Setelah kakak ku tiada, aku dipaksa menikah dengan kakak iparku, karena aku tidak cinta dan membencinya, aku menyia-nyiakan dia, hingga suatu hari tanpa aku tau dia masuk kerumah sakit, dan dokter memberi vonis kalau dia sudah meninggal, aku menangis, karena menyesal, aku ingin diberikan kesempatan untuk memperbaikinya, akankah keajaiban datang ?
ingin tau baca novel SUAMI YANG DISIA-SIAKAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Gelisah
Selesai dari kantor Adrian langsung pulang kerumah, rumah masih nampak sepi, Nadira belum pulang juga.
Adrian langsung kekamar, dia membersihkan diri, lalu memakai pakaian santai.
Setelah itu, seperti biasa, Adrian menghabiskan waktu diruangan kerjanya, menulis diary.
Adrian mencurahkan semua yang terjadi dalam hidupnya dibuku diary. Tanpa terasa waktu terus berlalu, malam semakin larut, Adrian merasakan sakit di dadanya.
Sakit di dadanya bukan seperti biasa dia alami, tapi ini lebih sakit sehingga darah begitu banyak keluar.
Tubuhnya semakin lemas, dengan sisa tenaga dia dia meraih tisu untuk membersihkan darah di mulutnya.
Sedangkan Nadira dia malam ini terlalu banyak minum, tubuhnya sudah tidak bisa berjalan atau menyetir, akhirnya Helen dan Anggi mengantar dia pulang.
Adrian sudah membersihkan darah di mulutnya, dan juga dilantai, dadanya sudah tidak sakit lagi.
Dia langsung membuka pintu saat mendengar ketukan dari luar. "Maaf mas, Nadira terlalu banyak minum." Ujar Helen menyerahkan Nadira pada Adrian.
"Terimakasih sudah mengantar." Adrian bukan orang tidak tau terimakasih, dia tetap berterimakasih pada orang yang membantunya.
Adrian merebahkan Nadira di sofa, dia memijat punggung gadis itu dengan lembut.
"Uk, UK," Nadira mengeluarkan isi perutnya tepat di baju Adrian, namun Adrian sama sekali tidak marah dan jijik, dia langsung kekamar mandi dan mengganti baju.
Setelah itu, dia membersihkan mulut Nadira, dan membawa gadis itu kekamar untuk istirahat.
Pagi hari, Nadira terbangun, perutnya merasa sangat lapar, dia langsung kedapur mencari sarapan, karena sudah terbiasa Adrian menyiapkan sarapan untuknya.
Namun pagi ini tidak ada sarapan yang disediakan oleh Adrian, lelaki itu juga tidak nampak sama sekali.
Entah kemana lelaki itu pergi, Nadira tidak tau. Biasanya Adrian pergi joging, tapi pagi ini tidak, karena Nadira melihat pakaian joging yang biasa selalu Adrian gunakan masih tergantung dikamar.
Nadira menarik nafas dan menghembuskannya kasar, kesal, marah, itulah Nadira. Dia sudah terbiasa semua tersedia jadi dia akan marah kalau Adrian tidak menyiapkannya sarapan.
"Dasar, lelaki tidak bertanggung jawab." Ujar Nadira menggulingkan tudung saji hingga jatuh kelantai.
Nadia tidak sadar diri, kalau menyiapkan semuanya bukan tanggung jawab Adrian, tapi tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
***
"Kamu harus kerumah sakit, kita harus ambil tindakan, kamu tidak boleh abai terus," Ujar dokter Lutfi, dia kasihan melihat sahabatnya yang semakin kurus akibat penyakit yang dideritanya dan yang lebih parah Adrian sudah tidak mau berobat lagi.
"Aku tidak mau, berikan saja obat anti nyeri yang bagus, lagi pula untuk apa hidup, biarlah aku menyusul istriku."
Dokter Lutfi membuang nafas kasar, sahabatnya ini memang keras kepala.
"Kamu bicara itu mudah, tapi apa kamu tidak kasihan sama Nadira, dia itu sekarang istri kamu, kalau kamu mati, apa kamu pikir dia tidak akan sedih ?" Tanya dokter Lutfi, dia tidak tau kalau Nadira tidak peduli pada Adrian.
"Sudahlah gak usah dibahas lagi, aku pulang dulu, terimakasih obatnya." Adrian langsung keluar dari rumah dokter Lutfi dengan obat ditangannya.
Adrian ingin buru-buru Samapi kerumah karena dia ingat belum menyiapkan sarapan untuk istrinya.
Ternyata Adrian pagi-pagi sekali pergi kerumah dokter Lutfi, karena dia merasakan sakit yang luar biasa, dan obatnya sudah habis.
Adrian Pergi tanpa karuan, karena dia tidak mau mengganggu tidur nyenyak Nadira istrinya.
Sesampainya Adrian dirumah, dia melihat Nadira sudah rapi dan menatap dirinya tajam bercampur kesal.
"Kamu dari mana, kenapa tidak menyiapkan sarapan untukku ?" bentak Nadira tidak peduli dengan wajah pucat Adrian dan tubuhnya gemetar karena lemas.
"Maaf, tadi aku buru-buru, kamu tunggu sebentar, aku akan membuat sarapan sekarang." Ujar Adrian ingin beranjak kedapur.
"Gak perlu, aku akan sarapan diluar." Ujar Nadira ketus dan langsung pergi dari hadapan Adrian.
Setelah Nadira pergi, Adrian menekan dadanya yang tiba-tiba mulai merasakan sakit yang amat luar biasa dari pada tadi malam.
Tubuhnya bergetar hebat, seluruh tenaganya hilang, Adrian seperti sudah tidak mampu lagi menahan tubuhnya.
Seketika tubuhnya ambruk dilantai, botol obat ditangannya juga ikut jatuh dan berceceran dilantai.
Dengan sisa tenaga dan tangan serta tubuh yang sudah tidak berdaya, Adrian mencoba meraih obat itu, namun tenaganya sama sekali tidak bisa menyeret tubuhnya, sehingga dia tidak sadarkan diri lagi.
***
"Kenapa tidak dijawab ?" Rian menelepon Adrian sudah beberapa kali, namun tetap tidak ada jawaban dari Adrian.
Akhirnya Rian meletakkan kembali ponselnya, dan dia segera masuk kekamar mandi karena harus bersiap agar tidak terlambat ke perusahaan.
Sementara dirumah yang tidak terlalu besar namun begitu bagus, seorang wanita paruh baya sedang merengek pada anak lelakinya agar diantar kerumah kerumah menantu dan anaknya.
"Bu, nanti aja, kerumah kak Dira, aku harus ke kantor, kalau tidak Ibu minta di antar Bapak aja." Ujar Andra menolak mengantar Ibunya.
"Bapak tidak bisa, Bapak harus pergi ke toko, banyak barang yang harus ku periksa," ujar Pak Gunawan, dia harus memeriksa barang yang baru sampai kemaren.
Bu Lita terlihat kesal, matanya sudah mulai berembun, dia merasa semua sudah tidak peduli padanya.
Adrian yang melihat mata Ibunya sudah berembun, dia langsung berkata.
"Biar aku yang antar, tapi Ini sarapan dulu, setelah itu aku langsung kekantor, takut telat, Ibu minta diantar kak Adrian atau kak Dira nantinya."
Bu Lita tidak jadi menangis, dia sarapan dengan cepat, hatinya mulai tidak tenang, dia merasa ada sesuatu yang terjadi namun dia tidak mengerti.
Selesai sarapan, seperti janjinya tadi, Andra mengantar Ibunya kerumah Adrian.
Rumah Adrian tampak sepi, seperti tidak ada kehidupan dirumah besar dan mewah itu. Yang ada hanya dia orang security yang berjaga di gerbang.
Setelah security membukakan pintu, mobil Andra memasuki pekarangan rumah sehingga Andra berhenti didepan teras rumah.
Kudanya turun dari mobil, Bu Lita dengan perasaan yang gelisah mengetuk pintu itu, tidak ada jawaban, Bu Lita kembali mengetuk lagi, sama, juga tidak ada jawaban.
Beberapa kali Bu Lita mengetuk, tetap sama, rumah itu seperti tidak ada orang.
Bu Lita meraih ponsel didalam tas selempang nya, dia ingin menghubungi putrinya Nadira.
"Ibu telepon kakakmu dulu ya." Ujar Bu Lita menekan nomor yang bertulisan Nadira.
"Maaf, panggilan anda ditolak." Suara operator terdengar, Bu Lita membuang nafas kasar, Nadira sudah sering menolak telepon darinya, jadi bagi wanita paruh baya itu sudah terbiasa.
Andra maju kedepan, dia ingin mengetuk, tapi tanpa sengaja dia memutar gagang pintu dan itu langsung terbuka.
Andra menoleh kebelakang dia ingin memberi tahu Ibunya yang masih mencoba menelepon, tapi bukan lagi menelepon Nadira, Bu Lita kali ini menelepon Adrian, namun beberapa kali Adrian tidak menjawabnya.
"Bu pintunya terbuka ." Andra langsung masuk di ikuti oleh Bu Lita dibelakang.
Bersambung.
pd akhirnya kau akan menyesal nadira