Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 26
"Sistem tidak memberikanku peringatan tanda bahaya bagi Orang Tuaku. Artinya Orang Tuaku masih dalam kondisi Aman. Meskipun begitu, jauh dari orang tua membuatku selalu ingin berjumpa, memastikan
bagaimana situasinya. Dengan siapa dia dan mengapa meninggalkan aku Pertanyaan itu menggelayut di kepala Jansen. Tanpa sadar dia larut dalam situasi dan terus mengemudikan
Motor
Saat ia melaju di jalan raya, tiba
tiba saja ada seorang Polisi yung melambaikan tangannya dan meminta Jansen berhenti. Tangan Jansen bergetar, ia mengepal setir motor dengan erat dan memainkan rem. pelan-pelan hingga motor berhenti sempurna di depan polisi tersebut. Wajah Polantas itu tampak serius, "Aku melihat dari jauh, apakah anda kurang sehat? Kenapa Anda melajukan motor seperti orang linglung?" tanganya dengan nada tegas.
Jansen menatap sosok yang berdiri di hadapannya dengan penuh keheranan. Dia mengamati wajah itu dan seolah mengingatnya dari suatu tempat. Sosok itu adalah Alyssa, yang mengenakan seragam polwan lengkap
dengan lencana.
Dengan perlahan, Jansen melepaskan helm motornya, dan tiba-tiba saja Alysa juga mengenali wajah Jansen. Dia teringat pada saat Jansen membantu dirinya menangkap Darto
beberapa waktu lalu. "Ah, kamu lagi, gumam Jansen sambil menggaruk kepalanya. "Mengapa aku harus bertemu denganmu di sini, sih?"
Alysa mengerutkan kening, seolah
tersinggung dengan perkataan Jansen. "Mengapa? Apa kamu menganggap aku hama?" tukas Alyssa dengan nada muram. "Urusan kita
memang belum selesai, dan sepertinya
kamu sedang dalam pengaruh obat-
obatan, sehingga mengendarai motor
dengan ugal-ugalan seperti itu. Aku
akan membawamu ke kantor polisi
Jansen terkejut mendengar
perkataan Alysaa, dan langsung
membela diri. "Tidak, aku tidak dalam
pengaruh obat-obatan. Ako hanya
sedang banyak pikiran sajal ujarnya
dengan nada panik.
Jansen, Alyma sudah tidak mau
mendengarkan penjelasan Jansen, Dia
menarik tangan pria itu dengan paksa ,
bersiap untuk membawanya ke kantor
polisi.
Jansen menarik tangannya yang
ditarik oleh Alyssa, membuat Alyssa
tersentak dan tubuhnya tiba-tiba
berbalik. Tak sengaja, Jansen juga
terkejut dan dengan cepat menangkap
tubuh Alyssa yang hampir terjatuh ke
tanah.
Tangan Jansen mendekap
pinggang ramping Alyssa, membuat
wajah merika saling berhadapan dan
mata bertatapan dalam jarak yang
sangat dekat. Suasana hening seketika,
seolah waktu berbenti saat itu juga
"Lepaskan aku" Alyssa menepuk
dada Jansen dengan keras, wajahmu
memerah karena malu dan kesal.
Mendengar perintah Alyssa,
Jansen ziba-tiba saja melepaskannya
tanpa memberi peringatan. Alyssa
terjatuh ke tanah dengan suara keras,
mengejutkan beberapa orang di sekitar
mereka.
"Sialan! Mengapa dilepas begitu
saja?! protes Alysa sambil merasa
kesakitan di pinggul yang jatuh,
matanya menatap Jansen dengan
amarah yang membara.
Alyssa merasa marah yang tak
tertahankan saat mendengar ucapan
itu. "Dasar tidak tahu terima kasih, aku.
menolongmu. Wajahnya memerah,
matanya menyala-nyala, dan kedua
tangannya mengepal erat di samping
tubuhnya.
Mendengar itu, Alyssa semakin
marah dan menegaskan, "Kamu telah
mengambil kesempatan dalam kesempatan!
Kamu pokoknya harus ikut aku ke
kantor polisi, aku akan menuntutmu
atas kejahatan melecehkan polisi!"
Ucapnya dengan suara yang berapi-api.
menunjukkan betapa kesalnya dia pada
Jansen
Jansen, yang tidak ingin situasi
semakin memanas, berusaha
menenangkan Alysa dengan
mengingatkannya, "Sudahlah, apakah
kamu tidak malu dilihat orang banyak!"
Ia menunjuk ke sekeliling mereka yang
sudah mulai dikerubuti penonton.
Alyssa melirik ke samping kiri dan
kanan, menyadari bahwa mereka telah
menjadi pusat perhatian. Beberapa
orang yang melintas sempat
menghentikan langkahnya untuk
melihat apa yang terjadi.
Jansen berinisiatif menenangkan
situasi dengan berbicara pada orang
orang yang berkumpul, "Pak, Bu. Maaf
Ini hanya pertengkaran sepasang
kekasih! Ujarnya dengan senyum yang
dipaksakan, berusaha meyakinkan
orang-orang bahwa situasi sudah.
berada di bawah kendali.
Kemacetan yang sempat terjadi
akhirnya mulai teratasi, seiring orang-
orang mulai menjauh dari tempat
kejadian, mereka yakin bahwa
pertengkaran itu tidak berbahaya.
Alysa dan Jansen pun berusaha
menyelesaikan masalah mereka dengan
lebih tenang, tanpa mengandang
perhatian lebih lanjut.
Alyssa terdiam, wajahnya
memerah saat mendengar Jansen
mengatakan bahwa ini adalah
pertengkaran sepasang kekasih. Entah
mengapa, hatinya tiba-tiba merasa
sesuatu sedang menumpuk di dadanya,
seolah ada rasa sakit yang tiba-tiba
muncul.
Melihat perubahan ekspresi wajah
Alyssa yang tiba-tiba muram, Jansen
bertanya dengan nada khawatir, "Ada
apa denganmu, Alysa?"
Namun Alyssa masih terdiam, tak
mampu menjawab pertanyaan Jansen,
la merasa terjebak dalam kenangan
pahit yang tiba-tiba mancul kembali.
Jansen mencoba menghubungi
sistem yang ada di dalam dirinya,
Sistem, apakah kamu bisa
menganalisa orang ini?"
Nama: Alyssa
Usia: 23 tahun.
Status Menikah: Lajang.]
Penyakit: Trauma Hubungan
Eh!" Jansen kaget dengan
informasi yang diberikan sistem. Ia tak
menyangka bahwa Alyssa memiliki
trauma yang berkaitan dengan
hubungan asmara.
Dengan hati-hati, Jansen.
membantu Alyssa duduk di bangku
taman yang kebetulan berada di dekat
mereka. Taman itu sepi, hanya ada
beberapa orang tua yang sedang
berjalan-jalan dengan anjing
peliharaannya.
Jansen duduk di samping Alysa,
lalu berkata dengan lembut, "Aku tahu
kamu sedang mengalami sesuatu yang
berat di batimu. Jika kamu ingin
berbicara, aku di sini untuk
mendengarkan."
Alyssa menatap Jansen dengan
mata berkaca-kaca, seolah ingin
mengungkapkan rasa terima kasihnya
Namun, ia masih merasa ragu untuk
menceritakan trauma yang pernah la
alami. Meski begitu, kehadiran Jansen
di sampingnya membuat Alyssa merasa
sedikit lebih tenang.
Akhirnya, Alyssa memberanikan
diri untuk menceritakan sebagian kecil
kisah hidupnya pada Jansen. Entah
mengapa, ia merasa ada kedekatan
yang menghanyutkannya dalam
percakapan ini. Jansen tersenyum.
hangat, lalu mengalihkan
pembicaraan
Oh ya, aku lupa menyebutkan
bahwa sebenarnya aku datang ke
Jakarta untuk mencari seseorang,
ujarnya seraya menunduk.
Siapa?" tanya Alysa dengan
penasaran. Kini tatapannya semakin
lembut, seperti terpikat oleh sosok
Jansen yang tampan dan berbicara
dengan sangat meyakinkan.
Dalam hati Alyssa, Jansen adalah
pria yang baik hati dan bisa menjadi
teman, bahkan mungkin lebih dari
sekadar teman.
ibuku, sahut Jansen sambil
mengambil ponsel dari saku celananya.
"Dia menghilang beberapa hari lalu." la
menunjukkan foto Sandria pada Alysa
yang begitu mirip dengannya.
"Sejujurnya, aku belum mengetahui
kebenaran yang sebenarnya, tetapi
seseorang pernah bilang kalau ibuku
diculik oleh orang dengan nomor plat
mobil B205 SAT. Apakah kamu bisa
membantuku mencari tahu
Jansen berharap Alyssa, yang
notabene bekerja sebagai polisi,
mampu menemukan informasi
mengenai keberadaan ibunya.
Alyssa menggigit bibir, berpikir
sejenak sebelum menjawab, "Aku akan
mencoba memberitahu jika aku
menemukan sesuatu, tapi mengapa
kamu tidak melapor ke kantor polisi
Terlebih dahulu? Lapor kehilangan
orang
"Awalnya, ibuku sempat
menghubungiku dan mengatakan
bahwa dia baik-baik saja, jadi aku pikir
tidak perlu melapor. Tapi seiring
berjalannya waktu, aku semakin
merasa cemas sebagai anak, Jansen
mengepalkan tangannya dengan tegas,
mata berkaca kara, penuh harapan
pada Alyssa.
Tak terasa waktu terus berjalan,
Jansen terdiam sejenak sambil
memandang sekitar. "Aku belum
terlalu mengenal daerah ini, bisakah
kamu menemaniku pulang nanti?
Sebagai gantinya, aku akan mentraktir
makan. Bagaimana?"
"Aku bukan wanita murahan yang
bisa menemani siapapun pulang"
jawab Alyssa sambil tertawa terbahak
bahak. Wajah Jansen memerah, ia
ingin menjelaskan bahwa bukan begitu
maksudnya. Namun, Alysa
melanjutkan, "Tenang saja, aku hanya
hercanda. Sebagai petugas, tentu saja
aku bisa melakukan itu."
"Apa kamu punya rekomendasi
tempat makan enak di sekitar sini?"
tanya Jansen dengan antusias.
Tentu saja Ikuti aku, nanti kita
akan mencicipi kuliner terbaik di kota
inil sahut Alyssa dengan semangat.
Kini, kesedihan yang sempat
menderanya perlahan sirna. la
menyatakan mesin mobilnya,
sementara Jansen menghidupkan
motornya. Mereka bersiap untuk
menjelajahi kelezatan bersama.