NovelToon NovelToon
PESONA TETANGGA BARU

PESONA TETANGGA BARU

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Bagaimana rasanya... hidup tanpa g4irah, Bu Maya?"

Pertanyaan itu melayang di udara, menusuk relung hati Maya yang sudah lama hampa. Lima tahun pernikahannya dengan Tama, seorang pemilik bengkel yang baik namun kaku di ranjang, menyisakan kekosongan yang tak terisi. Maya, dengan lekuk tubuh sempurna yang tak pernah dihargai suaminya, merindukan sentuhan yang lebih dalam dari sekadar rutinitas.

Kemudian, Arya hadir. Duda tampan dan kaya raya itu pindah tepat di sebelah rumah Maya. Saat kebutuhan finansial mendorong Maya bekerja sebagai pembantu di kediaman Arya yang megah, godaan pun dimulai. Tatapan tajam, sentuhan tak sengaja, dan bisikan-bisikan yang memprovokasi h4srat terlarang. Arya melihatnya, menghargainya, dengan cara yang tak pernah Tama lakukan.

Di tengah kilau kemewahan dan aroma melati yang memabukkan, Maya harus bergulat dengan janji kesetiaan dan gejolak g4irah yang membara. Akankah ia menyerah pada Godaan Sang Tetangga yang berbaha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

Malam itu, meja makan terasa lebih tegang dari biasanya. Bukan karena lauknya kurang atau nasi terlalu keras, tapi karena percakapan yang baru saja mereka mulai. Maya merasakan tatapan Tama yang masih menatapnya, penuh keraguan. Ia tahu suaminya sedang menimbang-nimbang, antara perasaan tidak rela dan kebutuhan mendesak.

"Jadi... kamu serius mau kerja jadi pembantu rumah tangga, Yank?" Tama akhirnya memecah keheningan, suaranya berat.

Maya mengangguk pelan. "Aku serius, Mas. Kamu tahu kan kita butuh tambahan uang. Bengkelmu kan juga belum stabil. Kalau kita bisa menabung, siapa tahu bisa buat berobat lagi, Mas. Demi anak kita." Maya sengaja menekankan soal anak, tahu itu adalah titik lemah Tama.

Tama menghela napas panjang, mengusap wajahnya yang lelah. "Tapi... pembantu rumah tangga, di rumah orang lain? Di rumah pria lajang lagi." Ada nada tak suka yang jelas dalam suaranya.

"Mas, ini kan cuma bekerja. Aku akan profesional. Aku bukan mau cari yang lain," Maya mencoba meyakinkan, walaupun ada bagian kecil dari dirinya yang berteriak menentang ucapannya sendiri. "Bi Sumi juga ada di sana kok. Lagipula, aku dengar Tuan Arya itu jarang di rumah, sibuk."

"Tetap saja, Yank. Aku nggak suka kamu kerja begitu.

Apa kata tetangga nanti?" Tama menatapnya tajam. "Nggak cukup aku yang kerja keras banting tulang?"

Hati Maya mencelos. Harga diri Tama terluka. Ia bisa merasakannya. "Bukan begitu, Mas. Justru karena kamu kerja keras, aku ingin bantu. Bebanmu berat. Aku juga ingin meringankan," jawab Maya, suaranya melembut. "Lagipula, memangnya kenapa kalau tetangga tahu? Kita kan tidak melakukan hal buruk. Aku cuma bekerja halal."

Tama mendengus. "Halal? Istri orang kerja di rumah duda kaya. Apa nggak jadi omongan? Kamu tahu kan mulut-mulut di kompleks ini bagaimana?"

"Kalau kita nggak macam-macam, kenapa harus takut omongan orang?" Maya balas menatapnya. Ada sedikit keberanian yang muncul dalam dirinya. Ia merasa perlu membela keputusannya. "Mas, aku sudah bilang sama Bi Sumi kalau aku mau datang besok pagi. Sudah janji."

Tama terdiam lagi. Ia menggaruk kepalanya, kebiasaannya kalau sedang bingung. "Tapi, Yank... kita sudah sepakat dulu, kamu di rumah saja. Urus rumah, urus aku."

"Itu dulu, Mas. Sekarang kan kebutuhan beda. Harga-harga naik terus. Kita butuh lebih. Kamu juga sering bilang kan mau membesarkan bengkel, tapi modalnya susah. Kalau aku dapat gaji lumayan, kan bisa untuk modalmu juga, Mas!" Maya memainkan kartu terakhir, tahu Tama sangat ingin mengembangkan bengkelnya.

Mata Tama sedikit berbinar mendengar kata 'modal'. Ia memang sudah lama mengeluhkan masalah itu. Sebuah bengkel yang lebih besar, dengan peralatan yang lebih modern, adalah impiannya. Tapi impian itu terasa begitu jauh dengan penghasilannya sekarang.

"Kamu yakin gajinya lumayan, Yank?" tanya Tama, nadanya sedikit melunak.

"Kata Pak Jaja begitu. Bi Sumi juga bilang begitu," jawab Maya, cepat mengambil kesempatan. "Makanya aku mau coba wawancara dulu. Kalau nggak cocok, ya nggak apa-apa. Tapi kan setidaknya kita coba dulu, Mas."

Tama memandang Maya lekat-lekat, mencoba membaca ekspresi istrinya. Ia melihat tekad di mata Maya, juga sedikit keputusasaan yang selama ini ia sadari. Ia tahu Maya merasa jenuh dengan rutinitas rumah tangga yang pas-pasan.

"Tapi... kalau ada apa-apa, kamu langsung bilang aku ya, Yank?" Tama akhirnya berkata, suaranya penuh kekhawatiran. "Awas kalau sampai ada yang aneh-aneh. Aku nggak rela."

Maya meraih tangan Tama, menggenggamnya erat. "Tentu, Mas. Aku janji. Aku akan jaga diri. Kamu percaya sama aku kan?"

Tama menghela napas, panjang sekali. "Ya... aku percaya sama kamu. Tapi aku nggak terlalu percaya sama pria-pria yang suka melihat kesempatan. Apalagi kalau sudah tahu istri orang."

Hati Maya mencelos lagi. Perkataan Tama itu seperti belati kecil yang menusuk. Ia tahu ada kebenaran dalam perkataan itu, dan ia merasa bersalah karena ada bagian dari dirinya yang justru mengharapkan adanya 'kesempatan' itu.

"Aku akan hati-hati, Mas. Aku akan jaga diri baik-

Baik," kata Maya, meyakinkan. "Ini demi kita, Mas. Demi masa depan kita."

Tama mengangguk pelan. "Baiklah. Kalau itu maumu. Tapi kalau kamu merasa tidak nyaman, langsung berhenti ya. Jangan dipaksakan."

"Iya, Mas. Terima kasih, Mas. Kamu memang yang terbaik," Maya berusaha tersenyum tulus, meskipun ia tahu ada hal besar yang ia sembunyikan.

Malam itu, Maya tidur dengan perasaan campur aduk. Ada rasa lega karena Tama akhirnya mengizinkan, tapi juga cemas. Cemas tentang apa yang akan terjadi besok. Cemas tentang Arya. Dan cemas tentang dirinya sendiri, apakah ia sanggup menahan diri dari godaan yang ia tahu akan datang.

***

Keesokan paginya, Maya bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa lebih segar, meskipun tidurnya semalam tidak terlalu nyenyak. Ada antusiasme yang aneh dalam dirinya. Ia menyiapkan sarapan untuk Tama seperti biasa, tetapi pikirannya sudah melayang ke rumah sebelah.

"Kamu sudah siap-siap, Yank?" tanya Tama saat sarapan, suaranya masih terdengar sedikit berat.

"Sudah, Mas. Nanti habis kamu berangkat, aku langsung siap-siap," jawab Maya. Ia mengenakan daster yang lebih rapi dari biasanya, dan ia bahkan sempat memulaskan sedikit bedak di wajahnya.

Tama memperhatikan. "Mau dandan begitu ke tempat kerja?"

Maya tersipu. "Ya kan mau wawancara, Mas. Masa lusuh. Kan biar kelihatan rapi dan niat."

jauh. Tama hanya mengangguk, tidak berkomentar lebih

Setelah Tama berangkat ke bengkel, Maya langsung bergegas. Ia menyisir rambutnya, mengoleskan pelembap bibir, dan memilih daster berwarna biru muda yang paling bagus. Ia juga memakai anting-anting kecil yang jarang ia gunakan. Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Mata itu, yang semalam penuh keraguan, kini memancarkan sedikit cahaya. Sedikit. Tapi cukup untuk memberinya semangat.

"Bismillah," bisiknya pada diri sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat.

Ia mengambil ponsel dan sebuah buku catatan kecil, berjaga-jaga jika perlu mencatat sesuatu. Lalu, dengan langkah mantap namun hati yang berdebar, ia keluar dari rumah.

Udara pagi terasa sejuk. Sinar matahari mulai menghangatkan kulitnya. Maya berjalan pelan menuju gerbang rumah Arya. Gerbang besi tempa yang kemarin hanya bisa ia intip dari jauh, kini berada tepat di depannya.

Ia menekan bel. Suara 'ding-dong' yang elegan terdengar jelas di keheningan pagi. Beberapa detik berlalu. Tak ada jawaban. Maya menekan lagi. Kali ini lebih lama.

Krekkk.

Suara gerbang terbuka sedikit. Bi Sumi muncul dari balik gerbang, tersenyum ramah.

"Mbak Maya! Sudah datang! Mari, mari masuk," Bi Sumi mempersilakannya.

Maya melangkah masuk, merasakan kakinya sedikit gemetar saat menginjak halaman luas yang terawat. Udara di sini terasa berbeda. Wangi bunga-bunga tropis bercampur dengan aroma kopi yang samar.

"Tuan Arya sudah menunggu di ruang kerja, Mbak.

Mari saya antar," kata Bi Sumi sambil berjalan di depannya.

Maya mengangguk. Ia mengikuti Bi Sumi, melewati taman kecil dengan kolam ikan koi yang jernih. Rumah ini benar-benar megah. Setiap detailnya terlihat mahal dan terawat. Jauh berbeda dari rumahnya yang sederhana.

Mereka memasuki pintu utama yang terbuat dari kayu jati berukir. Ruang tamu yang luas menyambutnya, dengan sofa-sofa kulit mewah dan lukisan abstrak besar di dinding. Semuanya begitu bersih, begitu rapi, dan begitu... sunyi.

Bi Sumi berjalan menuju sebuah pintu kayu di ujung koridor. "Ini ruang kerja Tuan Arya, Mbak." Ia mengetuk pintu perlahan. "Tuan, Mbak Maya sudah datang."

"Masuk," suara Arya terdengar dari dalam. Suara yang dalam dan berwibawa, membuat bulu kuduk Maya meremang.

Bi Sumi membuka pintu. Maya melangkah masuk, jantungnya berdebar kencang. Ruangan itu didominasi oleh rak buku tinggi yang penuh dengan buku-buku tebal,meja kerja besar dari kayu gelap, dan kursi kulit yang terlihat sangat nyaman. Aroma kertas dan sedikit bau cerutu yang lembut memenuhi ruangan.

Arya duduk di kursi kerjanya, menghadap meja. Ia mengenakan kemeja biru muda yang pas di tubuhnya, memperlihatkan lengannya yang berotot. Rambutnya tersisir rapi. Penampilannya benar-benar memancarkan aura seorang pengusaha sukses. Ia mendongak, matanya yang tajam menatap Maya. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum yang sama dengan yang Maya lihat kemarin, namun kali ini, terasa lebih dekat, lebih... pribadi.

"Silakan duduk, Mbak Maya," kata Arya, menunjuk kursi di depan mejanya.

Maya duduk, tangannya sedikit gemetar di pangkuan. Mata Arya menatapnya lurus, membuat Maya merasa semua pertahanan dirinya runtuh. Ini bukan lagi sekadar wawancara biasa. Ada ketegangan yang tak terucap di antara mereka, sebuah ketegangan yang membuat Maya merasa 'greget' sekaligus penasaran. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

1
Mar lina
kalau sudah ketagihan
gak bakal bisa udahan Maya..
kamu yg mengkhianati Tama...
walaupun kamu berhak bahagia...
lanjut Thor ceritanya
lestari saja💕
klo sdh kondisi gtu setan gampang bgt masuk menghasut
lestari saja💕
ya pasti membosan kan bgt.bahaya itu
lestari saja💕
mampir,penulisannya bagus,semoga ga berbelit2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!