NovelToon NovelToon
Obsesi Cinta King Mafia

Obsesi Cinta King Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: dina Auliya

Karena menyelamatkan pria yang terluka, kehidupan Aruna berubah, dan terjebak dunia mafia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertaruhan dibalik Tirai

Langkah-langkah berat bergema di lorong mansion King pada dini hari itu. Jam hampir menunjukkan pukul tiga pagi, namun ruangan utama masih terang benderang. Para bodyguard berjaga lebih ketat dari biasanya, senjata terpasang di pinggang, mata mereka tajam mengamati setiap sudut.

Aruna berdiri di tangga marmer, tubuhnya terbalut gaun tidur satin putih, rambutnya tergerai kusut. Wajahnya pucat, matanya sembab karena tak bisa tidur. Sejak kematian mendadak salah satu anak buah Leonardo kemarin, suasana mansion terasa seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Di ruang rapat, Leonardo duduk di kursi utama. Jas hitamnya masih terpakai meski kemejanya terbuka beberapa kancing. Wajahnya keras, matanya merah, seakan ia tidak beristirahat sejak semalam. Marco duduk di sampingnya, wajahnya penuh kelelahan.

Di meja, terbentang peta besar kota. Beberapa titik merah melingkari area gudang, pelabuhan, hingga hotel-hotel tertentu.

“Bayangan ini bukan sekadar ancaman kecil,” Leonardo membuka suara dengan nada dingin. “Mereka tahu setiap langkah kita, bahkan orang-orang yang kita percayai. Itu artinya…”

“Artinya ada mata-mata di dalam,” potong Marco dengan nada muram.

Leonardo mengangguk. “Dan pengkhianat itu sudah mati sebelum sempat bicara. Itu jelas rencana mereka. Mereka ingin kita kehilangan arah dan saling mencurigai.”

Ia meraih segelas whiskey di hadapannya, meneguk perlahan, lalu menatap seluruh anak buah yang hadir di ruangan.

“Mulai hari ini, semua orang dalam lingkaran inti akan diawasi. Tak peduli seberapa lama mereka bersamaku. Jika ada yang menunjukkan tanda mencurigakan, bawa ke hadapanku. Hidup atau mati, aku yang memutuskan.”

Suasana ruangan membeku. Kata-katanya tajam bagai pedang. Tidak ada yang berani membantah.

---

Dari tangga, Aruna mendengar semua itu. Dadanya sesak. Ia tahu Leonardo keras, tapi kali ini ada sesuatu yang lebih gelap dalam nadanya. Seolah bayangan itu bukan hanya musuh di luar, melainkan sudah menular ke dalam jiwanya sendiri.

Ketika rapat selesai, Leonardo keluar dari ruangan. Tatapannya bertemu dengan mata Aruna di ujung tangga.

“Kau masih bangun?” suaranya berat, serak.

Aruna turun perlahan, menghampirinya. “Bagaimana aku bisa tidur ketika rumah ini seperti medan perang?”

Leonardo menarik napas panjang, lalu menyentuh pipinya lembut. “Aku tahu ini berat. Tapi aku janji, aku akan melindungi mu, apa pun yang terjadi.”

Aruna menatap matanya dalam-dalam. “Leo, apakah melindungi ku berarti harus terus hidup dalam lingkaran darah seperti ini?”

Leonardo terdiam sejenak. Senyumnya pahit. “Kadang, darah adalah satu-satunya cara untuk menjaga orang yang kucintai tetap hidup.”

Aruna menggenggam tangannya erat, tapi hatinya semakin dipenuhi rasa takut.

---

Dua hari kemudian, kabar mengejutkan datang dari jaringan intel King. Salah satu penghubung di pelabuhan melaporkan ada pertemuan rahasia yang akan dilakukan oleh pihak Bayangan. Lokasinya: sebuah gedung tua bekas teater di pusat kota.

Leonardo memutuskan untuk menghadiri sendiri, dengan tim kecil. Marco menentang, tapi Leonardo tidak peduli.

“Aku harus lihat siapa mereka. Aku tidak bisa hanya menunggu dalam gelap,” katanya dengan suara penuh tekad.

Malam itu, Leonardo, Marco, dan Aruna—yang memaksa ikut meski dilarang—berangkat ke gedung tua tersebut.

Bangunan itu berdiri kumuh, cat dinding terkelupas, jendela-jendela pecah, dan pintu kayu berderit saat dibuka. Suasana menyeramkan, seakan menyimpan rahasia kelam.

Di dalam, lampu sorot kuning temaram menyoroti panggung kosong. Di sana, seseorang sudah menunggu.

Seorang pria tua, berjas abu-abu, duduk di kursi di tengah panggung. Wajahnya penuh keriput, tapi matanya tajam, menyala dengan kecerdikan.

“Leonardo,” sapanya dengan senyum dingin. “Akhirnya kita bertemu.”

Leonardo berdiri tegap. “Kau siapa?”

Pria itu menyilangkan tangan. “Namaku tidak penting. Tapi kau bisa memanggilku Maestro. Aku pemimpin Bayangan.”

Aruna merasakan bulu kuduknya meremang. Sosok pria itu memancarkan aura mengerikan, seakan setiap kata yang ia ucapkan adalah permainan yang sudah ia atur dengan sempurna.

---

“Kenapa kau mengusikku?” Leonardo bertanya datar.

Maestro tertawa kecil. “Aku tidak mengusik mu, Leonardo. Aku hanya menyingkap tabir. Kau hidup dalam ilusi bahwa kau penguasa kota ini. Padahal sejak lama, semua gerakanmu ada dalam kendaliku.”

“Omong kosong.”

Maestro bangkit, berjalan perlahan ke arah mereka. Suara sepatunya bergema di lantai kayu yang lapuk.

“Kau tidak pernah bertanya, Leonardo, dari mana ayahmu mendapatkan kekuasaan besar dalam waktu singkat? Dari mana keluargamu mampu mengendalikan jalur perdagangan senjata, narkotika, dan pelabuhan? Semua itu bukan karena King terlalu kuat… tapi karena kami membiarkan kalian hidup.”

Kata-kata itu menghantam Leonardo seperti palu. Rahangnya mengeras, matanya menyala dengan amarah.

“Jangan bawa ayahku ke dalam ini.”

Maestro tersenyum licik. “Ayahmu membuat perjanjian dengan Bayangan bertahun-tahun lalu. Dan kau… hanyalah pewaris dari kontrak itu. Kini, waktunya tiba untuk membayar harga.”

Aruna menahan napas, tubuhnya gemetar. Ia menatap Leonardo, yang tampak benar-benar terguncang oleh ucapan itu.

“Omong kosong,” Leonardo menggeram. “Aku tidak tunduk pada siapa pun.”

“Tapi kau sudah terikat sejak lahir,” jawab Maestro tenang. “Kau tidak bisa lari dari takdir.”

---

Pertaruhan Nyawa

Percakapan itu tiba-tiba pecah menjadi kekacauan ketika suara tembakan terdengar dari luar gedung. Anak buah King yang berjaga mulai terlibat baku tembak dengan pasukan Bayangan.

Leonardo langsung menarik Aruna ke balik panggung. Marco mengeluarkan pistol, melindungi mereka.

“Leo, kita harus pergi!” teriak Aruna panik.

Tapi Leonardo menolak mundur. Ia menatap Maestro yang masih berdiri tenang di tengah panggung, seakan tembakan di luar hanyalah musik latar yang ia ciptakan sendiri.

“Kau ingin perang, Maestro? Kau akan mendapatkannya.”

Maestro hanya tersenyum samar. “Aku tidak ingin perang, Leonardo. Aku ingin permainan. Dan kau sudah masuk ke dalamnya.”

Saat kata-kata itu terucap, granat gas meledak di dekat pintu. Asap tebal memenuhi ruangan, membuat pandangan kabur. Dalam kekacauan itu, Maestro menghilang entah ke mana.

Leonardo berusaha membawa Aruna keluar, melewati hujan peluru dan asap yang mencekik. Marco menembak membabi buta untuk membuka jalan.

Akhirnya mereka berhasil keluar ke jalan belakang, masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu.

Dengan napas terengah, Aruna menatap Leonardo yang wajahnya penuh amarah. “Leo… apa maksudnya semua ini? Apa benar ayahmu—”

“Cukup!” Leonardo membentak, suaranya pecah. “Jangan pernah percaya kata-kata bajingan itu!”

Aruna terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia tahu Leonardo berusaha menyangkal, tapi tatapan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda: keraguan.

---

Kembali ke mansion, suasana semakin mencekam. Anak buah yang selamat melaporkan bahwa pasukan Bayangan bergerak rapi, seolah mereka sudah memprediksi semua langkah King.

Leonardo mengunci diri di ruang kerjanya. Aruna mengetuk pintu berkali-kali, tapi pria itu tak juga keluar.

Di dalam, Leonardo duduk sendirian. Whiskey di tangannya hampir habis. Foto ayahnya tergeletak di meja, menatapnya seakan menyimpan rahasia yang tidak pernah ia ketahui.

“Apakah benar… semua ini karena perjanjian ayah?” bisiknya pada diri sendiri.

Matanya memerah, tangannya bergetar. Amarah, kekecewaan, dan rasa bersalah bercampur jadi satu.

Di luar pintu, Aruna bersandar lemah. Air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Ia merasa Leonardo semakin menjauh, ditelan oleh bayangan masa lalu yang tidak bisa ia lawan.

---

Malam itu, pesan anonim masuk ke ponsel Leonardo.

“Waktu pertaruhan sudah dimulai. Kau hanya punya dua pilihan: tunduk pada Bayangan, atau hancur bersama orang-orang yang kau cintai.”

Leonardo mengepalkan tangan, matanya menyala penuh tekad.

“Tidak. Aku akan menciptakan pilihan ketiga—menghancurkan Bayangan sampai ke akar-akarnya.”

Namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu: perang ini bukan lagi sekadar perebutan wilayah. Ini adalah pertaruhan nasib, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi Aruna… dan seluruh keluarga King.

1
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
n
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
Yang udah diringkas nya naskah nya ini?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!