Setelah menyandang gelar sebagai seorang istri. Rima memutuskan berhenti berkarir agar bisa fokus mengurus suami dan anaknya. Dengan sepenuh hati Rima menyayangi mertua seperti menyayangi ibu kandungnya sendiri. Namun, bukannya kasih sayang dan kebahagiaan yang Rima dapatkan tetapi pengkhianatan dari kedua orang tersebut.
Dengan perasaan hancur, Rima berusaha bangkit dan membalas pengkhianatan suaminya. Balas dendam terbaik adalah dengan menjadikan diri lebih baik dari para pengkhianat. Hingga perlahan Rima bangkit dari keterpurukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon violla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
26
"Maaf, Dimas. Kamu harus masuk ke dalam masalah rumah tanggaku. Aku tahu kamu pasti berat mengambil keputusan untuk tidak memenjarakan Rama." Aku memecah keheningan ketika kami berjalan menuju mobil Dimas yang terparkir di halaman rumah.
"Tidak apa, perasaan dan kebahagiaan putrimu lebih penting dari perasaanku. Susan belum tahu apa yang terjadi di sekelilingnya terutama dengan kedua orang tuanya. Perceraian ibu dan ayahnya saja bisa merusak mentalnya. Bayangkan seperti apa hancurnya Susan melihat ayahnya dipenjara juga."
"Cepat atau lambat Susan akan tau. Dan aku akan memberinya pengertian. Tidak apa kalau kamu menyeret Rama ke penjara. Dia sudah merugikan perusahaan kamu. Rama dan Citra bisa besar kepala kalau kamu tetap membiarkan mereka berkeliaran di perusahaan."
Dimas menghadang jalanku, hingga aku berhenti dan kami saling berhadapan. Aku tidak tahu mengapa Dimas masih bisa tersenyum padahal aku bicara serius.
"Sepertinya kamu yang paling tidak sabar melihat mereka di penjara," canda Dimas, bicaranya enteng sekali.
"Mereka bersalah dan harusnya dihukum. Bukan malah diberikan kesempatan untuk korupsi lagi. Aku memang tidak sabar membalas mereka, kalau mereka berakhir di penjara itu artinya aku lebih baik dari mereka 'kan? Aku ingin lihat wajah pias mereka ketika melihat aku lebih sukses dari mereka." Aku tertawa jahat membayangkannya saja mampu membuat aku sebahagia ini. Meskipun aku tahu Susan tidak bahagia melihat ayahnya di penjara.
"Siapa yang mau memberi mereka kesempatan? Aku sudah pikirkan semuanya. Besok mereka akan dipecat dengan tidak hormat. Dengan begitu, kamu sudah satu langkah ada di depan mereka."
Aku tercengang mendengarnya. Tidak kusangka Dimas sudah mengambil langkah. Bukan hanya membantu mengurus perceraian, tapi ternyata membantu aku membalas mereka.
***
Dan benar saja, saat aku tiba di kantor terdengar bisikan-bisikan dari beberapa karyawan. Pagi ini seperti mencekam dari biasanya. Aku yang memang belum menyesuaikan diri di kantor memilih diam dan tidak ikut menimbrung obrolan mereka. Hingga desas-desus itu lenyap dengan sendirinya. Dan aku tahu mereka diam karena orang yang dibicarakan sudah menampakan diri.
Citra dan Rama mendekatiku ketika aku hampir menekan tombil lift.
"Rima, kita harus bicara," ucap Citra tanpa basa-basi. Wajahnya tampak serius sekali. Sedangkan bang Rama hanya diam menelisik penampilanku. Huh, aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, tapi dari matanya aku tahu suamiku itu terpesona padaku.
Sengaja aku mengibaskan rambutku, lalu kembali bertanya. "Mau bicara apa lagi?"
"Apa yang tadi aku dengar itu benar? Apa kami berdua akan dipecat?" Wajah Citra semakin mengetat seperti orang ketakutan.
Aku bergidik bahu. "Tidak tahu, kamu tanya saja sama pak Dimas."
Citra berdecak kesal. "Kamu kan kaki tangannya pak Dimas. Kamu pasti tahu apa yang kamu tidak tahu di kantor ini. Cepat katakan apa benar kami mau dipecat?"
"Menurutmu? Apa pak Dimas mau membiarkan tikus seperti kalian berkeliaran di sini? Sudah untung masih dipecat nggak dipenjara!" Aku tersenyum melihat ekspresi wajah Citra yang tampak semakin kesal. "Kenapa? Kamu takut nggak punya uang untuk menyogok ibunya Rama, ya?"
"Rima, jangan bawa-bawa masalah itu di kantor. Aku nggak mau semakin menambah masalah dan beban." Rama akhirnya ikut bicara. Mata pria itu tampak sayu melihatku.
"Takut menambah masalah atau kamu takut semakin malu kalau semua orang yang ada di sini tahu apa hubungan kita? Kamu takut mereka mencemooh kalian karena sudah selingkuh di belakangku, kan?" Aku bersedekap dada di hadapan Rama dan Citra. "Itu bukan bebanku, tapi beban yang kalian ciptakan untuk diri kalian sendiri. Dan, ya... aku sudah melayangkan gugtan ke pengadilan, aku harap kamu tidak membuang waktu percuma untuk mempersulit perceraian kita." Aku menunjuk dada Rama, pria itu tampak terkejut mendengar ucapanku.