NovelToon NovelToon
Masinis, I Love You!

Masinis, I Love You!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / EXO / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:12.2k
Nilai: 5
Nama Author: Redchoco

Pernikahan Serena dan Sabir terjalin karena keduanya sepakat untuk pulih bersama setelah dikhianati kekasih masing-masing. Terbiasa berteman selama ini membuat perasaan cinta tumbuh serta-merta. Namun, di saat semua nyaris sempurna, Tuhan memberikan Sabir cobaan dalam urusan kerja. Di mulai dari sini, akan mereka temukan arti cinta, pertemanan dan keluarga yang sebenarnya.

Mari, ikuti lika-liku perjalanan Bapak Masinis dan Ibu Baker yang ingin menjadi pasutri apa adanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redchoco, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Panggilan telepon

Awalnya, Serena tidak merasa ini salah. Panggilannya kepada Sabir yang tidak kunjung berbalas barangkali karena suaminya terlalu lelah hari ini dan terlelap lebih awal. Namun, setelah lebih sepuluh kali mengulangi nomor yang sama, ia mulai merasa ada yang salah. Apakah Sabir marah karena sebelumnya ia mengabaikannya?

Sudah pukul delapan malam, kini Serena sendirian di toko sebab Ningsih hanya bekerja hingga sore hari. Dalam hati mulai gelisah memikirkan perbuatannya hari ini : memeluk pria yang bukan suaminya—bahkan dia tidak cukup dekat untuk dianggap teman. Hanya karena pernah suka, apa Serena semudah itu terbawa suasana?

"Kenapa aku meluk balik, sih?" Perasaan sesal lamat-lamat melingkupinya. "Tapi aku beneran udah enggak ada rasa, kan, ya?" Monolognya pada udara kosong. Tidak peduli jika orang-orang dapat memandanginya dari luar kaca toko.

"Ah, udah pasti enggak, lah. Dia udah lama hilang, juga." Hadirnya pria itu hanya sesaat, mana mungkin membawa perasaannya kembali, begitu pikirnya. "Ya, aku enggak suka Janu. Sabir sudah lebih dari cukup. Eh, apa aku menyukai Sabir? Ah, enggak kayaknya. Tapi aku sering deg-degan kalau dekat sama dia akhir-akhir ini, sih." Barangkali ia akan dianggap indigo karena sibuk berbicara pada diri sendiri. Tidak apa-apa. Ia lagi-lagi tidak peduli pandangan orang.

"Hmm..." bibirnya mengerucut. "Sabir kalau diingat-ingat memang idaman, ya. Enggak salah kalau Mama suka dia."

Muncullah sekelebat ingatan baru-baru ini. Bagaimana sosok suaminya penuh perhatian, membawa perasaan yang jauh lebih menyenangkan dari saat mereka berteman. Bahkan keadaan di mana mereka buru-buru pulang untuk mengangkat jemuran—dalam harapan semoga hujannya belum sampai ke komplek yang ditempati, Sabir merelakan tubuhnya basah kuyup untuk mengumpulkan segala pakaian dan membiarkan Serena masuk ke rumah lebih dulu.

"Pria sejati banget, kayaknya. Atau kenyataannya, ya?"

Tengah asyik bermonolog sembari membayangkan suami, ponselnya berdering, menampilkan nama yang kebetulan sedang dipikirkan.

Antusias, Serena menerima panggilan video tersebut.

"Halo, ibu. Capek banget mukanya." Sabir tersenyum menampilkan giginya yang rapi. "Pasti kangen aku, nih."

Serena mendengus.

"Bapak ini ya, ditelpon dari tadi kok enggak diangkat-angkat? Ke mana, sih?"

"Maaf, hape tadi di-charge, aku ngumpul sama rekan di mes."

"Kirain kenapa-kenapa sampai enggak angkat panggilan aku."

Di tempatnya, Sabir memilih bungkam. Meski gurat di wajahnya nampak letih, ia tersenyum. Tidak mau membahas apa pun, meski sangat ingin tahu tentang sesuatu yang ia terlanjur tahu. Hanya ingin mendengar apabila Serena mau bercerita tentang kisahnya hari ini. Namun jika tidak diceritakan pun, tidak apa-apa. Istrinya tidak perlu tahu bahwa telepon seluler yang ia punya mati karena saat dibawa baterainya sisa seperempat, dan habis tatkala menunggu panggilannya bersambut untuk kali ke sekian. Serena bilang telah menelpon berkali-kali, akankah sama banyaknya dengan yang Sabir lakukan, sampai-sampai dia kelihatan kesal?

"Maaf, ya. Tadi aku udah nelpon kamu. Mau ngabarin udah sampai ke tujuan dengan selamat, enggak kekurangan satu hal apa pun, terus bakal nginap di mes dan sampai ke rumah besok sore."

Dengan penjelasan yang dipaparkan dalam nada rendah itulah, Serena mulai teringat dengan kesalahannya hari ini : mengabaikan panggilan dari suami sendiri.

"Sab,"

"Iya?"

"Maaf karena enggak angkat panggilan kamu tadi, ya. Enggak sengaja kepencet mode hening, aku jadi enggak dengar nada deringnya."

"Enggak apa-apa. Hari ini di toko sibuk banget, ya?"

"Enggak terlalu, sih. Banyak yang datang cuma buat pesan kopi panas. Mungkin karena udaranya lagi sejuk kali, ya.""

Sabir di sana manggut-manggut.

"Ada cerita menarik hari ini enggak, Er?"

"Eng?" Serena terhenyak sejenak. Dalam hati tengah berdiskusi dengan diri sendiri : perlukah menceritakan pertemuannya dengan Janu?

"Enggak ada yang menarik." Sepertinya tidak perlu diceritakan. Serena tidak mau Sabir berpikir yang aneh-aneh, sebab teman masa kecilnya itu sungguh tahu betul bagaimana gilanya Serena menyukai Janu Baskara. Serena takut Sabir akan merasa dikhianati, walaupun ia tidak berniat begitu.

"Kalau kamu? Ada cerita menarik? Gimana sama flashmob-nya? Jadi?"

"Jadi, kok. Mau lihat? Biar aku kirimi videonya."

Serena mengangguk.

"Aku kirimi di WA, ya. Setelah ini aku mau izin tidur lebih awal, boleh?"

"Lho, kenapa pakai izin segala?"

"Siapa tahu kamu masih pengin ngobrol. Emangnya enggak rindu sama bapak Sabir?"

Serena pura-pura mendengus.

"Enggak lah!"

Sabir terkekeh kecil.

"Tidur yang nyenyak malam ini ya, Er. Buruan pulang ke rumah, istirahat, lanjut besok lagi kerjanya. Kamu enggak kerja untuk kaya, kan?"

"Kenapa emang?"

"Enggak kenapa-kenapa. Aku maunya kamu kerja karena suka, enggak terobsesi sama apa pun. Karena urusan nafkah, sekarang kamu sudah tanggung jawabku."

Mau tidak mau, Serena mengulum bibir. Berusaha untuk tidak salah tingkah.

"Aku bikin roti karena suka, buka toko juga karena suka, bukan mau jadi miliarder, Sab."

"Gitu, ya? Beneran karena suka?"

Serena mengangguk.

"Kalau nikah sama aku, karena suka juga?"

"Eh?"

"Ya?"

"Gimana, gimana? Kamu bilang apa?"

"Enggak jadi. Aku tutup, ya. Habis ini langsung aku kirimi video flashmob-nya. Dadah!"

Pip!

Serena hanya mampu terdiam memandangi layar ponsel. Panggilan telah dimatikan sepihak.

Sementara di lain sisi, Sabir menahan sesak begitu melihat foto yang telah tersimpan di galeri ponsel. Foto Serena, berpelukan dengan seorang pria. Dengan menguatkan hati, ia menggeser foto tersebut untuk menemukan video flashmob-nya, kemudian menekan pilihan kirim.

Pukul sepuluh malam saat Serena akhirnya membuka video kiriman Sabir. Ia akan menonton itu sejenak, sebelum tidur.

Sesekali tersenyum memandangi suaminya bergerak mengikuti irama musik, fasih sekali. Saat tubuh Sabir tertutupi orang lain, Serena akan memberengut, dan kembali tersenyum begitu wajah suaminya muncul lagi.

Tidak terasa, ia mengulangi video itu sampai tiga kali. Hanya untuk melihat bahagianya Sabir yang konon katanya sudah bisa geal-geol. Ya, memang benar. Gerakannya bukan golongan kaku lagi, betulan sangat lentur.

Setelah puas, Serena meletakkan ponsel di nakas dan bersiap untuk tidur. Namun, bayangan itu muncul. Perasaan bersalah karena tidak jujur pada suaminya. Lantas, ia meraih ponsel kembali, kemudian menghubungi Sabir.

Tidak butuh waktu lama, panggilan tersambung.

"Iya, Er? Belum tidur?"

"Sab,"

"Ya?"

"Aku tadi ketemu Janu."

Hening beberapa saat. Serena menunggu sahutan dengan cemas, sedangkan di tempat lain, Sabir menghela napas.

"Oh ya?" Sabir terdengar riang—setidaknya menurut pendengaran Serena. "Apa rasanya ketemu sama crush zaman baheula itu, Er? Deg-degan enggak, sih?" Ia pura-pura menggoda, meski sebenarnya tidak suka. Ini sudah Sabir khawatirkan sejak berhari-hari lalu, sejak tahu jika anak dari Yolanda Retno akan kembali, namun baru sekarang ia benar-benar merasa sangat-sangat khawatir : bagaimana kalau Sabir akan tersingkirkan oleh sosok masa lalu yang barusan datang ke hadapan istrinya ini? Apa yang terjadi?

Barangkali, respon Sabir barusan berhasil menenangkan hati Serena. Nampaknya sang suami di sana baik-baik saja, jadi ia pun lega.

"Enggak gimana-gimana. Aku cuma kaget aja, dia berubah banyak. Mungkin karena dia juga enggak pernah posting apa pun di media sosial kali, ya. Aku jadi enggak tahu perubahannya."

"Begitu, ya?"

Serena berdeham, mengiyakan.

"Lain kali kamu ketemu dia, ya? Mau aku kenalin siapa suamiku, walaupun dia udah tahu juga, sih."

"Kapan-kapan, ya."

"Sekarang dia udah jadi chef, lho." Lalu percakapan itu mengalir sudah. Serena bercerita tentang hari ini, dan Sabir setia mendengar di ujung sana.

"Aku juga bahas baking sama dia, dia nanyain roti apa aja yang aku bisa buat, terus aku kasih tahu masih susah dalam satu hal."

"Sourdough?"

"He'em." Serena sudah tidak perlu heran kenapa Sabir tahu. Sebab tiap kali ia gagal membuat roti yang satu itu, Sabir akan senang hati menghabiskannya meski rasanya aneh sekali pun. Masih teringat subuh hari saat cerita perselingkuhan itu mengudara, Sourdough yang nyaris Serena buang, diambil alih oleh Sabir untuk dibawa pulang. Katanya itu tetap enak jika dimakan dengan butter.

"Dia nawarin diri buat bantu aku bikin roti, besok. Menurut kamu, gimana?"

Sabir otomatis terhenyak. Membantu istrinya? Janu berniat begitu? Untuk apa, sih?!

"Kalau kamu ngerasa dengan dibantu dia kamu bisa mendapat pengetahuan, ya enggak apa-apa. Ini cuma perkara membuat roti, kan?" Sabir menerawang langit-langit kamar mes, dalam diri sedang tempur : Janu tidak ada maksud lain, kan? Tolong beritahu ini hanyalah pembelajaran mengolah sourdough, bukan mengolah hati. Apalagi sampai mengobrak-abriknya. Sabir tidak rela Serena jatuh kembali pada Janu Baskara.

Dan jawabannya Sabir dapatkan :

"Iya, cuma perkara membuat roti. Boleh?"

"Oh, oke. Boleh."

Dengan begitu saja, Serena tersenyum.

Andai Serena tahu, Sabir tidak mengharapkan hari esok ada dalam kalender.

Sayangnya tidak bisa. Tidak akan ada istilah lusa kalau hari ini tidak muncul.

Pagi sekali, keduanya kembali berkomunikasi melalui telepon.

Sabir fokus memerhatikan Serena lewat panggilan video. Istrinya itu sedang sibuk membuat sarapan.

"Baju futsal-ku udah dipesan, nomor punggungnya 8, lho."

"Kan, kamu udah bilang itu kemarin."

"Oh, iya? Aku lupa."

"Makin tua ya begini lah, Pak. Ingatannya bermasalah."

"Tuaan mana sama Ibu Eren?"

Praktis hal itu menyentil Serena tepat di relung hati. Ia langsung melotot ke kamera.

"Wah, ngajak ribut," sewotnya. "Mentang-mentang kamu lebih muda, enggak usah sok-sokan muda juga, kali! Orang kamu berondong jarak dua bulan doang."

Sabir langsung tertawa tidak karuan.

"Jadi aku berondongnya ibu Eren, nih? Yang katanya beda dua bulan sama ibu?"

Serena mendengus, sibuk menggoreng bakwan jagung.

"Udah lah. Bikin sensi bawa-bawa umur, males banget!"

Sabir tersenyum meski istrinya sedang tidak melihat kearahnya.

"Aku mau minta satu hal, boleh? Sebelum berangkat kerja, nih."

Serena berdeham, memperbolehkan.

"Hari ini ponsel kamu jangan dalam mode hening, ya."

Serena menoleh, lagi.

"Gitu doang?"

"Iya, gitu aja."

"Oke, aku pastiin nada deringnya dalam volume penuh. Biar kedengaran sampai ujung bumi."

Sabir hanya tersenyum menanggapi.

"Aku pamit. Kamu kerjanya yang semangat, Mami gula-ku. Tunggu berondongmu ini selesai dinas, ya."

"Eh, apaan banget!"

Dengan begitu saja, keduanya tertawa-tawa. Membahas umur yang faktanya si perempuan lebih tua, memang tidak ada bosan-bosannya sejak dulu. Itulah mengapa panggilan bapak dan ibu pun tidak pernah berganti meski orang-orang yang mendengarnya bisa jadi heran.

***

1
Mamaqilla2
udah end kah ini cerita nya 🤧
Sriza Juniarti
kereenn, saya suka ,alur dan penggalan ktanya bagus
Mamaqilla2
missyuuuu somuch much sama couple ini 🥰
sehat selalu ya othor biar bisa update tiap hari 😍
Mamaqilla2
ternyata udah end ya kak ceritanya 🥴
Sabir kecelakaan kereta dahlah gabisa dilanjutkaaah selallu menunggu lho update mu🤦‍♀️
wattpad: maaf baru balas, kak. akhir-akhir ini lagi sibuk banget sampai lupa update :) hari ini aku post bab baru deh ya...
total 1 replies
Mamaqilla2
kq tumben belum up akak 😌
Nining Chili
wkwkwkwkwkwk....mmg pasangan ini luarr biasaaa 😁
Nining Chili
pstiii si ningsih yg moto 😴😴
Nining Chili
terytaaaaa.... januuu dtgg sabirrr 😁😁
Nining Chili
hahahahaahahahh😂😂😂
Nining Chili
senengnx 🥰
Mamaqilla2
ga usah datanglah Sab ngapain juga aelaaah pikir2 lagiii dah mending berkabar sama bu Eren gasih 😌
Mamaqilla2
hwaaaa ada gasih laki2 seperti Sabir demi apa idaman sekali 🥲
jadinya berkhayal kan akunya🤣
eh btw thor km nulisnya di PF mana nih aku mau baca karya2 mu nih masha allah 😍
Mamaqilla2
eh aku udh suudzon aja nih sma si Ning 🤣
maapkeun ya Ning ternyata km anak baik2 weei 🤣🔨
Mamaqilla2
taraaaa mak jrreeennngggg 😂
akankah terjadi huru hara.. semoga tyduuck😂
Mamaqilla2
boleh lebay gasih ini dibikin drama series tu baguuuussss😂🥰🥰
wattpad: Waduhh, Kak... jadi salting aku😂 makasihhh dukungannya🥰
total 1 replies
Mamaqilla2
keren kata aku mah nih novel duuuuuh sip lah kata2nya 👏
good job thor sukses selalu yaaakk🤗
Mamaqilla2
finally up jugaaa 😂
beruntung nya kamu Serena dapet Sabir duuuuh pak suami idaman istri dan menantu idaman mertua weeeiii 🤣
Mamaqilla2
tumben belum update kaka
Mamaqilla2
𝒘𝒊𝒅𝒊𝒊𝒊𝒊𝒉 𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏 𝒂𝒉 𝒑𝒂𝒌 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒊𝒊𝒓𝒓𝒓𝒓 😍
𝒂𝒌𝒖 𝒚𝒈 𝒃𝒂𝒄𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒋𝒂 𝒎𝒍𝒆𝒚𝒐𝒐𝒐𝒕𝒕... 𝒂𝒑𝒂𝒍𝒈𝒊 𝑺𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒉𝒊𝒉𝒊 😂
𝒃𝒂𝒊𝒌𝟐 𝒚𝒂 𝒉𝒖𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏.. 𝑺𝒖𝒌𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒏𝒐𝒗𝒆𝒍 𝒕𝒑 𝒌𝒆𝒌 𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝒂𝒔𝒕𝒂𝒈𝒂𝒂𝒂 🥰
𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒐𝒕𝒉𝒐𝒐𝒓 𝒖𝒑𝒅𝒂𝒕𝒆𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 ❤
Mamaqilla2
𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒊𝒌𝒂𝒉𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝑺𝒂𝒃𝒊𝒓 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒂𝒊𝒌𝟐 𝒔𝒂𝒋𝒂..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!