NovelToon NovelToon
Benih Pahit Berbuah Manis

Benih Pahit Berbuah Manis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Seiring Waktu / Menikah Karena Anak
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Shanaira Monard tumbuh dalam keluarga kaya raya, namun cintanya tak pernah benar-benar tumbuh di sana. Dicintai oleh neneknya, tapi dibenci oleh ayah kandungnya, ia menjalani hidup dalam sepi dan tekanan. Ditengah itu ada Ethan, kekasih masa kecil yang menjadi penyemangatnya yang membuatnya tetap tersenyum. Saat calon suaminya, Ethan Renault malah menikahi adik tirinya di hari pernikahan mereka, dunia Shanaira runtuh. Lebih menyakitkan lagi, ia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak dari malam satu-satunya yang tidak pernah ia rencanakan, bersama pria asing yang bahkan ia tak tahu siapa.

Pernikahannya dengan Ethan batal. Namanya tercoreng. Keluarganya murka. Tapi ketika Karenin, pria malam itu muncul dan menunjukkan tanggung jawab, Shanaira diberi pilihan untuk memulai kembali hidupnya. Bukan sebagai gadis yang dikasihani, tapi sebagai istri dari pria asing yang justru memberinya rasa aman.

Yuk ikuti kisah Shanaira memulai hidup baru ditengah luka lama!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16. Aurore Resto

Begitu taksi berhenti di depan hotel megah itu, Shanaira turun lebih dulu. Sepasang matanya langsung terpaku pada plakat besar berwarna emas bertuliskan "Renault Grand Hotel". Dada Shanaira terasa sesak.

Bangunan itu berdiri dengan anggun dan megah seperti biasa—tak berubah sejak terakhir kali ia berdiri di tempat yang sama. Tapi kali ini, maknanya sangat berbeda.

Dulu, hotel itu adalah saksi bisu tempat impiannya nyaris terwujud. Tempat ia dan Ethan awalnya akan mengikat janji suci. Tapi takdir berkata lain. Bukan dirinya yang mengenakan gaun pengantin kala itu, melainkan Claira—adik tirinya sendiri. Dan dirinya hanya jadi penonton, menyaksikan dari kejauhan dengan perut yang mulai menyimpan rahasia kecil.

Shanaira menarik napas dalam-dalam, menahan luapan kenangan yang tiba-tiba menyeruak.

“Kenapa diam?” tanya Karenin lembut di sampingnya, menatapnya dengan alis sedikit terangkat.

Shanaira menggeleng, memaksakan senyum tipis. “Gak apa-apa. Aku cuma... gak nyangka aja.”

Karenin ikut menatap hotel itu sebentar sebelum berkata, “Restoran aku di lantai satu. Di bagian paling pojok dekat taman dalam. Biasanya nggak terlalu ramai kalau jam segini.”

Mereka berjalan masuk bersama, melewati lobi yang elegan dengan lantai marmer mengkilap. Hotel itu memiliki berbagai fasilitas; dari butik, lounge, bahkan galeri seni kecil di sisi sayap kiri. Tapi semua kemewahan itu tak mampu menghapus getaran ganjil di hati Shanaira.

Langkah kaki mereka terhenti di depan sebuah restoran dengan arsitektur mencolok. Kayu gelap berpadu dengan ornamen emas menghiasi bagian depan. Jendela-jendela besar dipenuhi ukiran khas Slavia, dan di atas pintu tertulis dengan huruf latin bergaya klasik: "Aurore".

Begitu masuk, aroma rempah hangat langsung menyambut. Interior restoran didominasi kayu ek tua, lampu gantung kristal kecil tergantung rendah, dan dinding dihiasi lukisan-lukisan lanskap bersalju khas Rusia. Musik instrumental lembut mengalun pelan, seakan membawa mereka ke dunia yang jauh dari hiruk pikuk kota.

“Silakan duduk, aku ambilkan sesuatu yang ringan dulu buat kamu,” ujar Karenin sambil melepas jaket, menggantungnya di gantungan antik di dekat pintu.

Shanaira menatap sekeliling dengan rasa takjub yang tak bisa ia sembunyikan. Nuansa yang hangat dan klasik itu kontras dengan suasana hatinya yang masih penuh kepingan luka. Ia memilih duduk di dekat jendela, di kursi berlapis beludru merah marun dengan meja bundar kecil di depannya.

Pelayan langsung datang menghampiri. Karenin memberi instruksi dalam bahasa Rusia yang cepat dan tegas—membuat Shanaira sedikit terkejut.

“Dia orang Rusia?” tanya Shanaira pelan ketika pelayan berlalu.

Karenin meliriknya sambil tersenyum tipis. “Bukan. Tapi kami pakai beberapa istilah Rusia di dapur. Biar lebih hidup.”

Tak lama kemudian, secangkir teh hitam beraroma manis disajikan di hadapannya, bersama sepiring kecil pirozhki hangat.

Shanaira mencicipi teh itu perlahan. Rasanya kuat tapi menenangkan, sehangat aroma kayu dan rempah yang memenuhi ruangan. Sambil menunggu Karenin masuk ke dapur, ia kembali menatap ke luar jendela, matanya terhenti pada taman kecil yang dulu menjadi bagian dari rencana pernikahannya dengan Ethan.

Sekarang, tempat ini menjadi saksi akan kehidupan barunya bersama pria yang masih terasa asing baginya.

*****

Asap lembut mengepul dari wajan di dapur restoran bergaya Rusia itu. Karenin, dengan apron hitam kebanggaan restoran "Aurore", berdiri dengan tenang namun penuh konsentrasi di balik meja kerja. Tangannya lincah menata potongan salmon panggang, kentang tumbuk lembut, serta sayuran kukus yang masih mengepulkan uap segar. Menu khusus untuk Shanaira.

Ivan, pria berusia lima puluh-an dengan brewok tipis dan kacamata bulat, melangkah mendekat sambil melipat tangan di dada. Ia memandang Karenin dengan tatapan tajam tapi penuh rasa hormat.

“Kau belum pernah selembut ini menyiapkan makanan sejak kau pertama kali pegang spatula,” gumamnya sambil tersenyum tipis.

Karenin meliriknya sekilas, lalu kembali fokus menaburkan daun dill segar di atas piring. “Itu untuk istriku,” ujarnya singkat.

Ivan mengangkat alisnya, sedikit terperangah. “Istri? Kau menikah, Tuan Muda?”

Karenin berhenti sejenak, menoleh. Tatapannya tak seganas biasanya. “Ya. Baru-baru ini. Dan dia sedang hamil.”

Mata Ivan membulat, tapi pria itu segera mengangguk sopan, menundukkan kepala sedikit. “Selamat, Tuan Karenin. Saya… tidak menyangka akan mendengar kabar sebesar ini dari Anda secara langsung.” Ia tersenyum kecil. “Tapi saya merasa terhormat. Saya sudah melihat Anda tumbuh sejak masih belajar mengaduk sup dengan tangan gemetar.”

Karenin tersenyum tipis—salah satu yang sangat jarang muncul. “Dan karena itu juga aku percaya kau bisa menjaga ini. Jangan beri tahu siapa pun dulu. Aku ingin semuanya tenang, setidaknya untuk sementara.”

Ivan menaruh tangan di dada lalu memberi hormat kecil, khas sikap lamanya sebagai koki keluarga Renault. “Anda bisa percaya pada saya. Rahasia ini aman.”

Karenin menyerahkan piring ke pelayan. “Antarkan ini ke meja dekat jendela. Untuk istriku.”

Ivan memperhatikan punggung Karenin saat pria muda itu kembali ke stasiun dapur. Dalam hati, ia tersenyum penuh makna. Bocah kecil yang dulu gemetar memotong bawang, kini tumbuh jadi pria yang mulai membangun dunianya sendiri.

*****

Shanaira menatap ke luar jendela, pikirannya melayang. Rasanya masih asing duduk di sini, di hotel tempat begitu banyak kenangan pahit menumpuk. Tapi untuk pertama kalinya, ada sedikit ketenangan. Mungkin karena perutnya terasa sedikit lebih baik. Mungkin karena Karenin.

Suara langkah pelayan membuyarkan lamunannya. Seorang perempuan muda dengan seragam putih elegan menghampirinya sambil tersenyum.

“Menu khusus ibu hamil dari Chef Karenin,” katanya sopan, meletakkan piring di depan Shanaira. “Selamat menikmati.”

Shanaira menatap makanan itu. Salmon panggang yang harum, kentang tumbuk lembut, dan sayuran segar yang tampak begitu menggoda. Tersusun rapi dan penuh perhatian. Ia menelan ludah, perasaannya sedikit bergetar. Makanan ini… dibuat khusus untuknya?

Ia menyentuh garpu, ragu. Tapi aroma lezat itu membuat perutnya berbunyi pelan, seolah menuntut.

Satu suap pertama—dan matanya langsung melebar sedikit. Lembut. Hangat. Rasa yang entah bagaimana… menenangkan.

Saat sedang menikmati suapan ketiga, suara langkah pelan terdengar dari arah dapur. Shanaira menoleh, dan mendapati Karenin berdiri di ambang pintu dapur, menyandarkan tubuh di kusen, menatap ke arahnya.

“Gimana rasanya?” tanyanya singkat.

Shanaira mengangguk kecil, tersenyum samar. “Luar biasa. Aku gak nyangka kamu bisa masak selembut ini.”

Karenin mengangkat alis. “Itu penghinaan atau pujian?”

Shanaira mengangkat bahu, lalu tertawa kecil—yang pertama sejak pagi itu. “Terserah kamu aja.”

Karenin berjalan perlahan mendekat sambil membawa nampan berisi makanan untuk dirinya sendiri, lalu duduk di kursi seberangnya.

“Makan yang banyak,” katanya lembut.

Shanaira menunduk. Ada sesuatu yang hangat muncul di dadanya, walau ia tahu... ini belum cinta. Tapi perhatian itu terasa nyata.

Keduanya makan dalam suasana yang harmonis.

1
Marifatul Marifatul
ko dikt
Marifatul Marifatul
lanjut lagi dooong
Miu Nih.
kayaknya Karenin baik nih. aku suka cowok grenflag... jgn patahkan ekspektasiku ya tor /Determined//Determined/
Miu Nih.
Hehe, bikin ethan mabuk aja kalo gituuu 😘😘
Miu Nih.
semoga Karenin baik 😌
Miu Nih.
wah, orang yang berpengaruh ini pastiny 🤩🤩
Miu Nih.
aaahh... kasihan banget shanaria... ethan juga kasihan 😭😭
Miu Nih.
iklin liwittt~ trabas aja, aku lanjut author 🤗🤗
Miu Nih.
ya wis lah, Claira sama ethan wae...
shanaria biar ketemu bapak dari adek bayi yang ada diperutnya 😌
Miu Nih.
Ha? ya ampun thor,, kisah kamu plot twist banget... cukaaa 🥶🥶
Miu Nih.
aaahh 😫😫 penyesalanku berakhir dengan penyesalan... kasihan shanaria ku, huhu...
Miu Nih.
aduh, bahaya nih
Miu Nih.
sip ini, semoga jadi cinta sejati /Determined//Determined/
Miu Nih.
Kamu pantas bahagia Shanaria,, nama kamu cantik banget 🥰🥰
Miu Nih.
Holla kak, aku mampir...

baca pelan2 ya sambil rebahan 🤭
salam kenal dari 'aku akan mencintaimu suamiku,' jangan lupa mampir 🤗
范妮
ak mampir kak..
jangan lupa mampir jg di Menaklukan hati mertua mksh
Marchel
kasian shan. semoga shan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna
Marchel
Anak siapa itu shan?
Marchel
Kasian shan, di awal cerita harus menanggung bawang.. semoga shan bahagia ya dan yang jadi lakinya tetap setia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!