Seraphina di culik dari keluarganya karena suatu alasan. Lucunya ... Penculik Seraphina malah kehilangan Seraphina.
Seraphina di temukan oleh seorang perempuan yang sedang histeris sedih karena suaminya selingkuh, sampai mempunyai anak dari hasil selingkuhan. Perempuan yang menemukan Seraphina tidak mempunyai anak. Karena itulah dia memungut Seraphina. Jika suaminya punya anak tanpa sepengetahuannya jadi ... Mengapa tidak untuknya?
Kehidupan Seraphina nyaman meski dia tahu dia bukan anak kandung dari keluarganya saat ini. Kenyamanan kehidupannya berubah saat orang tuanya mati karena ledakkan.
Saat dirinya sedang terkapar tak berdaya dalam kobaran api. adiknya Ken, berbisik kepada dirinya untuk lari sejauh mungkin. Dengan sekuat tenaga ia melarikan diri dari seorang yang memburunya, karena ia penyintas yang sangat tak diharapkan.
Inilah perjalanannya. Perjalan yang penuh suka dan duka. Perjalanan kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miao moi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ide sebuah kado 2
"Mati karena ulah ayahmu!" Seraphina makin menempel ke ke tembok. Sejenak suara di sekitar seakan hening. Ia makin ingin mendengar pembicaraan mereka, tapi yang ia dengar malah suara nafasnya sendiri.
Apa maksudnya? Pikirnya. Dari ujung mata Ia melihat Mary yang sedang mencari-cari, melihat sekitarnya.
"Sigh ...." Ia menghela nafasnya kesal. Padahal ia ingin mendengarkan pembicaraan mereka lebih lama lagi. Ia menoleh untuk terakhir kalinya sebelum beranjak pergi, Ia melihat Ken menatap bingung kepada orang itu.
Sebelum ia ketahuan oleh Ken dan orang itu. dengan hati-hati ia keluar dari persembunyiannya. Dengan cepat Ia lari kearah mary, langsung menggamit lengannya, menyeret ke arah berlawanan.
"Selanjutnya kita akan kemana?" Tanya Seraphina senyum setengah ceria yang malah terlihat aneh. Sesekali sambil berjalan ia menoleh dengan gugup ke belakang.
"Anda darimana saja nona?" Keluh mary. "Jadi ...? Betul, adik anda ada disana?"
Pembunuhan pikirnya. "Tidak! kurasa aku salah lihat!" Jawabnya sambil setengah melamun. "Jadi selanjutnya kita akan kemana?"
"Kita pulang saja!"
Ia langsung berhenti berjalan menatap mary dengan merajuk. "Kita belum satu jam disini dan kita sudah mau pulang?"
"Ya!" Mary menatap tak percaya kepada seraphina. "kita belum sampai satu jam disini, tapi saya sudah kehilangan anda."
"Mary ... Kau tak kehilangan aku! Aku pamit kesana sebentar tadi," seraphina menuding. "ke sana. Toh, sekarang aku sudah kembali!"
"Anda sudah janji nona," Mary mengingatkan. "Sudah janji akan patuh, tapi sekarang anda melupakan janjinya. Sekarang ayo kita pulang. saya tak ingin membuat resiko anda hilang lagi nantinya."
"Mary ... Ayolah! jangan begini." Rajuk seraphina, sekarang bukan dia yang menyeret mary, tapi sebaliknya.
Mary menyeret seraphina dengan gampang, begitu mudah. meski seraphina menahan dengan kakinya agar tak terseret lebih jauh lagi, tetap sia-sia. "Mengapa anda sangat suka hilang di tempat begitu saja."
"Aku tak hilang! Ayolah ... sebuah ide belum masuk ke kepalaku! Kita belum boleh pulang." Seru seraphina.
Seraphina mulai mengeluarkan jurus terakhir nya, dia menangis. Tapi mary benar-benar tak mau mengambil resiko. Ia mengeratkan tangannya ke seraphina, mereka melangkah berjalan pulang, meski sambil setengah menyeret. Orang-orang melihat mereka, lebih tepatnya melihat seraphina yang menangis sesenggukan. melihat dirinya yang dengan tega tak menuruti ke inginkan bocah imut itu.
Mary sungguh tega pikir seraphina. meski ia sesenggukan di tengah jalan. Lalu sesenggukan di atas kereta, Mary seakan menulikan telinganya. Membuang muka saat ia meraung menangis karena kembali pulang.
"Ini resiko anda, karena anda tak menepati janji anda." Kata mary setelah ia berhenti menangis, sudah lelah.
"Tapi aku belum mendapatkan idenya ...!" Keluh seraphina.
Mary diam sejenak menunggu dirinya membersihkan hidung dari ingus. Lalu kembali berkata. "Bukankah anda sudah mempunyai kekuatan elemen?"
"Kau tahu?" Seraphina melongo.
"Nyonya sangat gembira sampai tidak bisa menahan mulutnya untuk tak menyombongkan kekuatan elemen anda." Jawab mary.
Seraphina tersenyum kecil mendengarnya.
"Anda bisa memanfaatkannya."
"Maksudnya?"
"Saya tak tahu dengan persis kekuatan anda. Tapi anda bisa menghadiahkan sebuah pertunjukan dengan elemen anda. Seperti orang di festival. buat ibu anda terpukau, maka itu sudah menjadi hadiahnya."
"Tapi aku masih belum tahu bagaimana mengembangkan kekuatan ku. Untuk sebuah pertunjukan yang bagus kurasa aku belum bisa." Jawabnya sedih.
"Anda belum mencoba mengapa bilang tidak bisa?"
Seraphina terdiam memikirkan perkataan Mary. Sedangkan Mary diam-diam tersenyum melihat Seraphina akhirnya berhenti menangis. Lega kupingnya.
Ia sekarang hanya bisa membuat tanaman layu menjadi sehat lagi tapi, semua tanaman dirumah sudah tak ada yang layu lagi. Ia bingung ... Untuk selanjutnya kekuatannya akan seperti apa lagi? Mungkinkah kah hanya sebatas begitu saja kekuatannya?
Begitu kereta berhenti sampai tujuan, di rumah. Ia segara turun dan lari menuju ke taman. mengabaikan Mary yang menyuruhnya untuk tidak berlari. Ia terengah-engah melihat sekitar.
Angin meniup pelan, rambutnya bergoyang mengikuti angin. Ia melihat bunga-bunga yang bermekaran dengan indah. Bunga-bunga pikirnya? Ia melihat biji bunga yang terjatuh. Ia jongkok menekan bijinya ke tanah supaya bunga itu nanti akan tumbuh.
Ia terdiam menatap biji itu di jari telunjuknya. Sebuah ide terlintas. ia makin menekannya ke tanah, tapi dengan lembut, agar tak rusak. ia memikirkan apakah bisa ia membuat biji ini bisa langsung tumbuh. Ia mengeluarkan kekuatannya, mengalir ke telunjuknya.
Cahaya warna hijau mengalir dari telunjuknya mengelilingi di sekitar biji itu. Ia tersenyum saat biji itu berubah menjadi benih lalu makin besar, daun pertama muncul, tangkai pertama muncul dan seterusnya.
"Aku berhasil!" Gumamnya, matanya berbinar bahagia. Ia terperangah menatap kagum bunga yang berhasil tumbuh secara kilat. Ia melihat sekitarnya.
Adakah bunga yang ingin di lihat ibunya tapi tak tumbuh? Ia kembali berlari, ia berlari masuk ke rumah.
"Riya!" Panggilannya saat melihat riya sedang berjalan.
"Ya nona? Anda sudah pulang?" Jawabnya.
"Ibu ada dimana?"
"Sedang minum teh di—"
Seraphina langsung kembali berlari. Jika minum teh, sudah pasti berada di ruangan itu. Ia membuka pintu ruangan itu. Terlihat ibunya sedang minum dari cangkir favoritnya. Ia masuk, ruangan ini di hiasi dengan lukisan pemandangan alam yang luar biasa cantik. Bunga-bunga bermekaran harum berada di banyak tempat. Ibunya sangat menyukai bunga.
"Ibu?" Panggilnya.
"Hem?" Kana mendongak sambil minum di cangkirnya. "Kamu sudah pulang?"
Seraphina mengangguk, "Mary rewel memaksa untuk pulang!"
"Pasti kamu yang buat masalah." Ucap Kana sambil mesem.
Bibir seraphina merapat lurus, ia mendekat ke belakang ibunya membaringkan pipinya ke pundak ibunya ia melihat bunga di atas meja. "Ibu ... Bunga ini cantik. Omong-omong apakah ada bunga yang ingin ibu lihat sekarang, tapi tak bisa dilihat?"
Kana mengusap pipi seraphina, dia melamun. terlihat jelas dari raut wajahnya ia sedang berpikir "Hem ... Ada."
"Apa itu?"
"Bunga winter aconite, tapi tidak bisa tumbuh di musim sekarang harus menunggu di musim dingin nanti."
"Oke!" Seraphina langsung kabur begitu mendengarnya.
Kana melongo kearah Seraphina berlari. "Ada apa dengan anak itu?"
Seraphina berhenti berlari, bunga winter aconite itu yang mana ya? Ia kembali berlari ke perpustakaan. Seperti biasa, saat ia sedang mencari buku, posisinya berada di tengah-tengah ruangan lalu berkata. "Buku yang berisi informasi bunga winter aconite."
Ia mendongak saat melihat satu persatu buku beterbangan kearahnya berhenti di ketinggian sekitar matanya. Ia mengambil salah satu buku dan langsung membukanya. Ia membuka halaman demi halaman, "ini bukan, ini bukan. Nahh Ini dia!"
Ia menutup kembali buku, "sudah selesai. Kembalilah!" Maka buku-buku kembali berterbangan ke tempat tadi ia keluar. Ia sudah tahu bagaiman rupa bunga tersebut.
"Ah akhirnya kau sudah kembali!"
"Ya ... aku sudah kembali!" Jawabnya spontan, begitu ia masuk ke dalam kamarnya.
Ia terdiam saat menyadari ia baru aja sedang menyahut suara yang asing di telinga.
Ia melirik kearah suara, ia berkedip dengan bingung saat tak melihat ada siapapun. Ia menoleh kearah lain tapi sama saja, tidak ada. "Siapa yang berbicara tadi?"
"Aku!"
Ia menunduk melihat pohonnya, "kau yang berbicara?"