Aluna, 23 tahun, adalah mahasiswi semester akhir desain komunikasi visual yang magang di perusahaan branding ternama di Jakarta. Di sana, ia bertemu Revan Aditya, CEO muda yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti drama. Aluna yang ceria dan penuh ide segar justru menarik perhatian Revan dengan caranya sendiri. Tapi hubungan mereka diuji oleh perbedaan status, masa lalu Revan yang belum selesai, dan fakta bahwa Aluna adalah bagian dari trauma masa lalu Revan membuatnya semakin rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Jadi berhati-hatilah!
"Sayang ....," Aluna membuat suaranya semanja mungkin agar lebih meyakinkan, "Biarkan saja mereka, aku tidak pa pa, lagi pula aku juga tidak begitu berniat datang, lebih baik kita pulang saja." ucapnya sembari bergelayut manja di lengan suaminya.
Disadari atau tidak, ada senyum tipis yang terukir di bibir Revan meskipun dengan cepat ia menormalkan mimik wajahnya, ia segera melingkarkan tangannya di pinggang Aluna dengan protektif. Ia menatap satu per satu wajah mereka yang tadi mencibir.
“Kalian tahu... saya sudah terbiasa dengan orang yang mengukur nilai seseorang dari penampilan. Kalian beruntung saat ini istri saya memaafkan kalian, tapi tidak untuk lin waktu.” ucapnya dengan suara tenang tapi penuh tekanan.
Ia kembali menatap Aluna dengan lembut,
“Lain kali, saya tidak akan diam saat orang yang saya cintai dihina.”
kemudian kembali memandang ke arah Haira dan Dirga.
“Jadi berhati-hatilah ....”
Teman-teman Haira hanya bisa menunduk. Tidak ada pembelaan yang bisa mereka lontarkan. Sementara tamu-tamu lain mulai berbisik dengan ekspresi canggung dan kagum.
Tiba-tiba, seorang pria paruh baya dengan jas biru tua dan wajah penuh wibawa melangkah mendekat. Dialah Doni Pradana, ayah dari Haira. Wajahnya menunjukkan ketidaksenangan—bukan pada Revan atau Aluna, tapi pada kejadian yang baru saja terjadi karena ulah putrinya.
“Tuan Revan… saya mohon maaf atas kejadian yang sangat memalukan ini. Saya benar-benar tidak tahu jika putri saya dan teman-teman nya akan bersikap seperti itu kepada istri Anda.” ucapannya terdengar begitu sungkan.
Raka menatapnya dan mengangguk hormat, tapi tetap tenang.
“Saya menghormati Anda, Pak Pradana. Saya tahu ini bukan kesalahan Anda, dan saya tidak ingin membuat keributan di acara pertunangan putri anda. Tapi saya juga tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa.”
Ia menarik nafas, lalu kembali menatap Haira dan teman-temannya,
“Saya memaafkan kalian saat ini karena kalian belum tahu siapa Aluna.” lanjutnya kemudian ia mengeratkan pegangan pada pinggang Aluna.
“Dan sekarang saya perkenalkan secara resmi, ini istri saya Aluna Pradipta. Dan saya tidak akan pernah membiarkan siapa pun merendahkannya lagi.”
Tuan Pradana menunduk hormat, ia benar-benar tidak mau terjadi masalah setelah ini apalagi investor terbesar di perusahaannya adalah pria di depannya yang istrinya baru saja dihina oleh putrinya.
“Sekali lagi, saya mohon maaf, Nona Aluna. Keluarga kami merasa sangat malu. Saya akan pastikan kejadian seperti ini tidak terulang.”
Aruna mengangguk pelan, tapi tidak berniat menjawab, Tifani yang sedari tadi berdiri di belakang Aluna akhirnya tersenyum penuh kemenangan.
“Kalian berdua adalah tamu kehormatan kami. Mohon berkenan untuk mengikuti acara hingga selesai.”
"Saya rasa kami tidak punya urusan lagi di sini." ucap Revan, kemudian beralih menatap Aluna.
“Kita pulang ya? Kita sudah cukup menghadiri acara ini. Kita tidak perlu berdiri di ruangan yang sama dengan orang-orang yang telah mempermalukan mu."
Aruna menatapnya—mata mereka saling bertaut, lalu ia mengangguk pelan.
Hmmm ...., Revan berdehem kecil kemudian menggandeng Aluna dan membawanya keluar dari kerumunan dengan elegan.
"Kamu nggak harus tahan diperlakukan seperti gitu lagi. Aku akan selalu di sini untuk pastikan kamu dihargai, sesuai tempatmu." bisik Revan di telinga Aluna.
Mereka berjalan keluar ballroom bergandengan tangan. Semua mata mengikuti mereka, tapi kali ini, bukan dengan ejekan—melainkan dengan rasa malu dan takjub.
Sedangkan Bastian dan Tifani hanya diam dan berjalan di belakang mereka. Bastian kali ini tidak perlu bertindak karena bosnya sudah bertindak lebih baik.
Bastian dengan cepat membukakan pintu untuk Aluna dan Revan membiarkan mereka masuk ke dalam mobil yang sudah siap di depan gedung, kemudian ia segera ikut masuk dan duduk di balik kemudi.
Hingga mobil melaju meninggalkan gedung itu, Tifani masih terpaku. hingga saat mobil itu benar-benar menghilang ia baru menyadari sesuatu.
"Ehhh tunggu, gue tadi barengan sama Aluna kan...," gumamnya pelan, kemudian tampak berpikir lagi, "Trus, gue sekarang sama siapa?"
"Aluna ..., tega banget sih Lo ninggalin gue. Gue pulangnya sama siapa?" teriaknya memanggil Aluna, tapi jelas tidak akan terdengar oleh sahabatnya itu.
"Terpaksa deh, gue harus jalan kaki. Mana ada taksi malam-malam gini ...," gerutunya kesal sembari melepas sepatu hak tingginya, ia perlahan berjalan menyusuri trotoar sembari sesekali melihat aplikasi ojek online-nya berharap masih ada taksi atau ojek yang bisa ia order malam ini. Tapi hasilnya nihil, apalagi tempat ini cukup jauh dari jalan utama.
Hingga tiba-tiba sebuah mobil berhenti di sampingnya membuat langkah Tifani terhenti,
Saat kaca mobil terbuka, Tifani bisa melihat siapa yang duduk di balik kemudi,
Dia ...., serius dia balik cuma mau jemput gue ..., batin Tifani masih tidak percaya, ia berkali-kali mengucek matanya memastikan yang ia lihat itu benar.
"Masuk!" perintah pria itu tapi Tifani masih bergeming di tempatnya. Ia masih bingung harus melakukan apa, padahal jika ia menolak tawaran pria itu kali ini ia pasti akan sampai di kontrakannya besok pagi katanya jam-jam seperti ini jelas tidak akan ada ojek ataupun taksi online di tempat itu.
"Masuk, atau akan aku tinggal!" ancam pria itu.
Ya ampun, dia duplikatnya ya ...., kejam sekali ..., batin Tifani.
"Aku hitung sampai tiga, kalau tidak masuk aku tinggal. Satu ...., dua ...., ti....,"
"Iya...., iya ..., aku masuk."
Dengan cepat Tifani membuka pintu mobil dan duduk di bangku belakang.
Bersambung
Happy reading