Seorang bocah ikut masuk dalam mobil online yang di pesan Luna tanpa ia sadari karena mengantuk. Setelah tahu bahwa ada bocah di sampingnya, Luna ingin segera memulangkan bocah itu, tapi karena kalimat bocah itu begitu memilukan, Luna memilih merawat bocah itu beberapa hari.
Namun ternyata pilihannya merawat bocah ini sementara, membawa dampak yang hebat. Termasuk membuatnya berurusan dengan polisi bahkan CEO tempatnya bekerja.
Bagaimana kisah Luna membersihkan namanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lady vermouth, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26
Naura dan Ian berada di ruangan lain. Meninggalkan Luna dan Elio yang sepertinya sedang bersenang-senang dengan puding.
"Walaupun Elio menginginkannya ... apa harus, dia muncul di sini?" tanya Naura mempertanyakan lagi keberadaan Luna. Ian menatap layar komputer di ruang bacanya.
"Kenapa?" tanya Ian tanpa menoleh. Naura mengerjapkan mata terkejut mendengar itu.
"K-kenapa? Kok kamu tanya kenapa?" Naura sampai terbata saat bertanya. Pertanyaannya di jawab dengan pertanyaan juga oleh Ian. Bahkan itu makin membuat Naura terheran-heran.
"Kenapa kamu bertanya?" tanya Ian tetap tidak menoleh. Naura makin tidak mengerti.
"Jelas aku bertanya, Ian ... Ini pertama kalinya ada seorang karyawan perusahaan mu datang ke rumah ini. Rumah ini bukan rumah biasa Ian. ini tempat mu tinggal. Tidak biasanya kamu mengundang mereka kesini."
"Danar sering ke rumah ini." Ian menyebutkan nama tangan kanannya di perusahaan.
"Itu beda. Danar orang kepercayaan mu." Naura mengambil napas. "Bahkan Luna bukan orang lama di dalam perusahaan kamu, tapi kamu sudah membuat dia bisa masuk ke dalam rumah kamu. Bahkan masuk ke dalam kamar Elio." Naura sudah bagai seorang nyonya yang marah karena pelayan di rumahnya.
Ian melihat Naura.
"Aku meminta Luna yang sekarang bisa mendekati Elio, untuk membujuknya." Ian akhirnya mulai buka mulut.
"Membujuk soal apa?" tanya Naura tidak mengerti.
"Kamu," tunjuk Ian dengan dagunya.
"Aku?"
"Karena sepertinya Elio mendengarkan apa yang di katakan Luna, aku memintanya membujuk Elio untuk menerima kamu di rumah ini."
"Ah, benarkah?" Mata Naura terbuka lebar karena bahagia. Tangannya pun langsung menutupi mulutnya yang menganga. Perempuan ini tersenyum senang. "Kamu melakukannya untukku?" tanya Naura dengan menahan senyum.
"Ya."
"Oh, Ian. Aku tahu kamu bisa bersikap semanis itu padaku." Naura berdiri dari sofa dan mendekati sofa Ian. Memeluk pria ini dari belakang. "Aku mencintaimu." Naura tidak jadi marah.
Bibir Ian tersenyum tipis. Meskipun ia berencana membuat putranya menerima Naura, tapi ada yang mengganjal di hatinya.
***
Luna sangat lelah. Sekitar hampir jam 3, Luna kembali ke perusahaan. Awalnya Elio tidak mengijinkan, tapi Ian memberi pengertian kalau Luna akan kembali besok.
"Pekerjaan lagi banyak, Lun?" tanya Bi Muti sambil bawa makanan dari dalam rumahnya. Masuk ke dalam rumah Luna dan meletakkan di atas meja. "Buat makan malam. Enggak usah beli."
"Yaa .... Makasih banyak Bi," sahut Luna loyo.
"Eh, gimana tadi sama Pak sopir? Pas kami berangkat kerja, pak itu kebingungan. Kamunya kabur. Padahal pak itu datang buat jemput kamu."
"Iya ... kita ketemu di kantor."
"Jadi dia benar sopir keluarga Pak Ian, kan?" tanya Bi Muti yang langsung duduk di dekat Luna yang duduk bersandar dengan malas.
"Mmm ..."
"Ini kenapa sih, lemes banget?" Bi Muti menepuk paha Luna pelan. "Kayak punya beban anak banyak?"
"Aku punya pekerjaan dobel, Bi." Masih dengan suara lemas, Luna menjawab.
"Sampingan? Wah ... kamu berkerja keras ya?" Bi Muti memijit pundak Luna. Perempuan ini begitu menikmati pijitan Bi Muti.
"Bukan, tapi karena terpaksa."
"Terpaksa gimana?" tanya Bi Muti ingin tahu.
"Pak Ian menyuruhku bermain dengan Elio di rumahnya. Pria itu bertekad ingin menikah dengan model cantik itu meskipun Elio tidak setuju. Maka dari itu, Pak Ian menyuruhku membujuk Elio untuk mau menerima Naura."
"Kenapa bukannya model itu sendiri yang harusnya mendekati Elio?" Kening Bi Muti mengerut.
"Elio kan sudah enggak mau, Bi. Jadi Pak Ian memakai aku sebagai pancingan."
"Maksa sekali sih, menikah dengan perempuan yang enggak di restui putranya."
"Itu karena surat wasiat yang di tinggalkan istri Pak Ian yang meninggal, Bi."
"Emm ... pasti Pak Ian sangat mencintai istrinya. Sampai dia mengikuti apa yang di tuliskan di surat wasiat itu."
"Benar. Sepertinya Pak Ian tipe pria yang setia."
"Sudah saja cepat mandi dan makan." Bi Muti menepuk lengan Luna dan berjalan keluar. Kembali ke rumahnya sendiri.
...****...
Minggu pagi.
Ini hari pertama serangkaian acara ulang tahun perusahaan yang di adakan. Ada jalan santai yang di adakan di pelataran parkir perusahaan.
Karin sudah sibuk sejak tadi pagi. Dia adalah panitia. Berbeda dengan Luna yang hanya sebagai peserta.
"Kerja keras nih yee ...," goda Luna yang melihat Karin melewatinya. Karin menoleh.
"Hei, iya. Aku datang ke perusahaan pagi jam 4 lebih tahu," curhat Karin.
"Ya, iyalah. Kamu kan panitia." Luna setuju.
"Capek banget tahu."
"Resiko pekerjaan," timpal Luna.
"Karin!" Panitia yang lain memanggil.
"Udah ah, aku tinggal. Eh, iya. Aku lihat seseorang yang kamu kenal tadi," kata Karin.
"Siapa?" tanya Luna. Namun Karin sudah telanjur menjauh. Kalimat Karin tadi membuat Luna penasaran. "Aku kenal? Siapa?" gumam Luna bertanya pada dirinya sendiri.
Saat dirinya masih bergumam memikirkan kata-kata Karin, di depan sana muncul mobil Pak Ian. Keributan mulai terdengar. Para wartawan yang tadi sudah menunggu mulai mendekat. Mereka ingin mendapatkan berita eksklusif dari model cantik, Naura.
Semua terkejut melihat model cantik ini keluar dari mobil Pak Ian. Apalagi juga muncul di bocah keriting yang di apit oleh keduanya. Semua wartawan mulai mengabadikan momen ini.
"Eh, Pak Ian datang sama model itu," kata karyawan yang lain membuat Luna menoleh. Mereka bertiga sudah seperti keluarga yang harmonis saja. Meskipun Luna tahu, Elio tampak tidak senang saat wartawan memotret dirinya.
"Beri Pak Ian jalan," kata Danar yang di ikuti oleh sekuriti perusahaan. Semua wartawan minggir. Membiarkan Ian dan Naura jalan.
"Kalau begini, sudah bisa di pastikan bahwa calon istri Pak Ian adalah Naura si model. Lihatlah betapa serasinya mereka bertiga." Para karyawan berkomentar.
Luna pikir juga begitu jika hanya melihat dari sisi mereka. Namun karena dirinya tahu bahwa sebenarnya ada kerikil tajam yang akan menjegal mereka berdua jika tidak segera menangani. Yaitu bocah kecil tengil itu, Elio.
"Tante Luna!" teriak Elio saat melihat Luna berdiri di antara para staff. Luna melambaikan tangan pada bocah itu. Tanpa peduli semua sedang memperhatikannya, bocah itu melepas tangan Naura dan Ian yang memeganginya dan berlari menuju Luna.
Tentu saja bukan orang lain saja yang kaget, Luna sendiri juga terkejut. Namun dia harus menyambut bocah itu sekarang.
Bruk!
Seenaknya saja bocah ini menjatuhkan tubuhnya pada Luna. Hingga Luna hampir limbung. Untung saja dia sudah me.peekiraakannya. Jadi ia hanya mundur selangkah saat Elio memeluknya.
"Aku sudah mencari Tante Luna tadi," kata Elio. Luna tersenyum pada Elio, tapi sekilas kemudian dia langsung membungkuk karena Naura dan Ian sedang memandangnya.
"Selamat pagi, Pak."
Karyawan yang berada di situ akhirnya ikut membungkukkan badan mengikuti sikap Luna.
Ian mendekat ke putranya. Tentu saja di barengi oleh Naura di sampingnya. Dengan pakaian jogging yang trendi dan modis, Naura jadi bahan perhatian mereka. Body dan wajah perempuan ini memang aduhai dan cantik.
"Selamat pagi."
"Pa, aku sama Tante Luna aja ya?" tawar Elio yang terus saja menggandeng tangan perempuan ini.
"Enggak bareng Papa dan Tante Naura saja?" Ian berusaha membuat mereka bertiga bersama-sama. Bocah itu menggeleng.
"Enggak. Aku mau sama Tante Luna," kata Elio tegas. Naura menipiskan bibir. Ian menghela napas.
"Kita bareng saja," ujar Luna memberi usul pada Elio.
..._____...