Langit Neo-Kyoto malam itu selalu sama: kabut asam bercampur polusi elektronik yang membuat bulan tampak seperti koin usang. Hujan buatan yang beraroma logam membasahi jalanan, memantulkan cahaya neon raksasa dari papan reklame yang tak pernah padam. Di tengah kekacauan visual itu, sosoknya berdiri tegak di atap gedung tertinggi, siluetnya menentang badai.
Kaelen. Bukan nama asli, tapi nama yang ia pilih ketika meninggalkan masa lalunya. Kaelen mengenakan trench coat panjang yang terbuat dari serat karbon, menutupi armor tipis yang terpasang di tubuhnya. Rambut peraknya basah kuyup, menempel di dahi, dan matanya memancarkan kilatan biru neon yang aneh. Itu adalah mata buatan, hadiah dari seorang ahli bedah siber yang terlalu murah hati. Di punggungnya, terikat sebuah pedang besar. Bukan pedang biasa, melainkan Katana Jiwa, pedang legendaris yang konon bisa memotong apa saja, baik materi maupun energi.
WORLD OF CYBERPUNK: NEO-KYOTO
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Perhatian yang Tak Terlihat
Pertarungan berlanjut dengan sengit. Drakon, yang tidak bisa mengalahkan Kaelen dengan kekuatan, mulai menggunakan taktik kotor. Ia melempar debu ke arah Kaelen, membuatnya tidak bisa melihat. Namun, Kaelen, yang telah terbiasa dengan debu di pemukiman kumuh, tidak terpengaruh. Ia menggunakan nalurinya, dan ia menyerang Drakon dengan Katana Jiwa.
Katana Jiwa Kaelen menebas pedang siber Drakon, dan pedang itu hancur berkeping-keping. Drakon terkejut, ia tidak bisa percaya bahwa pedangnya bisa hancur. Ia mundur, ketakutan.
Kaelen tidak menyerang. Ia hanya menatap Drakon, Katana Jiwa di tangannya masih bersinar terang. "Aku tidak ingin melukaimu," katanya. "Menyerahlah."
Drakon, yang melihat mata Kaelen yang penuh tekad, akhirnya menyerah. Ia tidak bisa melawan Kaelen. Kekuatan Kaelen terlalu besar.
Lonceng berbunyi, menandakan duel berakhir. Kaelen menang. Seluruh arena terdiam. Tidak ada yang bisa percaya. Seorang kurir dari pinggiran Neo-Kyoto, yang diremehkan, berhasil mengalahkan salah satu murid populer di Qpo Xeas.
Namun, beberapa saat kemudian, tepuk tangan riuh terdengar. Para penonton bersorak, memuji Kaelen. Mita dan Patra melompat dari tempat duduk mereka, berteriak gembira.
Kaelen tersenyum, ia melihat ke arah mereka. Ia tidak lagi sendirian. Ia memiliki teman, dan ia memiliki tujuan. Ia tahu, ini hanyalah awal dari petualangan barunya.
Kemenangan Kaelen tidak hanya mengejutkan para murid biasa. Di berbagai sudut Qpo Xeas, duelnya menjadi topik utama. Di area latihan pribadi yang mewah, Aprace menyaksikan rekaman pertarungan Kaelen dengan tatapan dingin. Rambut putihnya yang panjang berkibar saat ia mengusap dagunya. "Pedang itu... dan aura yang tidak stabil. Menarik," gumamnya, senyum tipis terukir di wajahnya.
Di sisi lain, di area khusus untuk para Hhiga, enam murid terkuat sekolah, mereka melihat rekaman yang sama. Salah satu dari mereka, seorang pemuda dengan dua pedang Blade yang Kaelen temui saat pendaftaran, hanya menatap layar tanpa ekspresi. "Kaelen... nama yang familiar," bisiknya.
Di balik layar, Kepala Sekolah Qpo Xeas, seorang wanita dengan mata tajam dan rambut abu-abu, mengamati rekaman itu dari ruangannya. Di sampingnya, para instruktur, termasuk yang bertanggung jawab di kelas 1.3, melihat tayangan tersebut. "Aura yang tidak terdeteksi, dan kekuatan yang tiba-tiba muncul. Dia adalah anomali," kata Kepala Sekolah. "Kita harus mengawasinya."
Video pertarungan Kaelen melawan Drakon menyebar dengan cepat di seluruh sekolah, menjadi viral di jaringan siber Qpo Xeas. Semua orang kini membicarakan si "kurir dari pinggiran" yang berhasil mengalahkan seorang murid populer.
Setelah duel, Kaelen kembali ke asrama, merasakan kelelahan yang luar biasa namun juga kepuasan. Ia makan malam bersama Patra dan Mita di kantin, kali ini tanpa caci maki dari orang lain. Bahkan, beberapa murid lain menatapnya dengan rasa hormat.
"Kau luar biasa, Kaelen," puji Mita, matanya berbinar. "Pukulan terakhirmu itu... aku belum pernah melihat yang seperti itu."
Patra mengangguk setuju. "Pedangmu itu... punya nama, kan? Itu pasti pedang spesial."
Kaelen hanya tersenyum, tidak menjawab. Ia tidak ingin terlalu banyak orang tahu tentang Katana Jiwa-nya. Malam itu, ia kembali ke kamarnya dan langsung tertidur, tubuhnya lelah tetapi hatinya tenang.
Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Ia kembali tenggelam dalam mimpi buruk. Kali ini, bukan kehancuran kota, melainkan kegelapan yang pekat. Sebuah kegelapan yang mencoba menelannya, namun ia melihat sebuah cahaya kecil di dalam dirinya, cahaya yang berasal dari Katana Jiwa.
Kaelen bangun dengan keringat dingin, alarm pagi berbunyi. Ia bersiap-siap, mengenakan seragam sekolahnya, dan pergi ke kelas. Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, namun ada sesuatu yang berbeda. Ia menjadi lebih fokus, lebih termotivasi. Ia tahu, ada kekuatan di dalam dirinya yang harus ia kuasai.
Saat waktu istirahat tiba, Kaelen pergi ke kantin. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Patra dan Mita yang menunggu.
"Hei, Kaelen!" sapa Patra, menepuk bahu Kaelen dengan ramah. "Sudah dengar kabar?"
"Kabar apa?" tanya Kaelen.
Mita, yang terlihat lebih serius dari biasanya, mengambil alih pembicaraan. "Ujian kenaikan tingkat akan dimulai dalam beberapa minggu," bisiknya, seolah memberitahu rahasia besar. "Aku mendapat informasi dari seorang teman di administrasi. Ujian ini ada tiga bagian."
Kaelen dan Patra mendengarkan dengan seksama.
"Pertama, kita harus mencapai tahap kekuatan selanjutnya," jelas Mita. "Kita harus keluar dari tahap Pembentukan Darah dan masuk ke tahap Pelepasan Aura. Kedua, akan ada pertarungan kelompok antar murid, di mana kita akan dibagi menjadi tim dan bertarung satu sama lain. Dan yang terakhir, kita harus melakukan misi keluar, misi nyata di luar sekolah, yang juga dilakukan secara tim."
Mendengar itu, semangat Kaelen kembali menyala. Ini bukan hanya tentang bertarung, tetapi juga tentang bekerja sama. Ia memiliki Katana Jiwa, tetapi ia tahu ia tidak bisa melaluinya sendirian. Ia menatap Patra dan Mita, dan mereka saling mengangguk. Mereka siap. Mereka akan melewati ujian ini bersama-sama.
Hari-hari berikutnya di Qpo Xeas berlalu dengan cepat, dipenuhi dengan rutinitas latihan yang intensif. Kaelen, Patra, dan Mita menghabiskan setiap waktu luang mereka di ruang pelatihan, mengasah kemampuan mereka. Patra, dengan kekuatan fisiknya yang luar biasa, berfokus pada teknik-teknik serangan jarak dekat. Mita, dengan tongkatnya, melatih kelincahan dan kecepatan. Sementara Kaelen, dengan Katana Jiwa-nya, mencoba menguasai Kfors, aura yang ia rasakan mengalir di dalam pedangnya.
Suatu sore, saat mereka sedang berduel, pintu ruang latihan terbuka. Seorang instruktur tak dikenal masuk. Ia memiliki rambut hitam panjang yang diikat ke belakang, mata tajam, dan sebuah pedang siber yang terikat di pinggangnya. Ia bukan instruktur yang Kaelen dan teman-temannya kenal.
"Instruktur," sapa Patra, sedikit terkejut. "Kami sedang berlatih."
"Aku tahu," jawab instruktur itu, suaranya dingin dan tajam. "Aku datang untuk menguji salah satu dari kalian."
Mata instruktur itu tertuju pada Kaelen. "Kau adalah Kaelen, kan? Anak yang mengalahkan Drakon. Aku ingin melihat apa yang bisa kau lakukan."
Kaelen merasa tidak nyaman. Ia tahu, ada tujuan tersembunyi di balik kunjungan instruktur ini. Ini bukan hanya sebuah tes. Ini adalah sebuah pengujian.
"Aku tidak bisa bertarung denganmu," kata Kaelen, mencoba menolak.
Namun, instruktur itu tidak menyerah. "Kau harus. Ini adalah perintah."
Kaelen tidak punya pilihan. Ia harus bertarung. Ia dan instruktur itu berdiri di tengah ruangan, sementara Patra dan Mita menonton dari pinggir.
Lonceng berbunyi, dan pertarungan dimulai. Instruktur itu menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, mengayunkan pedang sibernya dengan presisi. Kaelen, dengan Katana Jiwa-nya, berhasil menangkis serangan-serangan itu.
Namun, instruktur itu terlalu cepat. Ia berhasil melukai Kaelen di lengan, dan darah mulai menetes.
"Kau terlalu lambat," kata instruktur itu, suaranya mengejek. "Pedang itu tidak akan membantumu jika kau tidak memiliki kekuatan untuk menggunakannya."
Keren Thor Aku ikutin novelnya😉😉😉