"Ketimbang jadi sadboy, mending ajarin aku caranya bercinta."
Guyonan Alessa yang tak seharusnya terucap itu membawa petaka.
Wanita sebatang kara yang nekat ke Berlin itu berteman dengan Gerry, seorang pria sadboy yang melarikan diri ke Berlin karena patah hati.
Awalnya, pertemanan mereka biasa-biasa saja. Tapi, semua berubah saat keduanya memutuskan untuk menjadi partner bercinta tanpa perasaan.
Akankah Alessa dapat mengobati kepedihan hati Gerry dan mengubah status mereka menjadi kekasih sungguhan?
Lanjutan novel Ayah Darurat Untuk Janinku 🌸
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Berhasil Membuka Hati
...“Apa kamu sedang sibuk menghabiskan waktu dengan wanita baru yang berhasil membuka pintu hatimu?” — Alessandra Hoffner...
Hari pun berlalu dengan sangat lama! Tapi Gerry, ia tak mensia-siakan hari itu dengan berdiam diri.
Pria itu pergi ke Mall of Berlin untuk membeli semua persiapan selama mereka liburan. Yah … ini adalah hari di mana ia menggunakan uang warisan yang selama ini masih mengendap di rekeningnya. Selebihnya, sudah ia investasikan agar uang itu yang bekerja untuknya.
Gerry menyusuri mall tersebut sambil menenteng beberapa paper bag yang berisikan barang belanjaan. Tentu saja tak hanya untuknya, ia juga membelikan beberapa pernak pernik wanita untuk Alessa.
“Mantel!” pikir Gerry saat itu. Pasalnya, selama mereka bersama, Gerry hanya melihat dua buah mantel yang dipakai oleh Alessa. Mantel coklat dan mantel cream. Tak ada lagi warna lain selain dua warna dan model mantelnya.
“Ck! Memangnya pasangannya ga beliin mantel apa? Masa calon istrinya pake mantel yang sama terus? Haaa … kalau aku yang jadi calonnya, ku sediakan ratusan mantel untuk dia gonta ganti setiap hari!” gerutu Gerry kesal.
Pria dengan kulit sawo matang yang menantang dan seksi itu menghentikan langkah kakinya. Matanya menatap ke arah sebuah patung yang ada di dalam kaca dengan sebuah mantel berwarna putih susu. Seketika ia tersenyum membayangkan Alessa mengenakan mantel itu.
Sementara itu, di saat Gerry sibuk mencari pernak pernik untuk persiapan liburannya bersama Alessa, tepat di Mauerpark, Alessa sedang berjalan sembari matanya menatap fokus ke sekeliling. Siapa lagi kalau bukan ayah yang tak pernah ia temui, yang sedang ia cari saat ini?
Alessa melangkah dengan langkah kaki yang berat. Kenapa hari ini terasa tak bersemangat seperti minggu-minggu sebelumnya? Hampir 4 tahun ia berada di Mauerpark, untuk mencari sosok tampan yang sudah di makan usia itu. Tapi … hingga hari ini usahanya tak membuahkan hasil.
Alessa menarik nafas panjang. Kemudian ia duduk di atas rerumputan yang hijau itu. Di tatapnya dengan seksama foto usang yang saat ini ia pegang. Kemudian ia melihat lembar belakang foto itu.
Mauerpark, Berlin. 19XX
Tertulis lokasi dan tahun foto itu dipotret.
“Sepertinya … ini adalah hari terakhir untuk pencarian panjang ini.”
Alessa menelan salivanya. Kerongkongannya terasa pahit dan tercekat, seperti ada yang mengganjal. Begitupun hatinya saat ini, seperti ada sebuah gumpalan besar yang bersarang di dadanya. Rasanya berat dan begitu menyesakkan dada.
“Argh … takdir sangat menyebalkan!” rutuk Alessa saat menyadari matanya mulai tergenang dengan airmata.
Wanita bermata biru itu menengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit-langit sore.
Rasanya hari ini berat sekali. Terlebih lagi saat ia mengingat kejadian semalam, membuat harinya menjadi semakin berat.
...🌸...
Keesokan harinya, Alessa bekerja seperti biasa. Tapi ada yang aneh. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 dan pria itu tak kunjung muncul. Alessa pun merogoh ponsel di sakunya. Ia memutuskan menghubungi Gerry sebelum ia kembali pulang ke Frankfurt.
Sayangnya, dua kali Alessa menghubungi pria itu, ia tak mendapatka jawaban. Hingga ia pun memutuskan kembali tanpa mengirimkan pesan singkat kepada pria itu.
Keesokan harinya pun sama. Gerry tak muncul di restoran tempat ia bekerja. Tapi kali ini, ia mengirimkan sebuah pesan pada Gerry.
“Ger, apa kamu baik-baik saja?”
Alessa menatap layar ponselnya dengan sangat lama. Berharap cemas bahwa pria itu akan membalas pesannya atau tidak. Hingga akhirnya beberapa menit pun berlalu, pria itu tak kunjung membalas pesannya atau memberinya kabar.
Sampailah di hari terakhir wanita itu bekerja, pria itu tak kunjung muncul di hadapannya. Matanya mendadak berkaca-kaca, mengingat ini hari terakhirnya bekerja dan hari ini juga terakhir kali baginya untuk pergi ke area sekitar Wilhelmstraße.
“Apa ini?!” Alessa mengusap matanya yang tiba-tiba basah. “Seharusnya tak begini.”
“Daddy tak berhasil ku temukan dan … cinta pertamaku berakhir mengenaskan di Berlin.”
Alessa menengadah ke langit lepas. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya agar tak lagi ada airmata. “Apa semuanya harus berakhir seperti ini?”
Kini, wanita berambut ekor kuda itu berdiri di depan restorannya dengan perasaan yang berkecamuk. Ia menatap ke kiri, itu adalah arah menuju ke apartemen Gerry. Kemudian ia menatap ke kanan, itu adalah arah menuju ke S-Bahn. Sedangkan menatap lurus ke depan, itu adalah sebuah jalan raya di mana ada begitu banyak mobil lalu lalang. Dan … ada sebuah campervan berwarna putih yang sedang terparkir di pinggiran jalan.
“Hah? Campervan?!”
Alessa mengerutkan keningnya menatap ke arah campervan yang berjarak 3 meter dari tempat ia berdiri. Kemudian ia melihat pengemudi campervan itu keluar dari kursi kemudi.
“Gerry?!”
Alessa langsung berlari ke arah pria itu. Ia tak peduli entah di depannya saat itu adalah bayangan semu atau benar-benar tubuh yang nyata. Ia langsung memeluk tubuh pria itu dengan sangat erat.
“Benar, ini tubuh yang ku kenal,” gumam Alessa lirih. Hangat yang sama, aroma yang sama, kekar dan berotot seperti biasa serta ….
“Alessandra?”
“Ya … ini suara yang sama seperti biasanya. Suara yang sangat aku rindukan, sampai rasanya aku mau mati karena merindukan suara yang khas ini,” batin Alessa pilu.
Gerry terkejut bukan kepalang saat Alessa yang tadinya ia lihat sedang melamun di depan restoran, sesaat tadi berlari ke arahnya, dan kini wanita itu memeluk tubuhnya.
Alessa bertanya dengan suara serak, perlahan airmatanya keluar membasahi baju tebal pria itu. “Kenapa menghilang? Padahal, ini adalah hari terakhirku.”
“Aku pikir … kita tak akan pernah bertemu lagi.”
Gerry tertegun saat menyadari wanita itu menangis. Ia memegang kedua pipi Alessa dan membawa wajah itu menatap ke arahnya. “Hei, kita ‘kan sudah janji akan bertemu hari ini?”
Alessa mendorong keras tubuh Gerry. “Kenapa menghilang?! Kamu pikir lucu?!”
Gerry tertawa terbahak-bahak melihat respon wanita itu. Meskipun saat ini perasaannya pun sedang tak tenang. Kemudian ia pun melangkah mendekat ke arah Alessa. “Maaf, aku membuatmu khawatir.”
Bibir Alessa sempurna manyun dengan mata yang basah dan ekspresi yang kecut. Wanita itu membuang pandangannya ke arah lain karena tak ingin Gerry melihat ekspresinya yang berantakan saat itu. Jangan sampai pria itu tahu perasaannya saat ini. Bisa-bisa hubungan mereka berakhir sebelum mereka menikmati liburan pertama dan terakhir yang mereka rencanakan itu.
“Ayok!” Gerry merangkul tangan Alessa dan berniat menggiring wanita itu menuju ke mobil yang sudah ia sewa selama seminggu itu. Tapi sayangnya, Alessa menempik tangannya.
“Jelaskan dulu padaku. Kenapa kamu menghilang tanpa kabar?!” Mata biru Alessa bergetar. Ada kemarahan yang tergambarkan dari sorot mata itu. “Kamu tahu ‘kan, ini minggu terakhir aku?”
“Apa kamu sedang sibuk menghabiskan waktu dengan wanita baru yang berhasil membuka pintu hatimu?” batin Alessa berteriak. Ingin sekali ia mengatakan itu dengan gamblang, tapi sayangnya ia tak berani.
Gerry memegang kedua bahu Alessa, kemudian di tatapnya mata biru itu dengan sangat tenang. Tatapannya seperti air yang menyirami api yang sedang berkobar-kobar, membuat Alessa tertegun dan sedikit tenang.
“Ayo kita jalani liburan panjang ini dengan perasaan yang menyenangkan. Di hari terakhir, aku akan menceritakan semuanya padamu,” pinta Gerry dengan wajah memelas.
...🌸...
Epilog.
Usai membeli semua pernak pernik untuk perlengkapan liburan panjangnya bersama Alessa, Gerry duduk di sofa apartemennya sambil menatap semua paper bag yang ada di depan matanya saat ini. Mata hitam legam itu menatap paper bag dengan pikirannya yang kacau.
“Untuk apa aku menghabiskan uang kepada wanita yang akan menjadi milik pria lain? Ck!”
Gerry berdecak sebal menatap semua paper bag itu. Hampir semua isi paper bag itu ia belikan untuk Alessa. Bukan untuk dirinya. Toh apalagi yang ingin ia beli? Hampir semua pakaian yang ada di lemarinya saat itu ia beli sejak ia berada di Berlin. Sebagiannya ia beli di Australia, dan tentu saja semua itu dari brand terkenal.
“Nggak apa-apa. Aku ini orang yang murah hati,” gumam Gerry pelan sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. “Hampir semua pakaian calon bayi Lea pun aku yang beli dulu. Pada akhirnya, Lea kembali ke suaminya.”
"Dan sekarang ... aku membelikan pakaian untuk Alessa yang pada akhirnya akan menjadi istri orang."
Gerry tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali mengingat bodohnya dirinya yang selalu menggebu-gebu jika sudah berurusan dengan wanita yang berhasil merebut hatinya.
Cukup lama Gerry termenung saat itu. Ia berkutat dengan pikirannya yang berantakan karena wanita yang bernama Alessandra itu. Hingga tiba-tiba ia memutuskan untuk mencoba menjaga jarak dengan Alessa. Selain karena ingin memastikan, apakah perasaan sebenarnya yang ia miliki pada wanita itu? Ia juga ingin menenangkan dirinya dari obsesi yang menggebu-gebu sesaat.
“Cinta … atau … sebatas partner bercinta?” gumam Gerry pelan. "Atau ... wanita itu hanyalah pelarian karena kesepian?"
“Ya aku akan berusaha menghilangkan dia dari sisiku selama beberapa hari."
“Jika memang aku kembali mengingat Lea, itu artinya Alessa hanyalah sebuah pelarian. Aku hanya terobsesi padanya karena nafsu.”
“Tapi ….”
“Jika selama beberapa hari itu aku menjadi aneh, bahkan Lea pun tak muncul dipikiranku, maka … aku harus bersiap terluka untuk yang ketiga kalinya.”
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung …....
Alessa kan kak??
❤❤❤❤❤
ampuuunnn..
manis sekali lhoooo..
jadi teehura..
berkaca2..
❤❤❤❤❤❤
akhirnya mumer sendiri..
😀😀😀😀😀❤❤❤❤
berjanggut ya jadi pangling gonk..
😀😀😀❤❤❤❤❤