi pernikahan. Masa iya seorang pebisnis sekelas keluarga Mahendra menikahnya diam-diam, nanti suamimu malah disangka masih lajang di luaran sana kan bahaya.