"Daripada ukhti dijadikan istri kedua, lebih baik ukhti menjadi istriku saja. Aku akan memberimu kebebasan."
"Tapi aku cacat. Aku tidak bisa mendengar tanpa alat bantu."
"Tenang saja, aku juga akan membuamu mendengar seluruh isi dunia ini lagi, tanpa bantuan alat itu."
Syifa tak menyangka dia bertemu dengan Sadewa saat berusaha kabur dari pernikahannya dengan Ustaz Rayyan, yang menjadikannya istri kedua. Hatinya tergerak menerima lamaran Sadewa yang tiba-tiba itu. Tanpa tahu bagaimana hidup Sadewa dan siapa dia. Apakah dia akan bahagia setelah menikah dengan Sadewa atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Setelah konferensi pers selesai, Sadewa dan Lina menuju rumah Melinda. Selama perjalanan, Sadewa hanya menatap layar ponselnya. Lina yang duduk di samping sopir melirik Sadewa beberapa kali. Dia menghela napas kecil lalu mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada seseorang.
Setelah sampai di depan rumah Melinda yang sederhana itu, mereka berdua turun dari mobil dan berjalan ke halaman rumah itu.
Lina mengetuk pintu dan mengucap salam. Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka. Melinda menatapnya sinis, tapi tetap membiarkan mereka masuk.
Melinda duduk dengan wajah penuh amarah, sementara seorang anak perempuan duduk di sampingnya dengan tangan yang masih diperban karena iritasi di tangannya cukup parah.
“Selamat malam, Ibu Melinda. Saya Sadewa, CEO Radema Foods. Terima kasih telah menerima kami,” ucap Sadewa sambil sedikit membungkuk.
Melinda langsung berkata tanpa basa-basi, “Tahu diri juga Anda datang. Anak saya hampir kehilangan nyawa karena makanan perusahaan Anda. Apa Anda bisa menggantikan itu dengan uang?”
Sadewa menganggukkan kepalanya. “Saya tidak bisa mengganti trauma itu. Tapi saya datang ke sini bukan hanya untuk menawarkan kompensasi. Saya datang sebagai seseorang yang ingin memperbaiki kesalahan. Saya membawa permintaan maaf resmi, dan surat pribadi yang saya tulis sendiri. Dan saya mohon, izinkan kami menanggung semua biaya pengobatan dan hingga anak Ibu sembuh."
Melinda menatap Sadewa tajam. “Bagaimana saya bisa percaya kamu? Ke depannya belum tentu tidak ada korban lagi. Label alergen itu sangat penting. Perusahaan Anda sangat lalai."
Lina mengeluarkan beberapa dokumen dan menjelaskan isi dokumen itu. “Kami membentuk tim audit independen. Semua produk akan diuji ulang dan dilabeli ulang dengan ketat. Kami juga akan membuka hotline untuk pelaporan reaksi alergi." Lina juga mengeluarkan cek dengan nominal yang telah diberikan Sadewa. "Ini sebagai biaya pengobatan dan mohon jangan dilanjutkan masalah ini."
Melinda segera mengambil cek itu dan melihat nominalnya. “Baik, saya akan pertimbangkan lagi surat tuntutan itu.”
Sadewa mengangguk pelan. “Terima kasih, Ibu.”
Setelah pamit, Sadewa dan Lina keluar dari rumah tersebut. Mereka berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir. Tangga depan rumah Melinda agak licin karena hujan gerimis yang mengguyur beberapa waktu sebelumnya.
Saat mereka menuruni anak tangga marmer di teras rumah, tiba-tiba kaki Lina terpeleset.
“Akh!” teriak Lina, tubuhnya kehilangan keseimbangan.
Refleks, Sadewa segera meraih lengannya dan menarik tubuh Lina ke arahnya. Lina jatuh tepat ke pelukan Sadewa, dan mereka berdiri sangat dekat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci.
Lina tersenyum dalam hatinya. Beberapa detik berlalu dalam keheningan.
"Maaf, Pak, saya tidak sengaja," gumam Lina dengan wajah memerah. Dia menegakkan kembali badannya.
Sadewa segera melepaskan pelukannya, lalu mengangguk singkat. “Hati-hati kalau jalan.”
Sadewa segera berjalan menuju mobilnya dan masuk ke dalam mobil. Saat Lina akan masuk, Sadewa justru menutup pintu mobil itu.
"Lina, kamu pesan taksi online saja ya. Aku buru-buru, tidak bisa mengantar kamu karena rumah kita berlawanan arah."
Lina terpaksa tersenyum dan mengangguk. Dia tidak mungkin memaksa Sadewa. Setelah mobil Sadewa pergi, Lina terus mendumel. "Buru-buru? Bisa-bisanya Pak Dewa tergila-gila sama Syifa."
Tanpa sepengetahuan mereka, di balik jendela mobil hitam yang parkir beberapa meter dari sana, sebuah kamera tersembunyi telah merekam momen tersebut. Lensa panjang menangkap sudut terbaik, dan pemilik kamera tersenyum tipis dari balik topi dan maskernya.
“Dapat satu bukti,” gumamnya. “Mari kita lihat bagaimana publik menilaimu setelah ini, Dewa.”
harus di ajak ngopi² cantik dulu si Lina nih😳😳😳
musuh nya blm selesai semua..
tambah runyam...🧐
mungkin kah korban itu sebuah jebakan🤔🤔🤔