Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17. Kelahiran Iblis
bab 17. Kelahiran Iblis
"Jiang Hao, kau tidak tahu betapa gelapnya jalan yang kau pilih." Jian Mu menyeringai, wajahnya dipenuhi kebencian yang mendalam. "Sekte Wujing adalah bagian dari dunia yang tak pernah bisa dihancurkan, dan kau hanyalah nyala api yang akan padam dalam gelapnya malam."
Namun, Jiang Hao tidak gentar. Tangan kanan yang dipenuhi dengan racun mulai memancar lebih terang, seolah-olah siap untuk mengakhiri segalanya.
"Aku bukan hanya nyala api, Jian Mu," jawab Jiang Hao dengan suara penuh amarah, "Aku adalah api yang tak akan pernah padam. Dan kalian adalah kayu bakar yang akan terbakar habis."
Api pertempuran belum padam. Langit malam yang menggantung di atas desa seolah turut menyaksikan dentingan senjata dan benturan kekuatan antara Jiang Hao dan para pendekar elit Sekte Wujing. Sementara darah dan debu menyatu di udara, satu hal menjadi jelas—pertarungan ini bukan sekadar balas dendam. Ini adalah bentrokan antara kebenaran yang dikubur dan kebohongan yang dibangun di atas pengkhianatan.
Jiang Hao bertarung tanpa ragu, tubuhnya telah melewati batas manusia biasa. Racun di tangan kanannya menyebar lebih cepat, merobek pertahanan musuh satu per satu. Namun, kekuatan itu datang dengan harga. Setiap kali ia menggunakannya, rasa sakit di dada dan lengan kanannya semakin menggila. Dagingnya bergetar, seolah racun itu juga memakan dirinya hidup-hidup.
“Hentikan dia sekarang!” teriak Jian Mu, pemimpin pasukan Sekte Wujing. Dia melompat ke tengah pertempuran, mengangkat tombak panjang yang berpendar cahaya kehijauan. “Gunakan Formasi Penjara Langit! Jangan beri dia celah untuk bernapas!”
Empat pendekar utama Sekte Wujing bergerak membentuk segi empat. Mereka mulai merapal mantra, menciptakan pusaran energi yang membatasi ruang gerak Jiang Hao. Udara di sekitar mereka bergetar, dan langit tampak menghitam, seolah malam menjadi lebih pekat.
"Ini ilmu segel...!" seru Bai Yue dari kejauhan. "Jiang Hao! Itu jebakan roh—jika kau tertangkap, mereka bisa menyegel semua kekuatanmu secara permanen!"
Jiang Hao terdesak. Tapi sebelum pusaran energi itu sepenuhnya menelannya, sebuah suara menggema dari sisi utara desa.
"Cukup."
Seseorang muncul dari bayangan. Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian lusuh dan tatapan penuh luka masa lalu. Tangannya menggenggam gulungan kain tua yang compang-camping. Para pendekar Sekte Wujing seketika menegang.
"Guru Lu Han...?" ujar Jian Mu dengan nada terkejut.
Jiang Hao menoleh, mengenali wajah itu. "Lu Han... pendekar bayangan dari generasi tua... Kau sudah mati!"
Lu Han tersenyum tipis, sorot matanya tajam menusuk. "Tidak mati. Aku disingkirkan. Sama seperti kau, Jiang Hao."
"Apa maksudmu...?"
Lu Han membuka gulungan kain yang ternyata berisi simbol-simbol tua dan skema tubuh manusia. Di sana, tertulis nama—Jiang Hao—dengan tinta merah yang sudah luntur sebagian.
"Kau adalah bagian dari eksperimen Sekte Wujing sejak lahir."
Jantung Jiang Hao serasa berhenti berdetak. Para pendekar Wujing mundur satu langkah.
"Apa…?"
Lu Han melanjutkan, "Tangan kananmu, racun di tubuhmu, bukan kutukan atau hadiah dari langit. Itu buatan mereka. Kau dijadikan kelinci percobaan untuk menciptakan ‘Pendekar Tanpa Batas’, alat perang sempurna. Dan ketika hasilnya tak bisa mereka kendalikan, mereka membuangmu seperti sampah."
Jiang Hao menggertakkan gigi. Semua yang ia tahu selama ini… kebohongan?
"Aku menganggap diriku sebagai iblis karena kesalahanku sendiri," gumamnya lirih. "Tapi ternyata… aku diciptakan seperti ini?"
Lu Han mengangguk. "Kau korban. Seperti aku, dan banyak pendekar muda lainnya yang gagal bertahan."
Jian Mu tidak tinggal diam. "Lu Han! Tutup mulutmu!" Ia meluncur ke arah Lu Han, tombaknya terayun, tapi dihentikan oleh Jiang Hao dengan satu tangan beracun yang berkilat hitam.
"Terima kasih," bisik Jiang Hao kepada Lu Han, "Kau memberiku alasan untuk tidak ragu lagi."
Wajahnya berubah. Tak ada lagi keraguan, tak ada lagi rasa bersalah. Ia menatap Jian Mu dan pasukannya, lalu berkata:
"Sekte Wujing telah menciptakan iblis. Sekarang, biarkan iblis ini menghabisi kalian satu per satu."
Bai Yue dan Ling’er di belakangnya hanya bisa menyaksikan aura Jiang Hao berubah drastis. Racun dari tangannya kini membentuk bayangan naga hitam di udara, berputar-putar dengan ganas. Api dendamnya telah menemukan bahan bakarnya.
Langit meledak oleh cahaya hitam keunguan yang memancar dari tubuh Jiang Hao. Bayangan naga racun yang berputar-putar di atas kepalanya menderu, meraung seperti makhluk purba yang bangkit dari kedalaman neraka. Para pendekar Sekte Wujing mundur dengan wajah pucat. Beberapa bahkan menjatuhkan senjata mereka, gemetar oleh aura murni kebencian yang meruak dari tubuh sang Pendekar Iblis.
“Kau semua menciptakan ini,” kata Jiang Hao pelan, matanya menyapu wajah-wajah ketakutan di sekelilingnya. “Kau menciptakan iblis, lalu kalian mencapnya sebagai musuh dunia persilatan.”
Jian Mu menggertakkan giginya. “Dia mulai kehilangan akal! Bunuh dia sekarang juga!”
Tapi sebelum Jian Mu bisa menggerakkan tubuhnya, Jiang Hao sudah melesat seperti kilat. Ia muncul di hadapan pendekar pertama, menempelkan tangan kanannya ke dada lawannya.
"Racun Jiwa Gelap."
Suara itu lirih. Tapi detik berikutnya, tubuh pendekar itu menghitam dari dalam, sebelum jatuh menjadi bangkai membusuk.
Jeritan terdengar dari berbagai penjuru. Jiang Hao tidak menahan diri lagi. Setiap gerakan tangannya adalah kematian. Setiap sentuhannya membawa kehancuran. Tidak ada bentuk kungfu indah, hanya kemarahan murni dan kekuatan destruktif. Formasi Penjara Langit pun hancur berantakan sebelum sempat menjeratnya.
Bai Yue menyaksikan dari kejauhan dengan wajah ngeri. Ling’er mencengkeram lengannya.
“Itu bukan Jiang Hao yang kita kenal…” gumamnya.
“Dia tidak berubah,” Bai Yue berkata pelan. “Dia hanya menunjukkan siapa dia sebenarnya… ketika dunia memaksanya menjadi iblis.”
Saat pertumpahan darah terus berlangsung, Jian Mu akhirnya berdiri di tengah reruntuhan pasukannya. Darah menodai jubahnya, tapi ia tetap mengangkat tombaknya, menatap Jiang Hao yang kini berdiri di tengah genangan darah.
“Kau mengira kau menang? Dunia persilatan takkan pernah menerima monster sepertimu!”
“Aku tak peduli.” jawab Jiang Hao dingin.
Dan dengan satu lompatan, keduanya bertabrakan. Pertarungan mereka mengguncang tanah. Cahaya dan racun bertabrakan. Tapi racun di tubuh Jiang Hao sudah berevolusi. Ia bukan hanya beracun—ia menjadi racun itu sendiri.
Tombak Jian Mu patah. Dadanya tertusuk tangan kanan Jiang Hao. Tapi sebelum ia mati, ia tertawa.
“Kau pikir ini akhir? Tunggu sampai kau tahu… siapa sebenarnya gadis buta itu…”
Jiang Hao menatapnya tajam. “Apa maksudmu?”
Tapi Jian Mu hanya tertawa hingga darah menyumbat tenggorokannya dan ia jatuh mati.
Gemetar di tubuh Jiang Hao tidak berhenti. Bukan karena lelah—tapi karena kata-kata terakhir itu. Kepalanya dipenuhi tanya.
"Ying’er..." bisiknya lirih.
Lu Han muncul di belakangnya, wajahnya gelap. “Ada banyak hal yang perlu kau ketahui. Tentang racunmu… tentang dirimu… dan tentang gadis itu.”
Jiang Hao menatap langit yang kini memerah menjelang fajar. Dunia baru dimulai. Tapi kebenaran sejati baru saja membuka gerbangnya.
To be continued ✍️
-
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh