Di Dua Hati

"Ap-- apa maksud mama?"

Sungguh, penjelasan si mertua masih membuat Leah merasa bingung. Tentu saja dia tidak mengerti apa yang sedang mama Zain bicarakan. Karena dia tidak sedikitpun tahu apa yang telah terjadi pada Zain setelah dia tinggalkan.

"Ikutlah mama pulang, Leah. Maka kamu akan tahu apa yang sedang terjadi pada Zain."

"Tapi aku .... "

"Apapun yang kamu inginkan dari mama akan mama lakukan. Apapun yang kamu katakan akan mama turuti, Leah. Semuanya, semua yang kamu inginkan. Apapun, mama pasti akan turuti. Katakan saja, Leah. Katakan saja apa yang kamu mau. Karena mama sudah berusaha mencari kamu ke manapun, Leah. Tapi mama tidak sedikitpun menemukan petunjuk di mana kamu berada."

"Pulanglah ke rumah, Leah. Mama mohon. Pulanglah demi Zain. Mama rela melakukan apapun supaya kamu pulang. Karena Zain sangat membutuhkan dirimu, Leah."

"Atau jika tidak, kamu ingin mama bersujud di kakimu sekarang, Leah? Jika iya, mama akan lakukan. Biarkan mama bersujud di kakimu supaya kamu bersedia untuk pulang ke rumah buat melihat Zain," ucap mama Zain kemudian berusaha untuk melakukan apa yang baru saja bibirnya ucap.

Tentu saja Leah tidak akan membiarkan mama mertuanya melakukan apa yang sudah si mertua katakan. Bagaimanapun sakitnya hati Leah, kesadarannya masih terjaga. Dia tidak mungkin membiarkan orang lain bersujud di kakinya. Jangankan itu orang tua, anak-anak saja tidak akan ia izinkan. Karena dirinya tidak ingin disembah oleh siapapun. Dia merasa sangat tidak layak sesama manusia melakukan hal tersebut.

Gegas Leah menahan bahu mama mertuanya itu dengan kedua tangan.

"Jangan, Ma. Apa yang mama lakukan?"

"Mama akan minta maaf padamu. Mama akan memohon padamu supaya kamu mau pulang, Leah. Mama mohon."

"Baiklah. Baiklah. Aku akan ikut mama pulang. Tapi, hanya untuk melihat saja. Tidak untuk tinggal lagi di rumah mama."

"Tapi ... iya, baiklah."

Sedikit pancaran kebahagian terlihat sekarang. Sungguh, persetujuan Leah sangat membuat hati orang tua itu bahagia. Dia sangat sadar akan kesalahan yang sudah ia perbuat sebelumnya. Walau tidak bisa membawa Leah kembali tinggal di rumah mereka, asalkan Leah pulang untuk melihat Zain saja sudah sebuah anugerah buat mama Zain.

Besar pula harapan dalam hati mama Zain saat ini, setelah Leah melihat keadaan Zain sekarang, Leah bisa mengubah keputusannya itu. Dia sangat berharap untuk Leah membuka pintu hati agar bisa memaafkan anaknya. Karena semua kesalahan yang telah terjadi itu murni bukan salah dari anaknya. Anaknya hanyalah korban dari keegoisan dirinya sendiri.

Keegoisan yang membuat hancur hidup anak satu-satunya yang ia punya. Sekarang, dia yang sangat menyesal berharap bisa memperbaiki kesalahan yang telah ia lakukan. Meskipun rasanya, memperbaiki semuanya itu adalah hal yang mustahil.

...

Mereka akhirnya tiba ke rumah setelah berkendara selama beberapa waktu. Karena kesanggupan Leah untuk pulang melihat Zain, mama Zain langsung mengajak Leah melakukan perjalanan pulang sebelum acara pernikahan itu selesai.

Bahkan, karena pulang dengan terburu-buru, mereka bahkan tidak pamit pada siapapun terlebih dahulu. Tapi Leah sudah menitipkan kedua anaknya pada Dita lewat chat singkat yang sudah pula dibalas oleh Dita.

Dari balasan chat tersebut terlihat kalau Dita sangat bahagia karena telah diberikan kepercayaan oleh Leah buat menjaga dua anak kembar Leah tersebut. Emoji bahagia, plus foto kebersamaan Dita dengan si kembar Dita kirimkan pada Leah.

Hal itu membuat Leah tersenyum sepanjang perjalanan. Si mertua yang melihatnya tidak ingin menganggu meski hatinya di penuhi dengan banyak pertanyaan. Setelah tiba di rumah, Leah masih sibuk dengan chat dari Dita. Hal tersebut mau tidak mau membuat mama Zain memanggilkan nama Leah meski dengan hati yang cukup berat.

"Leah. Kita sudah sampai."

"Oh, maaf, Ma."

"Gak papa, Leah. Mama tahu kalian sudah bahagia sekarang. Anu .... "

"Tidak ada. Ayo masuk!"

Sempat ingat untuk menanyakan prihal kehamilan Leah yang Zain temukan setelah kepergian Leah waktu itu. Tapi terlalu berat buat bibir mama Zain untuk mengutarakannya. Alhasil, dia membatalkan niatnya itu dengan cepat.

Sementara Leah yang yakin kalau ada yang ingin mertuanya katakan, kini dibuat merasa penasaran. Saat dirinya diajak masuk, dia hanya memberikan anggukan pelan saja.

Bel pintu mama Zain tekan. Gegas seseorang datang untuk membuka. Leah yang ada di belakang hanya diam saja.

"Nyonya sudah pulang," ucap seseorang yang sudah lama tidak Leah lihat. Siapa lagi dia kalau bukan bi Inah.

"Sudah, Bi. Oh ya, lihatlah siapa yang aku bawa pulang."

"Siapa, Nya?"

Leah pun langsung menginjakkan kakinya memasuki pintu utama dari rumah tersebut. Membulat mata bi Inah saat melihat Leah yang sudah menghilang selama enam tahun terakhir. Handuk yang si bibi bawakan di tangannya pun langsung terjatuh ketika matanya melihat Leah.

"Non ... Leah!"

"Bibi."

"Ya Allah."

Sontak, si bibi langsung menghambur ke dalam pelukan Leah. Mereka berdua saling berpelukan melepas kerinduan. Air mata bahagia dari bi Inah jatuh dengan deras.

"Non, bibi rindu. Bibi gak nyangka kalau kita akan bertemu lagi setelah enam tahun terpisah."

"Bibi. Aku juga rindu, bibi."

Kemudian, pelukan bi Inah urai dengan cepat.

"Non Leah ke mana aja, Non? Kenapa pergi dari rumah gak bilang-bilang? Kami nyariin non hampir di setiap sudut kota. Den Zain .... "

Seketika, ucapan bi Inah langsung terputus. Ya, Zain. Orang yang paling mengharapkan kepulangan Leah itu kini tidak terlihat di rumah. Keadaan rumah juga tidak ada yang berubah. Sama seperti enam tahun yang lalu. Meskipun semua perabotannya cukup terlihat tua, tapi tidak ada yang diganti.

Mata Leah yang sudah menyapu ke setiap sudut yang bisa matanya jangkau merasa penasaran karena tidak menemukan Zain. Foto pernikahan mereka masih terpajang di tembok tempat pertama kali Zain meletakkan foto tersebut beberapa minggu setelah mereka menikah.

"Di ... mana mas Zain?"

"Ikut mama, Leah."

Tanpa banyak bicara, Leah pun mengikuti mama mertuanya berjalan menuju pintu belakang. Di susul bi Inah dari belakang, Leah berjalan pelan.

Saat pintu belakang di buka, kali ini pemandangan yang berbeda dari enam tahun yang lalu langsung terlihat. Pemandangan yang asri dengan banyaknya bunga tulip yang bermekaran. Tulip merah indah menghiasi pandangan mata.

"Ini .... "

"Zain yang menanamnya. Dia menanam bunga ini setahun setelah kamu pergi. Katanya, kamu suka bunga tulip, Leah. Oleh sebab itu, dia menanam banyak bunga tulip tanpa ingat waktu. Dia berharap, saat kamu pulang, kamu bisa menikmati indahnya rumah ini."

Deg. Seketika, perih menjalar dalam hati Leah. Rasanya sangat sakit ketika mendengar penuturan itu. Serasa, dirinya sudah bertindak terlalu kejam pada suaminya itu.