Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.
Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.
Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?
~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."
- Al Ghifari Patiraja -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Ada yang kurang
Aya mempercepat langkahnya disusul Ghi yang memang sudah pasti tak akan kalah dengannya. Meski Aya berusaha secepat mungkin, Ghi jelas lebih unggul dalam segi ketangkasan fisik begini.
Papa? Ia justru memilih diam sejenak di rumah temannya tadi buat ngopi setitik.
"Aya sama Ghi duluan pulang aja, papa mau ngopi sebentar di rumah pak Yayan."
Huftt! Tau gitu, tadi ia pulang duluan.
"Saya tau saya salah, Ay." langkah Ghi memotong di depan Aya, "dan untuk itu saya minta maaf."
Namun rupanya Aya masih saja menatapnya penuh kebencian, terlebih wajah Ghi selalu memutar kembali memory semalam.
Aya hanya menatapnya penuh sorot amarah lalu memutuskan untuk mengambil langkah ke samping melewati Ghi begitu saja dan masuk ke dalam rumah.
Dering telfon kesatuan menghentikan usaha Ghi kali ini, bumi pertiwi telah memanggilnya lagi. Cukup membuatnya ragu dan memijit pangkal hidung.
"Ck." Ghi bergegas masuk demi berpakaian seragam dan sarapan yang ia lewatkan barang sesuap.
***
Aya terlihat ikut terlibat dengan mama di dapur, rambutnya yang basah tanda jika istrinya itu baru saja mandi.
Bukankah tadi pagi ia ijin ingin ke rumah Riri?
"Ngga jadi ke rumah Riri?" tanya Ghi yang tak dihiraukan Aya, matanya hanya melirik tanpa mau menoleh. Bukan Aya yang menjawab melainkan mama.
"Udah pikun. Kan katanya ngga diijinin pergi sama suaminya?" cibir mama.
"Ini segini udah mateng belum, ma?" tanya Aya justru menunjukan hasil masakan keduanya dibantu bi Wiwin lalu digelengi mama, "sampe golden brown, neng." Aya mengangguk.
"Nugas?" tanya mama. Ghi mengiyakan dan memilih menghampiri untuk sejenak sambil makan tipis-tipis.
Sembari memperhatikan Aya yang sibuk sendiri disana, Ghi mengambil piring serta isinya. Semakin lama ia perhatikan, rupanya Aya cukup sadar. Buktinya ia yang jadi salah tingkah dengan menjatuhkan beberapa barang dengan panik.
Gubrak...
Pluk...
"Alah copot! Barang copot! Apanya yang copot, ehhh..." dan bi Wiwin yang terkejut ikut refleks, membuat mereka tertawa.
"Neng, atuh hati-hati..." sembur bi Wiwin.
"Nah tuh, hati-hati..." tegur mama.
"Hahaha, ngga sengaja bi...maaf." ucapnya segera memungut barang yang dijatuhkan. Namun begitu seterusnya...Aya terlihat salah dan gelagapan, terlebih setelah netra Aya sempat mencuri-curi memergoki Ghi yang tengah memperhatikannya.
Hingga akhirnya Aya memutuskan untuk membelakangi meja pantry, tempat dimana Ghi makan dan minum.
Sayangnya moment lucu dan menggemaskan itu harus Ghi sudahi mengingat tugasnya tak bisa menunggu.
~Aya~
Ia sangat tau, jika langkah sendal itu adalah Ghi, dan semakin dekat ia melangkah menghampirinya, mama dan bi Wiwin yang tengah membuat pastel.
Jika dulu, weekend ia isi dengan kegiatan hangout bersama teman, maka mulai sekarang...hari weekend-nya akan ia habiskan bersama mama Rena, meskipun sebenarnya rencana kemarin adalah ia ikut jalan-jalan dengan Riri, Yena dan Alma.
Aya terpaksa membatalkannya, agenda menonton film horor terbaru di bioskop sebab ijin Ghi yang tak turun. Bagaimana pun, ia tak mau lagi membuat masalah yang nantinya akan membuat Ghi marah dan melakukan hal seperti semalam. Aya menggeleng tak mau, bahkan sampai sekarang, rasa di bagian *dewi-nya* itu masih terasa ada yang mengganjal.
Ghi masih kekeh bertanya, padahal sejak tadi pagi ia sudah mengacuhkannya, menganggap seolah Ghi hanya patung yang tak perlu ia hiraukan. Seolah Ghi, bukanlah spesies hidup di muka bumi tempatnya bernafas.
Dan pertanyaan itu, seperti lelucon untuk Aya, dimana mama Rena saja bisa menjawabnya untuk Aya, sungguh mertua idaman, *i love you mama! Anak mama kejam*! Andai saja mama dan papa tau, mungkin Ghi sudah mereka hukum berat.
Tapi Aya cukup tau diri untuk menyimpan masalah rumah tangganya yang terbilang, memalukan untuk diumbar termasuk pada mama dan papa.
"Udah pikun. Kan katanya ngga diijini sama suaminya?"
Aya mengu lum senyum tipis di balik wajah dinginnya, sambil menerima pastel yang sudah siap ia goreng sepaket isian telur, bihun dan sayuran dari mama.
"Ini minyaknya harus panas banget atau dari dingin dulu, bi?" tanya nya lebih memilih fokus pada kerjanya, sementara obrolan Ghi dengan mama...ia tak peduli. Meski Aya cukup dibuat bertanya-tanya tak percaya melihat sekilas tampilan Ghi, *yang bener aja, weekend ditrabas juga buat nugas*?! *Gila kerja*!
Ia mencuri-curi pandang pada Ghi saat tak sengaja menoleh demi memperhatikan mama dan pekerjaannya.
"Coba tepungnya neng, biar ngga lengket." Pinta mama, dan kembali lirikan mata Aya tak sengaja memergoki Ghi tengah memperhatikannya intens.
Ingin rasanya Aya langsung menyerbunya lalu menusuk mata itu dengan garpu atau pisau.
Nyatanya, sikap Ghi membuat dirinya dilanda nervous dadakan.
Gubrak...
Pluk!
Sikunya tak sengaja menjatuhkan rolling pin, tak lama tangannya juga menjatuhkan tempat penyedap rasa dari meja, argghhh! Pergi sana hush! Go to the hell! Ngapain juga masih disini!
Aya masih membolak-balikan pastel di dalam kubangan minyak panas, warnanya belum sampai golden brown kalo kata mama. Namun mulutnya itu sudah mengunyah pastel-pastel yang sudah matang sebelumnya.
"Kayanya kalo dijual laku nih ma, enak asli!" puji Aya tak ada henti-hentinya mengunyah. Di saat yang sama bunda juga melakukan video call padanya, dan melihat apa yang tengah dikerjakannya.
"Mauuu!" seru Ica melihat keseruan Aya, patutlah Aya terlihat lebih berisi disana, karena kerjanya makan terus makanan enak buatan tante Rena.
"Sini ke kota kembang Ca!" ajak mama Rena.
"Jangan ma, nanti dia ngabisin makanan..." sela Aya.
"Cieeee, udah manggil mama aja....terus manggil bang Ghi apa? Sayang?" cibir Ica ditertawai bunda dan mama Rena.
"Pak polisi." Jawab Aya kini membuat adiknya itu meledakan tawanya.
"Terus sekarang pak polisinya kemana?" tanya Ica lagi.
"Ke laut." Jawab Aya ngasal mengundang gelengan kedua ibu. Mama tersenyum penuh makna, merasa jika antara Ghi dan Aya, sepertinya ada sesuatu.
"Aduhhh, bunda jadi kangen ke sana lagi nih...sehat-sehat ya nak, teh..."
Aya menutup panggilan videonya bersama keluarga di ibukota.
"Udah mateng semua ya bi?" tanya Aya diangguki bi Wiwin.
//
Mama dan papa terlihat tengah duduk berdua di teras samping dan Aya membawa serta sepiring penuh pastel itu.
"Tadaa! Hasil Aya, mama sama bi Wiwin, papa jadi tim cicip."
"Berani bayar berapa?" tanya papa Sakti. Aya merogoh saku samping celananya dan mengeluarkan jemari yang telah ia tautkan jadi love dari sana, dan aksi Aya itu mengundang tawa kedua orangtua Ghi.
"Aaa langsung klepek klepek, bikin pastel ini teh ceritanya ? Coba...papa coba..." Apalagi yang paling bisa membuat seorang pria bahagia di usianya yang menjelang senja? Ngopi bareng istri, anak mantu. Mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja sampai ia bisa mendapatkan cucu.
"Bukan ceritanya pap..." ralat mama ikut mencomot pastel yang sudah menghangat, "ini kalo isinya kita pakein kentang sama keju juga enak, Ay."
Aya mengangguk setuju, "aslinya ma, enak bangettttt pasti! Mau Aya jual ah," ia cekikikan duduk di kursi depan mama dan papa bersama dedaunan segar yang melambai tertiup angin.
"Besok kita bikin mie ayam mau ngga? Ghi tuh paling suka mie ayam dipakein pangsit isian ayam."
Aya cukup dibuat menelan saliva saat nama Ghi disebut, berikut makanan favoritnya.
"Boleh ma," Aya memilih mengunyah lagi.
"Apa coba yang kurang, ma?" tanya papa menyela.
"Kopi?" tanya Aya digelengi papa, yang menunjuk ke cangkir kosong di sampingnya, "itu udah abis kopi mah."
"Saos? Apa kurang banyak?" tanya mama digelengi papa juga.
"Cucu." Jawab papa memancing Aya untuk tersedak dan terbatuk.
"Uhukkk! Uhuukk!"
.
.
.
.
.
lanjut
lanjut
lagi sedihhh pengen ketawa ngakak